1. Amal Jama’i

1.a.   Pengertian Amal Jama’i

Amal Jama’i (gerakan bersama) secara bahasa berarti “sekelompok manusia yang berhimpun bekerja bersama untuk mencapai tujuan yang sama.”
Al-‘amalul al-jamaa’i berarti bekerja sama berdasarkan kecepakatan dan bekerja bersama-sama sesuai tugas yang diberikan untuk memantapkan amal. Jadi, Al-‘amalul al-jamaa’i mendistribusikan amal (pekerjaan) kepada setiap anggota berdasarkan potensi yang dimilikinya untuk mencapai tujuan.

1.b.   Beberapa ciri Amal Jama’i

1.    Aktivitas yang dijalankannya harus berdasarkan keputusan jamaah
Dalam konteks gerakan bersama, tindakan yang diambil oleh setiap anggota sebagai tambahan dari apa yang telah disebutkan harus berada dalam batas-batas Syar’i.
2.    Mempunyai sistem organisasi yang lengkap dan aktivitas dijalankan secara rapi dan tersusun
Tujuan pengangkatan seorang Ketua dalam suatu organisasi atau jama’ah bukan semata-mata sebagai lambang, tetapi bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi dan memudahkan jama’ah untuk bergerak dan bertindak melakukan aktivitas Islami.
Dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut tidak semua orang harus melaksanakannya, dan tidak semua orang harus terlibat dengan semua kegiatan tersebut. Bahkan sebaiknya masing-masing mengambil porsinya sendiri-sendiri.
3.    Tindakan dan kegiatannya sesuai dengan strategi pendekatan yang telah digariskan oleh jamaah
4.    Seluruh kegiatannya bertujuan untuk mencapai cita-cita yang telah ditetapkan bersama

1.c.  Urgensi amal jama’i

1.    Dustur Ilahi :
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran 3:104)
Dalam ayat ini Allah telah mengisyaratkan tentang wajibnya melaksanakan dakwah secara amal jama’i.
2.    Perjuangan Islam terlalu berat untuk dipikul secara individual karena perjuangan Islam bertujuan mengikis habis jahiliyah sampai ke akar-akarnya dan menegakkan Islam sebagai penggantinya.
Tanpa adanya struktur (tandzim) haraki yang setarap dengan struktur yang dihadapi (jahiliyah) dalam segi kesadaran, penataan dan kekuatan, tugas perjuangan Islam tak mungkin dapat dihasung meskipun dengan berpayah-payah dan pengorbanan seluruh kemampuan.
3.    Da’wah secara jama’ah adalah da’wah yang paling efektif dan sangat bermanfaat bagi Gerakan Islam. Sebaliknya da’wah secara sendirian akan kurang pengaruhnya dalam usaha menanamkan ajaran Islam pada umat manusia.
4.    Beramal jama’i (bergerak secara bersama) akan memperkuat orang-orang yang lemah dan menambah kekuatan bagi orang-orang yang sudah kuat. Satu batu bata saja akan tetap lemah betapapun matangnya batu bata tersebut. Ribuan batu bata yang berserakan tidak akan membentuk kekuatan, kecuali jika telah menjadi dinding, yaitu antara batu bata yang satu dengan yang lain telah direkat dan ditata secara rapi.
“Orang Mu’min yang satu dengan orang Mu’min lainnya seperti bangunan yang saling memperrekat.” (Muttafaq ‘alaih)
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa  dan  jangan  tolong-menolong  dalam  berbuat  dosa  dan pelanggaran." (Al Maaidah 5:2)
5.    Beramal jama’i sebagai sarana mencapai keridhaan Allah
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, seolah-olah mereka adalah bagunan yang tersusun kokoh.” (QS. Ash Shaff 61:4)
6.    Dengan amal jama’i balasan yang diberikan berlipat ganda
Allah SWT memberikan ganjaran yang besar kepada ibadah yang dilakukan secara berjamaah seperti shalat berjamaah dan sebagainya.
7.    Iman lebih terpelihara dalam lingkungan amal jama’i
Persatuan dalam amal jama’i merupakan benteng pertahanan dari ancaman kehancuran. Seorang diri bisa saja lenyap, jatuh atau disergap oleh syethan-syethan manusia dan jin. Tetapi jika ia berada di dalam Jama’ah maka akan terlindungi.
Seperti seekor kambing yang berada di tengah kawanannya. Tidak ada serigala yang berani memangsanya karena perlindungan kawanan itu sendiri. Serigala akan berani memangsanya manakala kambing itu keluar dari kawanannya atau berjalan sendirian.
“Kalian harus berjama’ah karena tangan Allah bersama Jama’ah. Barang siapa melesat sendirian maka ia akan melesat sendirian di neraka.” (Hadits)
“Sesungguhnya syethan adalah serigala manusia dan serigala itu hanya memakan kambing yang lepas (dari kawanan).” (Hadits)
“Kalian harus ber-Jama’ah, karena syethan itu bersama orang yang sendirian dan dia akan lebih jauh terhadap dua orang.” (Hadits)
8.    Kebathilan yang terorganisir dapat mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir

1.d.  Jamaah Minal Muslimin (Jamaah dari kaum Muslimin)

Jamaah yang ada sekarang adalah jamaah minal muslimin bukan jamaah muslimin. Artinya, ada jamaah lain yang bergerak dan berdakwah untuk mencapai jamaah muslimin. Jamaah muslimin adalah khilafah Islamiyah yang tunggal, tidak boleh ada jamaah setelah berdirinya, karena Nabi Saw. bersabda untuk membunuh satu dari dua pimpinan jamaah muslimin (khalifah Islamiyah)

