salah satu target utama liburan saya semester ini adalah menamatkan dan meresume salah satu karya besar ulama dari suriah ini. Buku ini termasuk salah satu dari trilogi buku yang membahas hal-hal pokok dalam mengenal agama ini. Yaitu mengenal Allah (ma’rifatullah), mengenal Rasul (ma’rifatulrasul), serta mengenal islam (ma’difatulislam). Buku al islam ini adalah buku terakhir yang menjelaskan agama islam secara cukup rinci dan detail tentang islam.
dalam kesempatan berbagi ini, saya hanya akan menuliskan beberapa paragraf yang saya anggap menarik Karena untuk membaginya secara utuh satu buku, jujur, saya belum berani dan memang belum selesai menamatkan buku ini.
pertama, ustadz said hawwa menjelaskan tentang dua kalimat syahadat sebagai manhaj bagi kehidupan dan hubungan antara agama dengan realitas yang ada saat ini.
Agama tidak menghadapi realitas apapun untuk kemudian dia akui dan mencarikan landasan dari agama itu, juga hukum syariat tempatnya menggantung, seperti spanduk yang digantungkan. Akan tetapi agama menghadapi realitas ini untuk kemudian dia timbang dengan timbangannya, dan selanjutnya dia akui jika sesuai dengannya atau dia tolak jika bertentangan dengan agama itu. Kemudian ia membangun realitas lain jika realitas yang ada tidak dia setujui. Dan realitas yang dia bangun itulah realitas sebenarnya. Inilah makna sebenarnya bahwa Islam adalah agama untuk realitas.kemudian tentang syariat islam adalah syariat alam, beliau menulis :
Allah SWT adalah Zat Yang menciptakan alam dan manusia, zat yang menjadikan manusia dan alam tunduk kepada hukum-hukum yang ditetapkanNya. Naun disamping manusia adalah bagian dari alam, ia juga mempunyai sisi kehidupan yang berbeda dari alam karena kelebihan yang dikaruniakan Allah kepadanya, yaitu berupa kehendak dan keinginan. Oleh karena itu, Allah juga menetapkan sebuah syariat bagi manusia yang kan mengatur kehidupannya dalam kapasitas sebagai manusia yang mempunyai kelebihan atas unsur alam yang lain. Dengan tujuan agar kehidupannya sebagai manusia berjalan teratur dan serasi dengan kehidupan alamiahnya atau dengan kata lain berjalan teratur dan serasi dengan kehidupan manusia dalam kapasitasnya sebagai salah satu unsur atau bagian dari alamtentang islam sebagai peradaban beliau menulis :
berdasarkan hal ini, dapat diketahui bahwa syariat yang diturunkan Allah SWT, tidak lain adalah salah satu bagian dari seluruh hukum Tuhan yang mengendalikan dan mengatur fitrah alami manusia dan tabiat seluruh alam. Jadi, semua yang bersumber dari Allah, baik berupa ketetapan, perintah, larangan, janji, ancaman, peraturan, tuntutan dan lain-lainya adalah salah satu bagian dari hukum alam Tuhan. Oleh karena itu, syariat tersebut pasti nyata kebenarannya seperti benarnya hukum-hukum yang sering kita sebut hukum alam (sunnatullah), yang setiap saat bisa kita saksikan akan kebenaran dan keberadaannya. Kebenaran hukum alam adalah kebenaran azali yang telah digariskan oleh Allah untuk alam. dengan kekuasaan Allah, hukum alam akan selalu ada dan berjalan sesuai dengan garis yang telah ditentukan.
Sesungguhnya islam tidak mengenal bentuk masyarakat kecuali dua saja : masyarakat islam dan masyarakat Jahiliyah. Masyarakat islam adalah suatu komunitas masyarakat yang menerapkan islam secara penuh dalam segala aspeknya, akidah, ibadah, syariat, sistam atau aturan, akhlaq maupun perilaku. Sementara masyarakat Jahiliyah adalah komunitas yang didalamnya tidak diterapkan ajaran-ajaran islam, baik dalam hal akidah maupun keyakinan, paham, nilai-nilai, sistem atau aturan, perilaku, akhlak, maupun ukuran-ukuran yang dipakai.terakhir tentang kepercayaan diri yang tumbuh dari iman, beliau menulis :
Islam menetapkan nilai-nilai dan budi pekerti kemanusiaan yang mampu menumbuhkan dan menyuburkan di dalam diri manusia sisi-sisi yang membedakannya dari binatang. Islam akan selalu mengembangkan, mengokohkan, dan menjaga nilai dan budi pekerti tersebut di dalam setiap masyarakat yang mempunyai komitmen untuk selalu menjaga eksistensi islam. Baik masyarakat itu masih dalam tahap masyarakat pertanian maupun telah memasuki tahap masyarakat industri. Baik masyarakat itu masih primitif dan mengembala binatang, maupun masyarakat maju yang hidup menetap dan tinggal di kota-kota, baik masyarakat kaya maupun miskin.
suatu perasaan bangga yang disyukuri oleh seorang mukmin, karena iman yang mulia dan luhur ini telah terpatri dalam jiwanya. Satu perasaan tinggi hati di hadapan kekuatan di bumi yang jauh dari dasar iman, di hdapan seluruh tradisi dan nilai di bumi ini yang tidak terlahir dari iman, di hadapan seluruh undang-undang di bumi ini yang tidak disyariatkan oleh iman, dan dihadapan seluruh kondisi yang sedang terjadi di muka bumi ini yang tidak ditumbuhkan oleh iman.
Satu kepercayaan diri yang selalu membuat besar hati di hadapan kekuatan yang lalim, tidak merasa rendah di hadapan kebiasaan sosial dan hukum yang bathil, tidak merasa hina di hadapan kondisi yang dinikmati manusia banyak tanpa pancaran cahaya iman. Berjihad dengan kekuatan hanyalah salah satu cara dari sekian banyak jalan untuk menggapai perasaan bangga tadi.
Perasaan bangga ini bukan memiliki iman itu bukan semata-mata karena didasarkan oleh motif-motif individual, bukan karena didorong kesombongan dan bukan pula lantaran semangat yang meluap-luap. Akan tetapi, ia merupakan perasaan bangga yang didasarkan pada kebenaran islam yang manta. Suatu kebenaran abadi yang jauh dari logika kekuatan, tdak berkaitan dengan potret lingkungan, tidak ada hubungannya dengan istilah masyarakat ataupun kebiasaan manusia. Sebab, ia berkaitan langsung dengan Allah, Zat Maha Hidup Yang Tidak Mati