Menjadi
kader dakwah merupakan keharusan bukanlah sebuah pilihan, dan aset yang paling
utama Rashidul Harokah dalam dakwah adalah kader itu sendiri, adanya
kader maka ada satu proses dakwah yang dilakukan secara continue. Betapa
pentinya kader dalam barisan dakwah sehingga ia mendapat perhatian khusus dalam
setiap pengkajian dakwah.
Oleh
karena itu, melakukan pembinaan dan pengajaran yang berkelanjutan terhadap
seorang kader dakwah menjadi satu proses yang amatlah penting, seorang aktivis
dakwah harus mempunyai pencapaian diri yang maksimal, menjadi pribadi-pribadi
qurani yang mampu menggerakan lisan dan perbuatan mereka menuju perjuangan
untuk kemenangan Islam.
Persepsi
masyarakat tentang pribadi muslim memang berbeda-beda, bahkan banyak yang
pemahamannya sempit sehingga seolah-olah pribadi muslim itu tercermin pada
orang yang hanya rajin menjalankan Islam dari aspek ubudiyah, padahal itu
hanyalah salah satu aspek yang harus lekat pada pribadi seorang muslim. Oleh
karena itu standar pribadi muslim yang berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah
merupakan sesuatu yang harus dirumuskan, sehingga menjadi acuan bagi
pembentukan pribadi muslim.
Bila
disederhanakan, sekurang-kurangnya ada sepuluh karakter atau ciri khas yang
harus lekat pada seorang kader dakwah sebagai pribadi muslim.
1.
Salimul Aqidah (aqidah yang bersih)
Hal
yang utama yang harus dimiliki seorang kader dakwah adalah akqidah yang bersih
(salimul aqidah) yaitu aqidah yang tidak terkotori dari segala bentuk
penghambaan terhadap ciptaan Allah, salah satunya adalah syirik. contoh kecil
dari syirik adalah percaya pada sesuatu selain Allah misalnya percaya pada
paranormal. Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang harus
ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki
ikatan yang kuat kepada Allah Swt dan dengan ikatan yang kuat itu dia tidak
akan menyimpang dari jalan dan ketentuan- ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan
kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada
Allah sebagaimana firman-Nya: Katakanlah! Sesungguhnya sembahyangku,
ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS
6:162).
Karena
memiliki aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting, maka dalam
da’wahnya kepada para sahabat di Makkah, Rasulullah Saw mengutamakan pembinaan
aqidah, iman atau tauhid.
2.
Shahihul Ibadah (ibadah yang benar)
Hal
selanjutnya yang harus diperbuat semua kader dakwah adalah melakukan ibadah
yang benar. Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah
Rasul Saw yang penting, dalam satu haditsnya; beliau menyatakan: “shalatlah
kamu sebagaimana kamu seperti melihat aku shalat.” Dari ungkapan ini maka dapat
disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada
sunnah Rasul Saw yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau
pengurangan. Prinsip dasarnya kita harus Ittiba’ jangan Taqlid
3.
Matinul Khuluq (akhlak yang kokoh)
Seorang
kader dakwah juga harus memiliki akhlak yang mulia, sehingga dapat menjadi
teladan bagi umat muslim yang lainnya. Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau
akhlak yang mulia merupakan sikap dan prilaku yang harus dimiliki oleh setiap
muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya.
Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia
apalagi di akhirat. Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat
manusia, maka Rasulullah Saw diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri
telah mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh
Allah di dalam Al- Qur’an, Allah berfirman yang artinya
: Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
(QS 68:4)
4.
Qowiyyul Jismi (jasmani yang kuat)
"Allah
lebih menyukai umat yang kuat daripada umat yang lemah". oleh karena itu,
seorang kader dakwah harus mempunya jasmani yang kuat agar mampu
menjalankan semua aktivitas dakwahnya. Kekuatan jasmani (qowiyyul jismi)
merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani
berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran
Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji
merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat
atau kuat, apalagi perang di jalan Allah dan bentuk- bentuk perjuangan lainnya.
Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan
pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun
demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu
kadang-kadang terjadi, dan jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Karena
kekuatan jasmani juga termasuk yang penting, maka Rasulullah Saw bersabda yang
artinya: “Mu’min yang kuat lebih aku cintai daripada mu’min yang lemah” (HR.
Muslim).
5.
Mutsaqqoful Fikr (berpikir yang intelek)
Intelek
dalam berpikir (mutsaqqoful fikri) merupakan salah satu sisi pribadi muslim
yang penting. Karena itu salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas) dan
Al-Qur’an banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia antuk berpikir,
misalnya firman Allah yang artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang, khamar
dan judi. Katakanlah: ‘pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa
manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.’ Dan
mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih
dari keperluan.’ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya
kamu berpikir (QS 2:219).
Di
dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus
dimulai dengan aktivitas berpikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki
wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Bisa kita bayangkan, betapa bahayanya
suatu perbuatan tanpa mendapatka pertimbangan pemikiran secara matang terlebih
dahulu. Oleh karena itu Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan
intelektualitas seseorang sebagaimana firman-Nya yang Artinya
: Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah
yang dapat menerima pelajaran. (QS 39:9).