1.e.  Bahaya Perpecahan Umat. Persatuan : Suatu Kewajiban Islam

Tidak menjadi masalah jika di dalam tubuh Kebangkitan Islam itu terdapat berbagai amal jama’i, kelompok atau Jama’ah, yang masing-masing memiliki manhaj tersendiri dalam berkhidmat dan berjuang menegakkan Islam di muka bumi, sesuatu dengan penentuan sasaran, skala prioritas, sasaran dan tahapannya.
Tidaklah menjadi masalah, apabila hal itu merupakan ta’addudu tanawwu’ (perbedaan yang bersifat variatif) bukan ta’addudu ta’arudh (perbedaan yang bersifat kontradiktif). Asalkan semua pihak ada hubungan kerja dan koordinasi. Sehingga saling menyempurnakan dan menguatkan. Dalam menghadapi masalah-masalah asasi dan keprihatinan bersama harus mencerminkan satu barisan, laksana bangunan yang kokoh.
Tetapi yang menjadi masalah adalah jika satu gerakan Islam meluncur-kan makar terhadap gerakan Islam lainnya. Sehingga musuh itu datang dari dalam tubuh Kebangkitan Islam itu sendiri.
Tidaklah berbahaya jika terjadi perbedaan pendapat khususnya dalam soal-soal furu’ (cabang) dan sebagian ushul (pokok) yang tidak prinsipil. Tetapi yang berbahaya adalah perpecahan dan permusuhan yang telah diperingatkan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.
Islam membenci perpecahan !
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat” (QS. Ali Imran: 105)
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan Memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.” (QS. Al An’aam 6:159)
“Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya”. (QS. Asy-Syura 42:13)
“Barang siapa memisahkan diri dari Jama’ah sejengkal kemudian dia mati maka matinya adalah (mati) jahiliah”. (Muttafaq ‘alaih)
“Jauhkanlah diri kalian dari tindakan merusak hubungan persaudaraan karena tindakan itu adalah pencukur (agama)” (HR. Tirmidzi)
Islam sangat membenci perpecahan dan perselisihan, sampai Rasulullah saw. memerintahkan kepada orang yang sedang membaca al-Qur’an agar menghentikan bacaannya apabila bacaannya itu akan mengakibatkan perpecahan.
“Bacalah al-Qur’an selama bacaan itu dapat menyatukan hati kalian, tetapi jika kalian berselisih maka hentikanlah bacaan itu” (Muttafaq ‘alaih)
Artinya bubarlah dan pergilah supaya perselisihan itu tidak berlarut-larut lalu menimbulkan keburukan. Kendatipun keutamaan membaca al-Qur’an sangat besar, tetapi Nabi saw. tidak mengizinkan membacanya apabila bacaan itu akan membawa kepada pertentangan dan perselisihan. Baik perselisihan itu menyangkut qira’at ataupun menyangkut adab-adab lainnya. Para shahabat diperintahkan agar membubarkan majlis pada saat terjadinya perselisihan. Sementara itu masing-masing mereka tetap diperbolehkan berpegang teguh dengan qira’atnya.
Bimbingan Islam untuk memelihara persatuan :
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (Al-Hujurat 49:10)
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok).” (al-Hujurat 49:11)
“Jauhkanlah diri kalian dari prasangka, karena prasangka itu merupakan omongan yang paling dusta. Janganlah saling mencurigai, saling menghasut, saling iri hati, saling membenci dan saling membuat makar. Tetapi jadilah Hamba-hamba Allah yang saling bersaudara”. (hadits)
Ada satu kisah di dalam al-Qur’an yang mengajarkan agar kita senantiasa menjaga kesatuan. Kisah tersebut ialah kisah Musa as. ketika pergi untuk memenuhi “panggilan” Allah selama tiga puluh malam kemudian disempurnakan dengan sepuluh sehingga menjadi empat puluh malam. Selama kepergian tersebut tugas Nabi Musa as. digantikan oleh saudaranya dan partnernya, Harun as. Selama kepergian Nabi Musa as. inilah, kaum diuji dengan penyembahan anak sapi yang dibuat oleh Samiri. Setelah kembali kepada kaumnya, Nabi Musa as. dikejutkan oleh penyimpangan besar yang menyentuh esensi aqidah yang dibawanya dan dibawa oleh semua Rasul sebelum ataupun sesudahnya.
Nabi Musa kemudian marah lalu melemparkan lembaran-lembarannya seraya menjambak rambut saudaranya dan berkata :
“Hai Harun! Apakah yang menyebabkanmu, waktu engkau melihat mereka sesat, untuk tidak mengikuti (contoh)-ku? Apakah (dengan sengaja) engkau telah durhaka kepada perintahku?” (QS. Thaha 20:92-93)
Jawaban Nabi Harun seperti disebutkan dalam al-Qur’an ialah :
“Ia (Harun) menjawab: Hai anak ibuku, janganlah engkau jambak jenggotku dan janganlah engkau tarik rambut kepalaku. Sesungguhnya aku takut engkau akan berkata: “Engkau telah memecah belah Bani Israel dan engkau tidak pelihara perkataanku”. (QS. Thaha 20:94)
Di dalam jawaban ini kita lihat bahwa Nabi Allah, Harun meminta maaf kepada saudaranya dengan ungkapan : “Aku takut bahwa engkau akan berkata: engkau telah memecah belah Bani Israel dan engkau tidak pelihara perkataanku”.
Ini berarti Nabi Harun as. mendiamkan tindakan kemusyrikan besar dan penyembahan anak sapi yang dibuat oleh Samiri, demi menjaga kesatuan Jama’ah dan khawatir akan perpecahannya. Tentu saja kekhawatiran tersebut hanya bersifat sementara, selama kepergian Musa. Setelah Nabi Musa kembali, kedua Rasul bersaudara ini bekerjasama dalam menangani krisis yang timbul.

1.f.   Analisa Tugas Amal Jama’i

Tujuan-tujuan khusus :
1.    Membina pribadi Muslim dan mengembalikan kepribadian Islam setelah dihancurkan oleh peradaban asing, Timur dan Barat
2.    Membina keluarga Islam dan mengembalikan karakteristiknya yang asli agar dapat melaksanakan tugasnya, yaitu ikut berpartisipasi dalam menciptakan manusia Muslim yang sejati
3.    Membina masyarakat Islam yang akan mencerminkan dakwah dan peri laku Islam, agar manusia dapat melihat hakikat Islam yang hanif ini dalam suatu bentuk yang kongkret di permukaan bumi
4.    Mempersatukan umat Islam di seluruh penjuru dunia menjadi satu front kekuatan dalam menghadapi kekafiran, kemusyrikan dan kemunafikan, sehingga umat ini didengar perkataannya dan ditakuti gerakannya.

Sarana terpenting amal jama’i dalam mencapai tujuan-tujuan khusus :
1.    Wajib mengembalikan mass-media, pengajaran, ekonomi dan alat-alat negara lainnya kepada Islam, supaya pengarahannya diatur sesuai dengan batas-batas dan syari’at Islam
2.    Menghancurkan semua unsur kemunafikan dan kefasikan di dalam umat dan membersihkan masyarakat daripadanya
3.    Mempersiapkan umat Islam sebaik-baiknya sehingga sesuai dengan berbagai tuntutan di masa datang.







