Sejarah
islam ditulis dengan hitamnya tinta para Ulama dan Merah darahnya para syuhada,
seperti itulah Ust Abdullah Azzam menggambarkan bahwa tentunya sejarah itu bisa
diketahui oleh orang lain ketika ada bukti otentik berupa tulisan, sehingga itu
akan menjadi bukti sejarah untuk diketahui oleh semua orang dimasa yang akan
datang.
Tapi
sebelum menulis, ada kalanya kita harus punya refrensi untuk menjadi penguat
bagi tulisan kita, yang dalam hal ini adalah dengan membaca buku, ingatkah kita
semua ketika Nabi Muhammad mendapatakan Wahyu yang didatangi oleh Malaikat
Jibril yang pada saat itu Nabi di suruh oleh malaikat Jibril untuk Membaca
Al-Qur’an, yang pada saat itu kita ketahui bahwasanya Beliau tidak bisa
membaca, Hingga Malaikat pun terus mengulang kata-kata “Iqra, …Iqra….Iqra…”.
Ketika
diulangi beberapa kali, beliau pun mencoba untuk mengucapkan dengan membaca surat
Al-alaq, dan ketika itu beliau bisa untuk membaca Al-Qur’an, dalam hal ini saya
mengambil hikmah bahwasanya Pennting seorang Aktivis dakwah untuk bisa Membaca
Al-Qur’an dan tentunya Membaca Buku, karena dalam hal ini Al-Qur’an bagi
aktivis dakwah adalah sebagai penguat iman dan buku merupakan sesuatu yang akan
memperkaya Ilmu dan Pikiran kita.
Tentunya
buku merupakan refrensi ilmu yang sangat abadi, karena jika dibandingkan dengan
lading ilmu lain, seperti Pemikiran Ulama akan tiada arti jika tidak dibukukan
karena Umur manusia punya Batas waktu, jika kita datang di majlis Ilmu seperti
Tasqif dan tidak kita tuliskan dalam Buku Maka itu juga akan menghasilkan hasil
yang Nihil, maka dari itu kita bisa menikmati ilmu-ilmu yang ada pada saat itu
adalah karena adanya Buku yang telah ada.
Dan
untuk Aktivis dakwah tentunya membaca buku adalah bukan suatu momok yang harus
dijauhi dan ditinggalkan, melainkan ini kewajiban karena kita akan mengajarkan
ilmu ini, dan mendakwahkannya dengan membutuhkan refrensi buku-buku ini, hingga
ini yang saya katakana bahwa buku dengan Aktivis dakwah itu bagaikan dua sisi
mata Koin yang tidak Boleh dipisahakan Karena jika dipisahkan maka tidak akan
berguna.
Ketika
sudah rutin dan sudah memilki banyak refrensi membaca buku, maka hal yang
selanjutnya adalah bekajar untuk membukukan ide, pikiran, dan perbuatan kita
yang berdasarkan pengalaman, karena “Orang yang banyak membaca namun tidak pernah menulis, itu
adalah orang yang sakit, seperti orang makan namun tidak BAB (buang air besar)”,
seperti itulah Kang Abik menggambarkan orang
yang sudah banyak refrensi akan tetapi tidak pernah menulis apa yang ia
pikirkan.
Dan Ingat bahwasanya menulis itu mudah dan
mengasyikkan, kita tinggal menulis apa yang kita lakukan, menulis apa yang kita
pikirkan, dan menulis apa yang telah lihat, hingga banyak penulis sudah menulis
banyak buku, tapi tidak pernah bosan menulis karena menulis itu merupakan suatu
yang mengasyikkan dan membuat ketagihan, hingga sudah saatnya kita untuk
menjadi Aktivis dakwah yang produktif dengan Membaca Buku dan menuliskannya.