Aga
Sekamdo pernah mengkomparasikan pertumbuhan kader Ikhwanul Muslimin di Mesir
dan Partai Keadilan di Indonesia. Keduanya memiliki sistem kaderisasi yang
serupa yaitu halaqah. Pada tahun 1954 (sekitar dua dasawarsa efektif
kaderisasi) anggota Ikhwanul Muslimin telah mencapai 3 juta kader. Sedangkan
pertumbuhan PK (kini PKS) sendiri jauh dibawah itu. Lalu ia menyimpulkan bahwa
ada masalah dengan kaderisasi harakah di Indonesia ini.
Salah
satu yang menjadi permasalahan serius kaderisasi dengan sistem halaqah adalah
murabbi. Jika sebuah harakah hendak mencapai pertumbuhan kader yang tinggi
dengan sistem ini, maka ia harus menyediakan murabbi dengan jumlah yang
signifikan. Rekrutmen yang massif tidak akan berarti banyak jika setelahnya
tidak di follow-up dengan halaqah karena kuranggnya murabbi. Tapi inilah
permasalahan yang menggejala hingga saat kini.
Usia
tarbiyah yang lama bukan jaminan bahwa seorang kader siap menjadi murabbi.
Fakta dilapangan menunjukkan bahwa masih banyak kader lama yang tidak kunjung
siap untuk menjadi murabbi. Ada pula yang terpaksa dalam ketidaksiapan. Jika
kemudian ia belajar tentu akan menjadi lain ceritanya. Namun keterpaksaan itu
sering berujung pada “pembubaran halaqah”.
Buku “Menjadi Murabbi Itu Mudah” yang ditulis oleh
Muhammad Rosyidi berusaha menyajikan solusi untuk menjawab permasalahan diatas.
Judulnya yang menarik, mengajak kita optimis bahwa menjadi murabbi itu tidak
sesulit yang dibayangkan. Dengan persepsi awal yang mencerahkan ini, diharapkan
kader dakwah siap untuk diamanahi menjadi murabbi, siap memulai halaqah, dan
sambil berjalan diharapkan untuk terus meningkatkan kafaah-nya sebagai
murabbi agar halaqahnya berjalan efektif.
Mengapa
Tidak Menjadi Murabbi?
Ada
enam alasan mengapa kader dakwah ragu untuk menjadi murabbi yang direkam dalam
buku ini. Alasan-alasan itu adalah merasa belum siap, merasa belum pantas,
merasa tidak cocok, belum mendapatkan kelompok binaan, sibuk atau trauma
pengalaman.
Alasan yang pertama bisa dijawab dengan langsung menjadi
murabbi tanpa membayangkan hal yang belum terjadi. Action! Untuk
ketidaksiapan teknis ketika mengisi halaqah, Muhammad Rosyidi memberikan tips :
cermati murabbi mengisi halaqah dari awal sampai akhir, jiplak saja. Selebihnya
konsultasikan ke murobbi.
Alasan
kedua, merasa tidak pantas, harus segera diatasi. Pertama, pahamkan diri bahwa
seorang yang berdakwah tidak harus menunggu sempurna. Sambil terus memperbaiki
diri. Para sahabat Nabi langsung mendakwahkan apa yang mereka terima dari
Rasulullah tanpa menunggu turunnya semua surat turun lengkap. Kedua, buat
target kapan pantas jadi murabbi. Kekurangan yang telah disadari harus dibenahi
dalam tenggang waktu tertentu. Jika tidak ada waktu yang bisa dijadikan batasan
sampai pantas, barangkali alasan yang sebenarnya adalah ketidakmauan atas nama
ketidakpantasan.
Merasa tidak cocok biasanya menimpa kader yang nervous
bicara didepan orang banyak, atau kurang menguasai materi. Banyak juga keraguan
ini menimpa mereka yang pernah gagal menjadi murabbi. Saran dalam buku ini
adalah dengan memberanikan diri menjadi murabbi. Jangan pernah merasa tidak
cocok kalau hanya pernah gagal satu atau dua kali. Sambil terus meng-upgrade
diri sebagai langkah antisipasi.
Alasan
keempat bisa dijawab secara personal, kelompok tarbawi, atau struktur. Secara
personal berarti meningkatkan kemampuan rekrutmen, berupaya melakukan dakwah
fardiyah. Secara kelompok, ini bisa disikapi dengan menggelar rekrutmen yang
difasilitasi murabbi. Tentu adanya peran struktur menjadi solusi yang lebih
baik. Misalnya dengan adanya bursa murabbi dan mutarabbi disamping secara
berkala menggelar acara-acara rekrutmen.