1.g.  Beberapa Gerakan Keagamaan yang membawa bendera Islam

1.g.i. Al-Ikhwan al-Muslimun

Ta’rif
Al-Ikhwan al-Muslimun adalah sebuah gerakan Islam terbesar di zaman modern ini. Seruannya  ialah kembalki kepada Islam sebagaimana yang termaktub di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah serta mengajak kepada penerapan Syari’at Islam dalam kehidupan nyata. Dengan tegar gerakan ini telah mampu membendung arus sekularisasi di Dunia Arab dan Islam.

Sejarah Berdiri dan Tokoh-tokohnya
Pendirinya adalah Syaikh Hasan al-Banna (1324 – 1368 H/ 1906 – 1949 H). Lahir di sebuah kampung di kawasan Buhairah, Mesir. Ia tumbuh dalam lingkungan keluarga yang taat beragama, yang menerapkan Islam secara nyata dalam seluruh aspek kehidupannya.
Di samping belajar agama di rumah dan di masjid, ia belajar pada sekolah pemertinah. Kemudian melanjutkan pelajarannya ke Dar al-‘Ulum, Kairo dan tamat pada tahun 1927.
Setelah tamat dari Dar al-‘Ulum, ia menjadi guru pada Sekolah Dasar di Isma’iliyyah. Dari Isma’iliyyah inilah ia memulai aktivitas keagamaannya di tengah-tengah masyarakat, terutama di warung-warung kopi di hadapan para karyawan Proyek Terusan Suez.
Dzul Qa’idah 1327 H/April 1928 M adalah bulah didirikannya cikal bakal gerakan al-Ikhwan al-Muslimun.
Tahun 1932 Hasan al Banna pindah ke Kairo. Bersama itu pula gerakannya berpindah dari Isma’iliyyah ke Kairo.
Pada awal berdirinya, tahun 1941 M, gerakan Ikhwan hanya beranggotakan 100 orang, hasil pilihan langsung ustadz Hasan al-Banna sendiri.
Tahun 1948 Ikhwan turut serta dalam perang Palestina. Mereka masuk dalam angkatan perang khusus.
Pada tanggal 8 November 1948, Muhammad Fahmi Naqrasyi, Perdana Menteri Mesir waktu itu, membekukan Gerakan Ikhwan dan menyita harta kekayaannya serta menangkap tokoh-tokohnya.
Desember 1948 M, Naqrasyi diculik. Orang-orang IkhwanI dituduh sebagai pelaku penculikan dan pembunuhan tersebut. Ketika jenazah Naqrasyi diusung, pendukung-pendukungnya berteriak-teriak, “Kepala Naqrasyi harus dibayar dengan kepala Hasan al-Banna”. Dan pada tanggal 12 Februari 1949 Hasan al-Banna terbunuh oleh pembunuh misterius.
Tahun 1950 berdasarkan keputusan Dewan Tertinggi Negara, Ikhwan direhabilitasi. Ketika itu Mesir diperintah oleh kabinat al-Nuhas. Dewan tersebut juga memutuskan bahwa pembekuan Ikhwan selain tidak sah, juga inkonstitusional.
Tahun 1950 ustadz Hasan al-Hudhaibi (1306 – 1393 H/1891 – 1973 M), terpilih sebagai Mursyid ‘Am al-Ikhwan al-Muslimun. Ia adalah salah seorang tokoh kehakiman Mesir. Ia juga berkali-kali ditangkap. Tahun 1954, ia divonis hukuman mati, tetapi kemudian diringankan menjadi seumur hidup. Tahun 1971 ia dibebaskan terakhir kalinya.
Oktober 1951 konflik antara Mesir dan Inggris semakin memuncak. Ikhwan melancarkan perang urat saraf melawan Inggris di Terusan Suez.

Tanggal 23 Julki 1952, pasukan Mesir di bawah pimpinan Muhammad Najib, bekerja sama dengan Ikhwan melancarkan Revolusi Juli. Tetapi kemudian Ikhwan menolak kerja sama dalam pemerintahan, karena mereka mempunyai pendapat dan pandangan yang jelas tentang metode revolusi. Jamal Abdunnashr menganggap penolakan tersebut sebagai penolakan terhadap mandat revolusi. Kemudian kedua belah pihak terlibat serangkaian konflik dan permusuhan yang semakin hari semakin tajam. Akibatnya, pada tahun 1954, pihak pemerintah melakukan penangkapan besar-besaran terhadap anggota Ikhwan dan beribu-ribu orang  dijebloskan ke dalam penjara. Alasan pemerintah, karena orang Ikhwan telah berupaya memusuhi dan mengancam kehidupan Jamal Abdunnashr di lapangan Mansyiyyah, Iskandariyyah. Bahkan pemerintah Mesir telah menghukum mati 6 anggota Ikhwan.
Tahun 1965 – 1966 bentrokan antara Ikhwan dan pemerintah Mesir terulang kembali untuk kedua kalinya. Pemerintah kembali melakukan penangkapan besar-besaran, melakukan penyiksaan serta memenjarakan anggota Ikhwan. Bahkan tiga orang di antaranya telah dihukum gantung, yaitu Sayyid Quthb, Yusuf Hawasi, Abdulfattah Isma’il.
Sejak itu Ikhwan bergerak secara rahasia sampai Jamal Abdunnashr meninggal dunia 28 September 1970.
Ketika Anwar Sadat berkuasa, orang-orang Ikhwan mulai dilepas secara bertahap.
Sepeninggal Hudhaibi, Umar Tilmisani (1904 – 1986 M) terpilih menjadi Mursyid ‘Am Ikhwan. Di bawah pimpinannya Ikhwan menuntut hak-hak jama’ah secara utuh dan mengembalikan hak milik jama’ah yang dibekukan oleh Jamal Abdunnashr. Tilmisani menempuh jalan tidak konfrontatif dengan penguasa dan berkali-kali beliau menyerukan, “Bergeraklah dengan bijak dan hindarilah kekerasan dan extremisme.”
Muhammad Hamid Abu Nashr, terpilih menjadi Mursyid ‘Am setelah Tilmisani. Jalan dan metode yang ditempuhnya sama dengan pendahulunya.

