Mempersiapkan akhwat muslimah sebagai
daiyah
Allah menghendaki setiap daiyah muslimah yang integral, bisa mengajak
orang lain kedalam kebaikan tanpa melupakan diri sendiri. Dalam Q.S Al Baqarah
:44 Allah berfirman:
“Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan
kebajikan, sedangkan kamu melupakan diri kewajibanmu sendiri, padahal kamu
membaca AlKitab, apakah kamu tidak berpikir?”
1.
Penyiapan
spiritual
Rasulullah menyiapkan generasi awal
Islam dengan tarbiyah ruhiyah (pembinaan spiritual). Tarbiyah ruhiyah tersebut
berawal dari pembinaan akidah, proses pembersihan jiwa.
a.
Jelasnya loyalitas
Loyalitas merupakan karakter asasi
setiap muslim. Dengan ini, ia mampu membedakan mana orang-orang yang beriman
dan yang kafir. Allah memerintahkan untuk menyerahkan loyalitas penuh kepada
Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman. Tahapan loyalitas muslimah:
i.
Komitmen (iltizam) terhadap syariat Allah.
Seluruh tindakan dan amalan tidak boleh bententangan dengan aturan-aturan yang
ditetapkan oleh islam.
ii.
Wujud loyalitas sesama mukmin adalah alokasi
penataan gerak dakawah bersama mereka. Bersikap kasih sayang dan lemah lembut
sesama mereka, menerapkan ukhuwah sebagai bentuk kekuatan struktural di antara
mukmin. Ukhuwah direalisasikan sampai pada tingkatan tlong menolong diantara
mukmin.
iii.
Konsekuensi loyalitas terhadap mukmin adalah
memiliki sikap yang tegas terhadap orang-orang kafir.
b.
Berhiaskan akhlak yang terpuji
Perwujudan karakter muslim yang
tampak di permukaan adalah ajaran akhlak dari individu sampai sosial. Para
daiyah merupakan cermin dari umatnya. Dengan landasan akidah, muslimah
diharapkan mampu membimbing umat menuju jalan Allah. Dengan perbaikan akhlak,
maka kejelasan karakter muslimah akan terlihat. Jika kita perhatikan dari Sirah
Rasulullah, Rasul berdakwah dengan akhlak yang sempurna di tengah kaumnya. Allah
pun tidak menyukai orang-orang yang hanya bisa berbicara, mengajak, dan
melarang orang lain, namun ia sendiri tidka seperti apa yang ia ucapkan. Di
sinilah urgensi akhlak terpuji perlu ditekankan oleh muslimah.
c.
Shalat malam
Ciri orang bertakwa biasanya
dikaitkan dengan sedikitnya tidur di waktu malam sebab ibadah malam telah
menjadi bagian dari hidupnya. Waktu malam lebih khusyuk dan menjadikan hati
mampu merasakan kelemahan diri di hadapan sang Khalik. Pembinaan ruhiyah akan
berjalan efektif dengan qiyamullail ini, sehingga tidak mengherankan mereka
yang telah merasakan nikmatnya sholat malam akan merasa sangat kehilangan jika
ada satu malam yang terlewatkan darinya.
d.
Tilawah
“…dan bacalah Al Qur’an itu dengan
tartil.” (QS.Al Muzzammil: 4)
Al Qur’an merupakan pedoman umat
muslim sehingga harus senantiasa dibaca, ditelaah, kemudian diamalkan isinya.
Membacanya berpahala dan merupakan ruh yang memberikan kekuatan ma’nawiyah
kepada sang pembaca. Tiada suatu hari dalam kehidupan daiyah muslimah yang
boleh dibiarkan berlalu tanpa bacaan Al Qur’an. Ibnu Mas’ud berkata,”Apabila
kamu menginginkan pengetahuan, maka selidikilah Al Qur’an itu sebab di dalamnya
termuat ilmu-ilmu dari orang-orang yang dahulu dan yang kemudian.”
e.
Dzikrullah
Dzikrullah merupakan metode persiapan
ruhiyah yang amat mengena. Hendaknya para muslimah daiyah senantiasa membasahi
lisannya dengan dzikir dalam setiap aktivitas kehidupan, misalnya dalam
perjalanan, bekerja, duduk, berdiri dan sebagainya. Syaikh Sayyid Sabiq
menjelaskan,”Dzikir atau mengingat Allah, dalam segala apa yang dilakukan oleh hati dan lisan berupa tasbih atau memahasucikan Allah,
memuji dan menyanjung-Nya, menyebut sifat-sifat kebesaran dan keagungan, serta
sifat keindahan dan kesempurnaan yang telah dimiliki-Nya.”
