Profesionalisme Sejati
Action & Wisdom Motivation Training
Alkisah dalam sebuah latihan perang, Sun Tzu berani menghukum anaknya sendiri (yang jadi kepala prajurit) yang gagal menjalankan latihan perang-perangan. Jika kita gunakan logika umum, mana mungkin seorang ayah mau menyakiti anak yang dicintainya? Bahkan melukainya di depan orang banyak, seolah seperti sengaja mempermalukannya.
Satu prinsip strategi perang ditunjukkan langsung oleh Sum Tzu di hadapan para prajuritnya. Bahwa dalam perang tidak ada hak istimewa bagi keluarga atau anak jenderal. Siapa pun yang dipilih sebagai komandan atau pemimpin perang, dia harus memiliki kecakapan perang dan mampu memimpin pasukan. Untuk soal kemampuan kemiliteran dan kepemimpinan tidak ada sedikit pun kompromi.
Inilah prinsip profesionalisme sejati yang diajarkan Sun Tzu sejak ribuan tahun yang lalu. Selain bidang kemiliteran, prinsip profesionalisme sejati ini juga berlaku di segala bidang kehidupan. Yaitu di bidang politik, birokrasi, manajemen, bisnis, karir, hingga di kehidupan pribadi setiap orang.
Kalau kita mau jujur, banyak hal di bidang yang saya sebutkan tadi, berjalan di luar arah yang seharusnya. Bahkan tak jarang akhirnya gagal mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan, semua dikarenakan tidak berlakunya prinsip-prinsip profesionalisme. Contoh: dalam manajemen perusahaan kita menempatkan orang-orang di posisi penting yang bukan karena skill dan profesionalismenya, tetapi lebih karena kedekatan kita dengan mereka. Seperti karena mereka adalah sanak saudara, teman sealumni, sesuku, seagama, kenalan dekat, atau semata karena kita menyukai mereka.
Lalu pada saat terjadi konflik, ada pelanggaran, ada masalah, maka karena kedekatan itu kita jadi dalam mengambil sikap. Kita tidak enak memberi peringatan, tidak enak mengkoreksi, bahkan pada saat harus bertindak tegas kita tak berani memecat atau menghukum orang yang jelas-jelas salah. Hal ini pasti tidak terjadi jika sejak awal kita menegakkan prinsip-prinsip meritokrasi atau profesionalisme yang ketat dan tegas dalam rekrutmen maupun penempatan posisi penting.
Tidak ada yang salah menempatkan orang-orang dekat pada posisi penting. Tetapi ingat, posisi-posisi penting dalam bisnis, politik, dan manajemen pemerintahan selalu mengandung tanggung jawab yang besar. Sebab itulah, pantang menempatkan orang yang tidak cakap di posisi tersebut. Dengan langkah tegas ini, risiko lebih bisa diminimalkan.
Menghidupkan Patriotisme
Dari satu episode sejarah hidup Sun Tzu, selain soal strategi perang, ada dua hal yang perlu kita garis bawahi. Pertama soal patriotisme atau kecintaan terhadap rakyat dan negara, dan kedua tentang pengorbanan. Dalam episode sejarah tersebut, dikisahkah tentang patriotisme yang tergambar dari pembelaan Raja Si terhadap nasib rakyat dan negerinya. Raja Si memang lemah, ceroboh, dan ini cacat bagi seorang pemimpin negara. Tapi kemuliaan yang dipertontonkan Raja Si adalah pembelaannya atas nasib rakyatnya di atas kepentingan keluarga dan pribadi. Dia rela mengorbankan kedua puteranya. Jika negara ingin eksis, kecintaan terhadap rakyat dan pengorbanan besar saja tidaklah cukup jika strateginya salah.
Sementara Sun Tzu sebagai Panglima Perang menunjukkan kualitas integritasnya yang luar biasa. Berbeda dengan Raja Si yang berkorban sebagai akibat dari kecerobohannya, Sun Tzu berkorban demi strategi perangnya. Jika Raja Si berkorban dalam posisi terjepit, Sun Tzu berkorban dalam posisi menjepit. Sekali lagi, inilah letak fundamentalnya strategi perang. Seperti disampaikan Sun Tzu, dalam perang utamakan strategi.
Kecintaan tokoh-tokoh tadi terhadap rakyat, bangsa, dan negara memang sangat menggetarkan. Integritas Sun Tzu dalam mengemban amanat negara dan cita-citanya, mengingatkan saya pada Maha Patih Gadjah Mada dengan Sumpah Palapanya yang termasyur itu. Sejarah mencatat, kerajaan Majapahit yang besar dan terhormat membutuhkan tokoh besar untuk menyatukan Nusantara.