Pemikiran dan Doktrin-doktrinnya
Pemahaman Ikhwan terhadap Islam bersifat universal, tidak mengenal adanya pemisahan antara satu aspek dengan aspek lainnya.
Ikhwan berusaha keras memperluas kawasan geraknya menjadi sebuah gerakan internasional.
Berkenaan dengan da’wah Ikhwan, Hasan al-Banna mengatakan, “Gerakan Ikhwan adalah da’wah salafiyah; thariqah sunniyyah, haqiqah shufiyyah, lembaga politik, klub olah raga, lembaga ilmiah dan kebudayaan, perserikatan ekonomi dan pemikiran social.”
Hasan al-Banna menegaskan bahwa ciri gerakan Ihwan adalah :
1.    Jauh dari sumber pertentangan
2.    Jauh dari pengaruh riya dan kesombongan
3.    Jauh dari partai politik dan lembaga-lembaga politik
4.    Memperhatikan kaderisasi dan bertahap dalam melangkah
5.    Lebih mengutamakan aspek alamiyah produktif daripada propaganda dan reklame
6.    Memberi perhatian sangat serius kepada para pemuda
7.    Cepat tersebar di kampung-kampung dan di kota-kota

Selain itu Hasan al-Banna menyebutkan karakteristik Ikhwan sebagai berikut :
1.    Gerakan Ikhwan adalah gerakan Rabbaniyyah. Sebab, asas yang menjadi poros sasarannya ialah mendekatkan manusia kepada Rabb-nya
2.    Gerakan Ikhwan bersifat ‘alamiyah (Internasional). Sebab arah gerakan ditujukan kepada semua ummat manusia. Semua manusia pada dasarnya harus bersaudara. Asalnya satu, nenek moyangnya satu dan nasabnya satu. Hanya taqwa yang menentukan seseorang itu lebih dari yang lain. Dari ketaqwaannya akan terefleksi pada kebaikan dan keutamaannya yang utuh dan menyeluruh yang ia berikan kepada orang lain.
3.    Gerakan Ikhwan bersifat Islami. Sebab, orientasi dan nisbatnya hanya kepada Islam.
      Selain itu Hasan Al-Banna menetapkan tingkatan amal yang merupakan konsekuensi logis setiap anggota, yaitu :
1.    Memperbaiki diri, sehingga menjadi pribadi yang kuat fisik, teguh dalam berakhlaq, luas dalam berfikir, mampu mencari nafqah, lurus beraqidah dan benar dalam beribadah
2.    Membentuk rumah tangga Islami. Sehingga keluarganya menjadi pendukung fitrah, menghormatinya dan memelihara tatakrama Islam dalam segala aspek kehidupan rumah tangganya sehari-hari
3.    Memotivasi masyarakat untuk menyebarkan kebaikan, memerangi kemungkaran dan kerusakan
4.    Memerdekakan negara dengan membersihkan rakyatnya dari berbagai bentuk kekuasaan asing kuffar di bidang politik, ekonomi dan mental spiritual.
5.    Memperbaiki pemerintahan sehingga benar-benar menjadi pemerintahan yang Islami.
6.    Mengembalikan eksistensi negara-negara Islam dengan memerdekakan negerinya dan menghidupkan kembali keagungannya
7.    Menjadi guru dunia dengan menyebarkan Islam ke tengah-tengah ummat manusia, sehingga tidak ada fitnah lagi dan Dien benar-benar hanya milik Allah.
Hasan al-Banna membagi tahapan dakwah menjadi tiga tahap :
1.    Tahap pengenalan
2.    Tahap pembentukan
3.    Tahap pelaksanaan
      Dalam Risalah Ta’alim, Hasan al-Banna berkata, “Rukun Ba’iat kita ada sepuluh. Karena itu hafallah baik-baik. Yaitu faham, ikhlas, ‘amal, jihad, berkorban, tetap pada pendirian, tulus, ukhuwwah dan percaya diri.” Kemudian ia memberi penjelasan tentang rukun-rukun tersebut. Ia berkata, “Wahai saudaraku yang sejati! Ini merupakan garis besar da’wah Anda. Anda dapat menyimpulkan prinsip-prinsip tersebut menjadi lima kalimat berikut,
1.    Allah tujuan kami
2.    Rasulullah SAW teladan kami
3.    Al-Qur’an dustur kami
4.    Jihad jalan kami
5.    Mati syahid cita-cita kami yang tertinggi
      Ciri-cirinya dapat disimpulkan pula menjadi lima kata, yaitu sederhana, membaca Qur’an, shalat, sikap ksatria dan akhlaq.”
      Ustadz Sayyid Quthb memberikan gambaran tentang pemahamannya dan pemahaman Ikhwan. Karakteristik konsepsi Islam itu berasaskan kepada :
1.    Rabbaniyah
2.    Tetap
3.    Seimbang
4.    Positif
5.    Realistik
6.    Tauhid
      Lambang al-Ikhwan al-Muslimin ialah: dua bilah pedang menyilang melingkari al-Qur’an, ayat al-Qur’an dan tiga kata: haq (kebenaran), quwwah (kekuatan) dan hurriyyah (kemerdekaan)

1.g.ii. Jama’ah Tabligh

Ta’rif
      Jama’ah Tabligh adalah sebuah jama’ah Islamiyyah yang da’wahnya berpijak kepada penyampaian (tabligh) tentang keutamaan-keutamaan ajaran Islam kepada setiap orang yang dapat dijangkau. Jama’ah ini menekankan kepada setiap pengikutnya agar meluangkan waktunya untuk menyampaikan dan menyebarkan da’wah dengan menjauhi bentuk-bentuk kepartaian dan masalah-masalah politik. Barangkali cara demikian lebih cocok mengingatk kondisi ummat Islam di India yang merupakan minoritas dalam sebuah masyarakat besar.

Sejarah Berdiri dan Tokoh-tokohnya
      Jama’ah ini didirikan oleh Syaikh Muhammad Ilyas Kandhalawi (1303 – 1364). Ia dilahirkan di Kandahlah, sebuah desa di Saharnapur, India. Mual-mula ia menuntut ilmu di desanya kemudian pindah ke Delhi sampai berhasil menyelesaikan pelajarannya di Sekolah Deoband. Sekolah ini merupakan sekolah terbesar untuk pengikut Imam Hanafi di anak benua India yang didirikan pada tahun 1283 H/1867 M.