2.
Penyiapan
intelektual
Tidak cukup hanya berbekal aspek
ruhiyah karena seiring dengan perkembangan IPTEK maka daiyah muslimah juga
semestinya mempersiapkan diri dalam hal intelektualitas (tsaqafah). Meski begitu, bukan berarti harus menghabiskan waktunya
untuk menekuni perkembangan sains dan teknologi, hal yang paling penting adalah
menempatknnya secara proporsional. Pengetahuan atau tsaqafah yang semestinya
dipersiapkan meliputi pengetahuan tentang keislaman, pengetahuan modern dan
pengetahuan kecakapan. Pengetahuan keislaman menurut Sa’id Hawwa meliputi tiga
landasan pokok (ma’rifatullah, ma’rifaturrasul,
ma’rifatul islam), Al Qur’an baik kandungan maupun ilmu-ilmu yang
berhubungan dengannya, ilmu As Sunnah, Ushul Fiqh, Al-Aqa’id (akidah, akhlak,
fikih), sirah Nabawiyah dan tarikh umat Islam, bahasa Arab, sistem musuh dalam
menghancurkan islam, studi islam modern dan Fiqh Ad-dakwah.
Pengetahuan modern menitikberatkan
pada profesi-profesi yang dibutuhkan oleh umat misalnya dokter muslimah,
perawat, guru, farmakolog, arsitek dan sebagainya yang mendukung dan bermanfaat
dalam gerak dakwah Islam. Sedangkan pengetahuan kecakapan merupakan keahlian
atau skill spesifik misalnya daiyah
muslimah semestinya melek teknologi, menguasai komputer dan teknologi informasi
dan semacamnya.
3.
Penyiapan
fisik
Penyiapan jasadiyah merupakan bagian
integral karena akan menjadi kendala dalam dakwah jika muslimah lemah fisik dan
sering terkena sakit. Hendaknya muslimah memperhatikan penjagaan kesehatan
diantaranya dengan: mengonsumsi makanan yang halal dan thoyyib, menjauhkan dari
semua makanan yang merusak badan, menjaga kebiasaan dari hal-hal buruk misalnya
merokok, mengurangi minum kopi dan minuman penyegar lainnya, rajin olahraga, dan
pengaturan waktu istirahat yang cukup.
Dalam riwayat Muslim: “ Muslim yang
kuat lebih baik dan lebih disukai di sisi Allah daripada mukmin yang lemah, dan
pada keduanya ada kebaikan …”
4.
Penyiapan
dana
Materi bukanlah segalanya, akan
tetapi ia merupakan hal yang diperlukan untuk kelangsungan dakwah, baik skala
individual maupun kolektif. Setiap langkah dakwah pasti membutuhkan materi,
baik berupa uang yang langsung terlihat maupun berbentuk perbekalan yang tidak
kelihatan secara langsung. Seorang daiyah muslimah yang bertugas melakukan
dakwah di tengah masyarakat, salah satunya membutuhkans arana transportasi,
yang berarti memerlukan uang untuk naik angkot atau membeli bahan bakar sepeda
motor. Bahkan jika seandainya berjalan kaki, ia harus memiliki tenaga dari
makanan yang dikonsumsi.
Rasulullah telah memberikan teladan
kepada kita agat kita berwirausaha, pada usia dua belas tahun Rasul telah
menyertai pamannya berdagang ke negeri Syam. Tentang hal ini, Al Buthy menyatakan
“karena itu, para aktivis dakwah merupakan orang uang paling patut mencari
penghidupan (ma’isyah) melalui usaha mandiri dari sumber yang mulia, yang tidak
mengandung unsur meminta-minta, agar mereka tidak berhutang budi kepada
seseorang pun yang menghalanginya dari menyatakan kebenaran di hadapan para ‘investor
budi’ tersebut.”
Demikianlah persiapan maliyah amat
diperlukan dalam dakwah agar para daiyah muslimah semakin tegar di jalan
dakwah.