Jika kita tengok situasi Indonesia sekarang, terbetik harapan, akankah kita memiliki tokoh-tokoh besar seperti Gadjah Mada? Rasanya, kita membutuhkan putera-puteri berkualitas seperti Gadjah Mada di segala lapangan kehidupan. Kita membutuhkan anak-anak bangsa yang memiliki kecintaan yang dalam terhadap bangsa dan negaranya. Yang berkomitmen dan mau bekerja keras untuk mengangkat martabat bangsanya. Yang sungguh-sungguh melakukan aksi nyata untuk membangkitkan bangsa ini. Bahkan bila perlu berkorban demi Indonesia tercinta.
Mari bertanya pada diri sendiri, apa yang patut kita berikan untuk rakyat, bangsa, dan negara tercinta ini? Mari, mulai saat ini juga, dalam setiap hal kecil apapun yang kita lakukan, arahkan itu supaya menjadi sumber-sumber kebanggaan bagi negeri ini. Dan saya yakin, kita akan segera menyongsong lahirnya Gadjah Mada-Gadjah Mada era Indonesia Baru.
Belajar Survive dari Semangat Juang Hendrawan
Action & Wisdom Motivation Training
Dari sejarah kehidupan Sun Tzu, salah satu yang patut diteladani adalah keteguhan dan kebulatan tekadnya dalam meraih cita-cita. Belasan tahun mengembara dalam kehidupan yang begitu keras dan selalu dihadang banyak persoalan besar. Setiap saat halangan-halangan itu bisa meruntuhkan mental dan menghancurkan cita-citanya. Tetapi sebuah cita-cita yang besar memang memberi energi penggerak luar biasa sehingga Sun Tzu tetap survive. Kisah Sun Tzu merupakan kisah kemenangan mental survival yang mengagumkan.
Ini mengingatkan saya pada sesosok atlit bulutangkis, Hendrawan. Tahun 1997, karena faktor usia dan prestasi yang merosot, PBSI bermaksud mengeluarkan Hendrawan dari Pelatnas. Bayangkan, perasaan atlit yang menggantungkan hidupnya pada olahraga ini. Tapi pada saat yang sama dia sudah tidak dibutuhkan lagi.
Hendrawan datang menyampaikan persoalannya kepada saya. Lalu, mulailah saya berusaha keras membangkitkan kembali hasrat berprestasinya. Saya teriakkan keras-keras di telinganya, bahwa dirinya belum habis. Masih ada kesempatan membuktikan diri sebagai yang terbaik. Kombinasi latihan fisik yang sangat keras dan gemblengan mental yang luar biasa. Akhirnya, Hendrawan bangkit lagi!
Tahun itu juga, Hendrawan berhasil menjuarai Thailand dan Singapura Terbuka. Tahun 1998, Hendrawan pemain penentu kemenangan Tim Thomas Cup Indonesia dalam mempertahankan piala tersebut untuk yang ketiga kalinya. Kemudian tahun 2000, kembali Hendrawan menjadi penentu kemenangan Tim Thomas Cup Indonesia, dan piala Thomas berhasil dipertahankan untuk yang keempat kalinya di Malaysia. Tahun itu pula, Hendrawan menyabet medali perak di Olimpiade Sydney. Tahun 2001, Hendrawan mampu menjadi Juara Dunia Tunggal Putra. Tidak berhenti di situ. Saat usianya di atas 30-an, kembali Hendrawan mampu menorehkan tinta emas, yaitu memimpin Tim Thomas Indonesia mempertahankan gelar juara kelima kalinya di Guang Zhou, Cina.
Untuk seorang yang hampir mati karirnya, yang sudah di ambang keputusasaan, ini merupakan prestasi yang luar biasa. Itu sebabnya, jika kita pernah terbetik pikiran untuk menyerah, ingatlah semangat survival yang ditunjukkan Hendrawan. Barangkali, selangkah sebelum menyerah sesungguhnya merupakan saat yang tepat untuk berubah menjadi lebih baik.
Jadi, jangan pernah menyerah jika menghadapi tantangan. Gembleng mental selagi kita mampu. Jangan pernah bermalas-malasan untuk memacu diri dan memperbaiki diri. Dan abaikan setiap kesulitan dan hambatan. Maju terus demi meraih cita-cita kita. Jika kita mampu mengalahkan rasa ingin menyerah atau putus asa, pasti kita telah membuka satu kemungkinan untuk sukses.