Pemikiran dan Doktrin-doktrinnya
Oleh pendiri Jama’ah telah ditetapkan 6 prinsip yang menjadi asas da’wahnya, yaitu :
1.    Kalimat agung
2.    Menegakkan shalat
3.    Ilmu dan dzikir
4.    Memuliakan setiap Muslim
5.    Ikhlas
6.    Berjuang fi sabilillah
Metode da’wah mereka menempuh jalan berikut :
1.    Sebuah kelompok dari kalangan Jama’ah, dengan kesadaran sendiri, bertugas melakukan da’wah kepada penduduk setempat yang dijadikan obyek da’wah. Masing-masing anggota kelompok tersebut membawa peralatan hidup sederhana dan bekal serta uang secukupnya. Hidup sederhana merupakan ciri khasnya
2.    Begitu mereka sampai ke sebuah negeri atau kampung yang hendak didakwahi, mereka mengatur dirinya sendiri. Sebagian ada yang membersihkan tempat yang akan ditinggalinya dan sebagian lagi keluar mengunjungi kota, kampung, pasar dan warung-warung sambil berdzikir kepada Allah. Mereka mengajak orang-orang mendengarkan ceramah atau bayan (menurut istilah orang-orang Jama’ah)
3.    Jika saat bayan tiba, mereka semua berkumpul untuk mendengarkannya. Setelah bayan selesai, para hadirin dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok dipimpin oleh seorang da’i dari Jama’ah. Kemudian para da’i tersebut mulai mengajari cara berwudhu, membaca Fatihah, shalat atau membaca al-Qur’an. Mereka membuat halaqah-halaqah seperti itu dan diulanginya berkali-kali dalam beberapa hari.
4.    Sebelum mereka meninggalkan tempat dakwah, masyarakat setempat diajak keluar bersama untuk menyampaikan da’wah ketempat lain. Beberapa orang secara sukarela menemani mereka selama satu sampai tiga hari atau sepekan, bahkan ada yang sampai satu bulan. Semua itu dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing.
5.    Mereka menolak undangan walimah yang diselenggarakan penduduk setempat. Tujuannya agar tidak terganggu oleh masalah-masalah diluar dakwah dan dzikir serta amal perbuatan mereka tulus karena Allah semata.
6.    Dalam materi dakwah, mereka tidak memasukkan ide penghapusan kemungkaran. Sebab, mereka meyakini bahwa sekarang ini masih dalam tahap pembentukan kondisi kehidupan yang Islami. Perbuatan mendobrak kemungkaran, selain sering menimbulkan kendala dalam perjalanan dakwah mereka, juga membuat orang lari.
7.    Mereka berkeyakinan, jika pribadi-pribadi telah diperbaiki satu persatu, maka secara otomatis kemungkaran akan hilang.
8.    Keluar, tabligh dan dakwah merupakan pendidikan praktis untuk menempa seorang da’i. Sebab seorang da’i harus dapat menjadi qudwah dan harus konsisten dengan dakwahnya.
      Mereka memadang taqlid kepada madzhab tertentu adalah wajib. Konsekuensinya mereka melarang ijtihad dengan alasan sekarang ini tidak ada ulama yang memenuhi syarat sebagai seorang mujtahid.
      Dalam beberapa hal mereka terpengaruh oleh cara-cara sufisme yang tersebar di India. Karena itu mereka menerapkan praktek-praktek sufistik sebagai berikut :
1.    Setiap pengikutnya harus melakukan ba’iat kepada Syekh-nya. Barangsiapa meninggal dan ditengkuknya tidak ada ba’iat maka ia mati dalam keadaan jahiliyah. Sering ba’iat kepada Syekh ini dilakukan di tempat umum dengan cara membeberkan selendang-selendang lebar yang saling terkait sambil mengumandangkan ba’iat secara serentak. Ba’iat semacam ini sering pula dilakukan dihadapan massa wanita.
2.    Sangat berlebihan dalam mencintai Syekh. Apalagi kepada Rasulullah saw., Mereka melakukan hal-hal yang diluar tatakrama yang harus diiltizami dalam menghormati Rasulullah saw.
3.    Menjadikan mimpi-mimpi menduduki kenyataan-kenyataan kebenaran sehingga mimpi-mimpi tersebut dijadikan landasan beberapa masalah yang mempengaruhi jalan dakwahnya.
4.    Meyakini tasawuf sebagai jalan terdekat mewujudkan manisnya iman di kalbu
5.    Senantiasa menyebut-nyebut nama-nama tokoh tasawuf seperti Abdulqadir Jailani, Suhrawardi, Abu Manshur Maturidi dan Jalaluddin al-Rumi.
      Metode dakwah mereka berpijak kepada tabligh dalam bentuk targhib (memberi kabar gembira) dan tarhib (mengancam) serta sentuhan-sentuhan emosi. Mereka telah berhasil menarik banyak orang kepangkuan iman. Terutama orang-orang yang tenggelam kedalam kelezatan dan dosa. Orang-orang tersebut diubah kedalam kehidupan yang penuh ibadah, dzikir dan baca Qur’an.
      Jama’ah Tabligh selalu menjauhi pembicaraan masalah politik bahkan anggota jama’ahnya dilarang keras terjun ke gelanggang politik. Setiap orang yang terjun ke politik mereka kecam.
      Dana kegiatannya dipercayakan kepada da’i sendiri. Ada pula dana yang dikumpulkan secara terpisah-pisah, tidak terorganisasi, dari beberapa donatur langsung atau dengan cara mengirim da’i atas biaya donatur tersebut.

Beberapa Catatan dan Manfaat yang Dapat Diambil
Mereka memperluas diri secara horizontal – kuantitatif. Tetapi mereka lemah dalam mencapai keunggulan kualitatif. Sebab mencapai keunggulan kualitatif memerlukan pemeliharaan dan ketekunan yang berkesinambungan. Inilah yang tidak dimiliki Jama’ah Tabligh. Sebab orang yang mereka dakwahi hari ini belum tentu akan mereka jumpai lagi. Malah tidak jarang orang yang telah mereka dakwahi kembali lagi kedalam kehidupan semula yang penuh gemerlap dan kemewahan.
Orang-orang yang mereka dakwahi tidak mereka ikat dalam suatu struktur organisasi yang rapi. Ikatan lebih dititik beratkan kepada semacam kontak antar pribadi dengan da’i yang berlandaskan saling pengertian dan cinta kasih.
Dalam konteks penegakan hokum Islam dalam kehidupan nyata dan dalam menghadapi aliran-aliran berfikir yang telah mengerahkan potensi dan kemampuan untuk merusak dan memerangi Islam dan umatnya, gerakan mereka sangat tidak memadai.
Pengaruh dakwahnya lebih membekas secara jelas kepada pengurus masjid. Sedangkan kepada orang-orang yang sudah memiliki pemikiran dan ideology tertentu, hampir-hampir pengaruhnya tidak ada.
Dapat juga dikatakan bahwa mereka mengambil Islam sebagian dan meninggalkan sebagiannya. Memilah-milah hakikat Islam jelas bertentangan dengan watak Islam yang utuh.

Akar Pemikiran dan Sifat Ideologinya
Jama’ah Tabligh adalah jama’ah Islam yang sumber utamanya adalah Qur’an dan Sunnah. Sedangkan tareqatnya Ahlusunnah wal Jama’ah.
Jama’ah ini banyak dipengaruhi ajaran tasawuf dan tarekat seperti tarekat Justiyyah di India. Mereka mempunyai pandangan khusus terhadap tokoh-tokoh tasawuf dalam masalah pendidikan dan pengarahan.