Untuk
alasan sibuk, justru murabbi adalah tugas biasa yang dijalankan dengan baik
oleh mereka yang terbiasa sibuk. Kesulitan waktu bisa diatasi dengan
mengkomunikasikan kepada struktur sehingga murabbi yang bisa disatu waktu
dipertemukan dengan mutarabbi yang bisanya juga diwaktu itu.
Sedangkan
trauma pengalaman biasanya dialami oleh mereka yang pernah “ditinggalkan” oleh
mutarabbi. Bisa jadi karena sikapnya yang berbeda dalam masalah khilafiyah.
Seharusnya kegagalan tidak menjadikan kader trauma untuk memegang halaqah lagi.
Justru dengan banyakknya pengalaman ia akan menjadi expert. Maka
solusinya adalah just do it!
Karena
Menjadi Murabbi Itu Luar Biasa
Motivasi
itu penting. Dan motivasi berangkat dari pemahaman yang benar. Menjadi murabbi
itu luar biasa. Banyak keutamaannya. Kesiapan kader untuk menjadi murabbi akan
semakin kokoh jika ia memiliki motivasi tinggi disamping keberhasilannya
menepis keraguan-keraguan diatas.
Pada
bab 3 dan 5 buku ini, Muhammad Rosyidi menhuraikan bahan motivasi itu. Bahwa
kita perlu memahami status murabbi dan untungnya menjadi murabbi. Keduanya
bahkan diletakkan sebelum alasan tidak menjadi murabbi pada bab 6.
Setidaknya,
ada beberapa hal yang dijelaskan dalam buku ini terkait status murabbi.
Pertama, murabbi itu menyambung mata rantai dakwah. Tanpa murabbi dakwah akan
terputus. Dan jangan sampai kita menjadi pemutus rantai itu. Kedua, menjadi
murabbi berarti berkontribusi bagi dakwah. Kontribusi yang teramat besar
nilainya bagi seorang kader dakwah. Kontribusi special. Apapun amanah kader di
dalam struktur atau wajihah, menjadi murabbi adalah amanah utama yang tidak
boleh dikesampingkan. Ketiga, tidak ada out sourcing dalam menjadi murabbi. Jadi
seorang ikhwah tidak boleh berpikir; saya merekrut saja, biar orang lain yang
membina. Saya distruktur saja, atau mengisi taklim, biar saya wakilkan halaqah
kepada ikhwah yang lain.
Sedangkan
untungnya menjadi murabbi diuraikan dalam bab 5 sebagai berikut; memperoleh
pahala sebagai dai, mendapatkan multi level pahala, menjadi lebih memahami
tarbiyah, termotivasi untuk terus meningkatkan amal, menjadi sarana pendewasaan
diri, dan aplikasi taawun.
Segera
Menjadi Murabbi, Siapkan Mental, Pilih Gaya Sendiri!
Cara
terbaik menjadi murabbi adalah memulainya. Maka motivasi yang telah ada harus
segera menemukan kerannya. Bisa jadi halaqah itu murni baru, bisa jadi ia
lanjutan dari taklim rutin yang dikhaskan, atau yang lainnya. Sambil jalan
murabbi baru perlu mensetting mentalnya. Bahwa murabbi itu pantang menyerah,
bersikap tenang, dan bijak menyikapi realitas binaan. Tidak menyerah meski
hujan datang, tidak menyerah meski lelah. Bijak menyikapi realitas binaan yang
berbeda latar belakang maupun sangat tidak ideal dalam Islam. Murabbi perlu
bijak, karena mereka masih baru.
Dalam
menyampaikan materi, kita bisa memilih gaya kita sendiri. Bisa gaya tekstual
dengan cara membacakan materi halaqah. Bisa gaya multimedia dengan membawa
laptop dan menyajikan materi dalam bentuk powerpoint. Bisa gaya mengkaji kitab,
dengan membaca kitab lalu menguraikan sendiri penjelasannya. Atau gaya paparan
dengan cukup menuliskan rasmul bayan lalu menjelaskannya.
Masih
banyak tips-tips berikutnya dalam mengelola halaqah dalam buku ini. Membaca
buku ini, insya Allah menjadi pencerahan dan penyemangat bagi calon murabbi
bahwa “Menjadi Murabbi Itu Mudah”. Meski demikian, buku ini juga
perludibaca para murabbi sebagai upaya in’asy, pengembangan, peningkatan, dan
up-grade kualitas. Wallahu a’alam bish shawab.