6.
Mujahadatun Linafsihi (melawan hawa nafsu)
Berjuang
melawan hawa nafsu (mujahadatun linafsihi) merupakan salah satu kepribadian
yang harus ada pada diri seorang muslim, karena setiap manusia memiliki
kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada
yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan dan
kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu.
Oleh karena itu hawa nafsu yang ada pada setkal diri manusia harus diupayakan tunduk
pada ajaran Islam, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Tidak beragmana
seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku
bawa (ajaran islam) (HR. Hakim). Bahwasanya syaithan selalu menghembuskan
bisikan-bisikan yang menyesatkan manusia disaat manusia lalai dari berdzikir
kepada Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana firman-Nya (artinya): “Barangsiapa
yang berpaling dari pengajaran Rabb yang Maha Pemurah (Al Qur’an), Kami adakan
baginya syaitan (yang menyesatkan). Maka syaitan itulah yang menjadi teman yang
selalu menyertainya.” (Az Zukhruf: 36)
Adapun
ketika seorang hamba berdzikir kepada Allah subhanahu wata’ala, maka syaithan
bersifat khannas yaitu ‘mundur’ dari perbuatan menyesatkan manusia. Sebagaimana
dalam firman-Nya yang artinya Sesungguhnya syaitan itu tidak ada kekuasaannya
atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya.
7.
Harishun ‘ala Waqtihi (pandai menjaga waktu)
Pandai
menjaga waktu (harishun ala waqtihi) merupakan faktor penting bagi manusia terutama
bagi kamu seorang kader dakwah. dengan kata lain seorang kader dakwah harus
pandai mendisiplinkan waktunya agar semua urusannya dapat terlaksana dengan
tepat waktu. Hal ini karena waktu itu sendiri mendapat perhatian yang
begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah Swt banyak bersumpah di dalam
Al-Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri,
wallaili dan sebagainya. Allah Swt memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah
yang sama setiap, Yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada
manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi. Karena itu tepat
sebuah semboyan yang menyatakan: “Lebih baik kehilangan jam daripada kehilangan
waktu.” Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah
kembali lagi. Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk memanaj
waktunya dengan baik, sehingga waktu dapat berlalu dengan penggunaan yang
efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi Saw
adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni
waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, senggang
sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.
8.
Munazhzhamun fi Syu’unihi (teratur dalam setiap urusan)
Teratur
dalam suatu urusan (munzhzhamun fi syuunihi) termasuk kepribadian seorang
muslim yang ditekankan oleh Al-Qur’an maupun sunnah. Oleh karena itu dalam
hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus
diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara
bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi
cinta kepadanya. Dengan kata lain, suatu udusán dikerjakan secara profesional,
sehingga apapun yang dikerjakannya, profesionalisme selalu mendapat perhatian darinya.
Bersungguh-sungguh, bersemangat dan berkorban, adanya kontinyuitas dan berbasih
ilmu pengetahuan merupakan diantara yang mendapat perhatian secara serius dalam
menunaikan tugas-tugasnya.
9.
Qodirun ‘alal Kasbi (mandiri)
Memiliki
kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan mandiri (qodirun alal
kasbi) merupakan ciri lain yang harus ada pada seorang muslim. Ini merupakan
sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang
menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian,
terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang
telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena itu
pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya raya bahkan
memang harus kaya agar dia bisa menunaikan haji dan umroh, zakat, infaq,
shadaqah, dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah
mencari nafkah amat banyak di dalam Al-Qur’an maupun hadits dan hal itu memilik
keutamaan yang sangat tinggi. Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah
seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik, agar dengan
keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah Swt, karena
rizki yang telah Allah sediakan harus diambil dan mengambilnya memerlukan skill
atau ketrampilan.
10.
Naafi’un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain)
Bermanfaat
bagi orang lain (nafi’un lighoirihi) merupakan sebuah tuntutan kepada setiap
muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun
dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaannya karena bermanfaat besar.
Maka jangan sampai seorang muslim adanya tidak menggenapkan dan tidak adanya
tidak mengganjilkan. Maksudnya disini adalah bahwa ada tidaknya keberadaan
seorang muslim tidak berpengaruh nyata pada situasi yang sedang dialakmi
seorang muslim lainnya. Ini berarti setiap muslim itu harus selalu berpikir,
mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dalam
hal-hal tertentu sehingga jangan sampai seorang muslim itu tidak bisa mengambil
peran yang baik dalam masyarakatnya. Dalam kaitan inilah, Rasulullah saw
bersabda yang artinya: sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi
orang lain (HR. Qudhy dari Jabir).
Demikian
secara umum sepuluh karakter yang harus ada pada diri seseorang sebagai pribadi
muslim yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits, sesuatu yang perlu
kita standarisasikan pada diri kita masing-masing sebagai seorang muslim.