1.g.iii. Hizb al-Tahrir

Ta’rif
Hizb al-Tahrir adalah sebuah partai politik Islam yang dakwahnya berpijak di atas keharusan mengembalikan khalifah Islamiyah. Dan dengan bertopang kepada fikrah (ide) sebagai sarana paling pokok dalam perubahan. Partai ini telah mengeluarkan ijtihad-ijtihad syar’i yang controversial dan mengundang kecaman ulama-ulama Islam.
Sejarah Berdiri dan Tokoh-tokohnya
Partai ini didirikan oleh Syaikh Taqiyuddin Nabhani (1909 – 1979 M) kelahiran Ijzim, sebuah kampung di daerah Haifa Palestina. Mendapat pendidikan di kampung halamannya, kemudian melanjutkan pelajarannya ke Al-Azhar dan Dar al-Ulum Kairo. Pernah menjadi dosen dan hakim di beberapa kota di Palestina.
Tahun 1952 Taqiyuddin Nabhani mendirikan partainya. Dengan konsentrasi penuh ia memimpin partai menerbitkan buku dan brosur-brosur yang secara keseluruhan merupakan sumber pengetahuan pokok partai. Ia hidup berpindah-pindah antara Yordania, Suriah, dan Libanon. Ia kemudian wafat dan dimakamkan di Beirut.
Amat sulit mengenal tokoh-tokoh pimpinan partai yang terkemuka disebabkan aktivitasnya yang sangat rahasia.

Pemikiran dan Doktrin-doktrinnya
Dakwah mereka tergolong salah satu dari jama’ah Islamiyah yang membawa pemikiran ahlusunnah wal-jama’ah.
Tujuan mereka terfokus kepada penerapan kehidupan Islami dengan jalan, terlebih dahulu, menegakkan negara Islam di negeri-negeri Arab, kemudian baru di negara-negara Islam lainnya. Baru setelah itu tugas dakwah dilancarkan ke negara-negara bukan Islam melalui umat Islam yang sudah sangat terbentuk.
Ciri utama Hizb at-Tahrir adalah konsentrasinya yang sangat besar kepada aspek tsaqafah dan menjadikannya sebagai landasan pembentukan pribadi Muslim dan umat Islam. Hizb at-Tahrir sangat serius mengembangkan aspek tsaqafah ini kepada anggota-anggotanya.
Selain itu, Hizb berupaya keras mengembalikan kepercayaan kepada Islam melalui aktivitas keilmuan di satu sisi dan melalui jalur politik di sisi lain. Hal ini dirumuskan seperti berikut :
1.    Melalui aktivitas tsaqafah dengan cara mendidik berjuta-juta manusia secara massal dengan tsaqafah dan ilmu-ilmu Islam. Karena itu Hizb harus tampil ditengah-tengah massa untuk berdialog, berdiskusi, tanya jawab dan semacamnya, sehingga mereka bersenyawa dengan Islam.
2.    Sedangkan melalui aktivitas politik mereka rumuskan dengan cara menginventarisasi segala kejadian dan peristiwa. Kemudian dijadikannya pembicaraan yang mengacu kepada kebenaran pemikiran dan hukum-hukum Islam dalam rangka meraih kepercayaan massa.
Dalam melakukan perubahan, Hizb membagi tiga tahapan langkahnya :
Tahap pertama ialah tahap konflik (pertarungan) pemikiran. Hal ini berlangsung dengan cara melakukan lontaran-lontaran tsaqafah dari Hizb.
Tahap kedua adalah tahap revolusi berfikir. Ini berlangsung dengan adanya interaksi masyarakat melalui aktivitas tsaqafi siyasi.
Tahap ketiga adalah tahap mengambil alih kekuasaan melalui gerakan massa. Pengambilan kekuasaan ini harus secara menyeluruh.
Hizb al-Tahrir melalaikan aspek ruhani. Ruhani dipandang hanya sebagai ide. Hizb berpendapat, “Di dalam diri manusia tidak ada gejolak ruhani dan kecenderungan jasadi. Di dalam diri manusia hanya ada kebutuhan dan instink yang harus dipenuhi. Apabila kebutuhan fisik dan instik ini terpenuhi oleh sistem dari Allah SWT, ia akan otomatis berjalan dengan ruh. Apabila kebutuhan itu terpenuhi dengan sistem yang bukan dari Allah, berarti pemenuhannya bersifat materialistik. Ini jelas akan membawa penderitaan kepada manusia.
Tentang hambatan-hambatan yang dihadapi dalam menegakkan Islam, Syekh Taqiyuddin Nabhani berpendapat, “Sekurang-kurangnya ada 8 penghambat tegaknya Islam di negara-negara Islam, yaitu :
1.    Adanya pemikiran-pemikiran tidak Islami yang menyerbu dunia Islam
2.    Berkembangnya program pendidikan yang berpola kolonial
3.    Berlanjutnya penerapan sistem pendidikan kolonialis
4.    Adanya sikap mendewakan sebagian ilmu pengetahuan dan kebudayaan dan menganggapnya sebagai ilmu universal
5.    Berkembangnya kehidupan masyarakat yang tidak Islami di dunia Islam
6.    Adanya kontradiksi antara kenyataan kehidupan umat Islam dengan hukum Islam, terutama dalam masalah politik, pemerintahan dan ekonomi. Kontradiksi itu sangat berpengaruh sehingga menimbulkan kelemahan pandangan kaum Muslimin terhadap kehidupan.
7.    Adanya pemerintahan di negara-negara Islam yang menerapkan sistem demokrasi dan kapitalis secara utuh ditengah-tengah masyarakat.
8.    Berkembangnya pendapat umum tentang kebangsaan, nasionalisme dan sosialisme.
Hizb al-Tahrir melarang anggotanya percaya kepada siksa kubur dan munculnya Dajjal. Mereka memandang dosa bagi yang mempercayainya.
Tokoh-tokoh Hizb memandang tidak perlu adanya usaha amar ma’ruf nahi mungkar. Menurut mereka, usaha tersebut pada saat ini adalah salah satu kendala tahapan pergerakan. Sebab kewajiban amar ma’ruf dan nahi mungkar merupakan tugas negara Islam, jika telah berdiri.
Dustur Hizb al-Tahrir terdiri dari 187 pasal yang dipersiapkan untuk sebuah negara Islam yang diperjuangkannya. Undang-undang dasar tersebut telah ditafsirkannya secara rinci.

Beberapa Catatan Tentang Hizb Al-Tahrir
Masalah Dakwah
1.    Perhatiannya bertumpu kepada aspek ideologis dan politis serta meremehkan aspek pendidikan dan  keruhanian
2.    Anggota Hizb disibukkan oleh berbagai diskusi dan perdebatan dengan aliran-aliran Islam lain
3.    Menempatkan akal secara berlebihan dalam membina kepribadian dan bahkan dalam aspek ‘aqidah atau keyakinan.
4.    Mengandalkan kekuatan luar dalam mencapai kekuasaan, melalui permintaan bantuan. Akibatnya tidak jarang munculnya keruwetan yang tak terduga sebelumnya
5.    Meninggalkan tugas amar ma’ruf nahi munkar untuk saat ini
6.    Tergambar bahwa cita-cita utama Hizb adalah merebut kekuasaan
7.    Keterbatasan tujuan dan malah mempersempit tujuan-tujuan Islam
8.    Konsep penambahan tsaqafah, interaksi dengan tsaqafah Hizb dan pengambilalihan kekuasaannya bertentangan dengan Sunatullah berupa ujian da’wah dan bertentangan dengan kenyataan bahwa dalam perjalanan da’wah selalu berhadapan dengan beribu tantangan
9.    Bersikap bermusuhan terhadap semua sistem kendatipun mereka sendiri bergerak di lingkungan sistem tersebut. Inilah barangkali yang mengakibatkan mereka terus menerus dikejar dan ditangkap. Tidak mustahil sikap kerahasiaannya yang keterlaluan dan ambisinya yang besar untuk merebut kekuasaan menjadikan sistem-sistem yang ada; ketakutan kepada Hizb dan mengambil sikap keras terhadapnya
Masalah Fiqh
Hizb telah mengeluarkan fatwa-fatwa dan menentukan hukum-hukum fiqh yang controversial bahkan terasa asing bagi tradisi fiqh dan rasa keislaman. Tetapi para pengikut dan anggotanya dianjurkan untuk mengamalkan, menyebarkan dan menjadikannya sebagai dasar perbuatan. Fatwa-fatwa itu antara lain :
1.    Orang kafir diperbolehkan menjadi anggota Hizb dan wanita diperbolehkan menjadi anggota Majlis Syura
2.    Boleh memandang gambar-gambar porno
3.    Boleh berciuman dengan wanita asing (bukan isteri), baik dengan disertai nafsu ataupun tidak. Demikian pula bersalaman antara laki-laki dengan wanita bukan isterinya
4.    Wanita diperbolehkan memakai cemara (wig) dan celana panjang. Jika seorang isteri tidak mentaati suaminya untuk berpakaian seperti itu, ia tidak termasuk wanita jalang.
5.    Orang kafir diperbolehkan menjadi panglima di sebuah negara Islam
6.    Negara Islam diperbolehkan membayar jizyah (upeti) kepada negara kafir
7.    Diperbolehkan berperang di bawah bendera seorang agen negara kafir selama peperangan tersebut melawan orang kafir
8.    Seorang astronot Muslim digugurkan dari kewajiban shalat
9.    Penduduk kutub Utara dan Kutub Selatan digugurkan dari kewajiban shalat dan shaum
10.  Seorang laki-laki atau perempuan yang menikah dengan salah seorang muhrimnya harus dipenjara selama 10 tahun
11.  Lalu lintas air, termasuk terusan Suez, adalah lalu lintas umum. Karena itu Hizb tidak membenarkan adanya larangan kendaraan air manapun yang akan melewatinya

Akar Pemikiran dan Sifat Ideologinya
Tampak adanya pola pemikiran nasionalisme pada pendiri partai ini. Hal ini terlihat ketika ia menerbitkan sebuah buku berjudul Risalah Arab pada tahun 1950. Dalam buku ini dinyatakan keharusan adanya skala prioritas menegakkan Daulah Islamiyyah di negara-negara Arab terlebih dahulu dan kemudian negara-negara Islam lainnya.
Syaikh Taqiyuddin Nabhani pernah bersentuhan dengan Ikhwanul Muslimin Yordania. Di dalam pertemuan-pertemuan ia sering memberikan ceramah dan memuji-muji Ikhwan serta pendirinya. Tetapi tidak berapa lama ia mendirikan Hizb al-tahrir dan dinyatakan sebagai partai independent, baik dalam pendirian atau dalam pandangan-pandangannya.
Orang-orang moderat banyak yang mendukung da’wah Hizb ini, antara lain Sayyid Quthb ketika berkunjung ke Quds pada tahun 1953. Dalam kunjungan tersebut dilakukan berbagai dialog dan ajakan menyatukan perjuangan. Tetapi Nabhani tetap pada sikapnya. Akhirnya Sayyid Quthb mengatakan, “Biarkan mereka. Mereka akan berhenti pada apa yang pernah dirintis Ikhwan.”
Penyebaran dan Kawasan-kawasan Pengaruhnya
Al-Hadharah adalah berita pekanan yang menyuarakan Hizb. Kegiatan Hizb di tingkat regional disebut Wilayah. Setiap Wilayah Organisasi dipimpin oleh Lajnah Khusus yang disebut Lajnah Wilayah. Anggotanya terdiri dari 3 sampai 10 orang. Lajnah Wilayah ini tunduk kepada Dewan Pimpinan Rahasia.
1.g.iv. Syi’ah Imamiyah (Dua Belas)

Ta’rif
Syi’ah Imamiyah Duabelas adalah sebuah kelompok ummat Islam yang berpegang teguh kepada keyakinan, bahwa Ali lah yang berhak mewarisi khalifah, dan bukan Abu Bakar, Umar dan Usman ra. Diyakininya ada 12 Imam. Imam yang terakhir – kata mereka – menghilang, masuk dalam goa di Samara (kota di Iraq dekat sungai Tigris). Sekte Imamiyah inilah yang bertentangan dengan Ahlussunnah Wal Jama’ah dalam pemikiran dan ide-idenya yang spesifik. Mereka sangat berambisi untuk menyebarkan madzhabnya ke segenap penjuru dunia Islam.

Sejarah Berdiri dan Tokoh-tokohnya
Dua belar Imam yang dijadikan Imam oleh dan untuk mereka, berantai secara berurutan sebagai berikut :
1.    Ali bin Abi Tjalib r.a. digelari dengan Al Murtdha, terbunuh oleh Abdurrahman bin Muljim di masjid Kufah pada tanggal 17 Ramadhan 40 H
2.    Hasan bin Ali r.a., digelari Al Mujtaba
3.    Husein bin Ali r.a., digelari “al Syahid” (yang mati syahid)
4.    Ali Zainal Abidin bin Husein, digelari Assajjad’.
5.    Mohammad Baqir bin Ali Zainal Abidin digelari “Baqir”.
6.    Ja’far Shodiq bin Mohammad Baqir digelari “As-shodiq” (sejati)
7.    Musa Kadzim bin Ja’far Shadiq. Digelari “Kadzim”. (yang mampu menahan diri)
8.    Ali Ridha bin Musa Kadzim, digelari “Ridha”
9.    Muhammad Jawwad bin Ali Ridha, digelari “Taqi”. (yang banyak taqwa)
10.  Ali Hadi bin Muhammad Jawwad, digelari “Naqiy” (suci bersih)
11.  Hasan Askari bin Ali Hadi, digelari Zaki (yang suci)
12.  Muhammad Mahdi bin Muhammad Al Askari yang digelari “Imam Muntadhar” (Imam yang dinantikan)
Diyakininya, bahwa Imam yang ke duabelas telah masuk ke dalam goa di rumah ayahnya di kota Surro Man Ro’a, dan tidak kembali. Mayoritas peneliti, cenderung berpendapat, bahwa Imam itu sama sekali tak ada. Itu adalah sesuatu yang dibuat-buat oleh orang-orang Syi’ah, kemudian digelari dengan “Imam yang Tiada”.
Secara histories, di antara tokoh-tokohnya yang menonjol ialah Abdullah bin Saba’. Seorang Yahudi dari Yaman, yang berpura-pura memeluk Islam. Ditransfernya apa-apa yang ditemukannya dalam ide-ide Yahudi kepada Syi’ah. Seperti “raj’ah” (munculnya kembali imam), tidak mati, menjadi raja di bumi, berkemampuan untuk melakukan sesuatu yang tak ada seorangpun mampu melakukannya, mengetahui apa yang tak diketahui orang, ditetapkan sifat berpemulaan dan sifat lalai bagi Allah. Abdullah bin Saba’ telah berpindah-pindah dari Madinah ke Mesir, Kufah, Fusthath dan Basrah; kemudian berkata kepada Ali r.a.: “Engkau, Engkau!”. Maksudnya: Engkaulah Allah. Sesuatu yang mendorong Ali r.a. memutuskan diri untuk membunuhnya, tetapi Abdullah bin Abbas r.a. menasehatinya, agar keputusan itu tidak dilaksanakan. Kemudian tokoh itu dibuang ke Madain.



Pemikiran dan Doktrin-doktrinnya
Imamah: Harus dengan tekstual. Imam terdahulu harus menentukan imam penggantinya secara tekstual dan langsung ditunjuk orangnya, bukan dengan bahasa isyarat. Tidak boleh dibiarkan masing-masing orang menyampaikan pendapatnya tentang imamah sendiri-sendiri. Justru harus ditentukan seseorang yang menjadi tempat bertanya dan rujukan.
Mereka berdalil, bahwa dalam imamah, Rasulullah SAW. telah menentukan Ali bin Abi Thalib r.a. menjadi imam setelah beliau secara tekstual yang nyata pada hari “Ghadir Kham”. (Ghadir Kham adalah sebuah hari besar bagi syi’ah yang dianggap lebih agung daripada hari Raya Fithri dan Adhha. Hari itu jatuh pada tanggal 18 Dzulhijjah. Berpuasa pada hari itu menurut mereka adalah sunnah mu’akkad.)
Diyakininya, bahwa Ali r.a. juga telah menentukan kedua putranya Hasan dan Husein secara tekstual, dan begitu seterusnya, bahwa setiap imam menentukan imam berikutnya dengan wasiat daripadanya.
‘Ishmah : Setiap imam terpelihara (Ma’shum) dari segala kesalahan, kelalaian dan dosa, baik dosa besar ataupun dosa kecil.
‘Ilmu : Setiap imam dititipi ilmu dari Rasulullah SAW. untuk menyempurnakan syari’at Islam. Imam memiliki ilmu ladunni. Tak ada perbedaan antara imam dengan Rasulullah SAW. Yang membedakan, bahwa Rasulullah mendapat wahyu. Rasulullah SAW. telah menitipkan kepada mereka rahasia-rahasia syari’at Islam, agar mereka mampu memberikan penjelasan kepada manusia sesuai dengan kebutuhan zamannya.
Sesuatu Yang Luar Biasa : Peristiwa yang luar biasa boleh terjadi pada diri imam. Itu disebut ‘mu’jizat. Jika tidak ada satu teks tertulis dari imam sebelumnya, maka dalam kondisi seperti itu penentuan imam harus berlangsung berdasarkan sesuatu yang luar biasa itu.
“Al Ghaibah” (Menghilang): Diyakininya, bahwa zaman tidak pernah kosong dari sebuah argumentasi yang membuktikan Allah, baik secara logika maupun secara hukum. Sebagai konsekwensi logisnya, bahwa Imam yang ke 12 telah menghilang di sebuah goa. Ini adalah salah satu mitos mereka.
Roj’ah (muncul kembali): Diyakininya bahwa Imam Hasan Al Askari akan dating kembali pada akhir zaman, ketika Allah mengutusnya untuk tampil. Mereka berkata, bahwa ketika kembali, imam itu akan memenuhi bumi dengan keadilan, sebagaimana bumi sedang dibanjiri oleh kekejaman dan kedzoliman. Dan ia akan melacak lawan-lawan Syi’ah sepanjang sejarah.
Taqiyah: Dianggapnya sebagai salah satu pokok ajaran agama. Barangsiapa yang meninggalkan taqiyah, sama hukumnya dengan meninggalkan shalat. Taqiyah adalah suatu kewajiban yang tidak boleh dihapuskan, sampai yang berwenang tampul. Barangsiapa yang meninggalkannya sebelum ia tampil, maka ia telah keluar dari agama Allah dan dari agama Imamiah.
Dihubung-hubungkannya dengan Abu Ja’far, Imam yang kelima, dengan ucapannya: “Taqiah adalah agamaku dan agama nenek moyangku. Tak ada imannya seseorang yang tidak memiliki taqiah”. Diperluasnya pemahama taqiah itu sampai kepada batas dusta dan haram.


Diyakininya, ada mushhaf versi mereka, yang namanya “Mushhaf Fatimah”. Dalam bukunya, “Al Kafi”, Kulaini meriwayatkan dari Abi Basyir, ya’ni “Ja’far Shodiq”: “Bahwasannya kami mempunyai Mushhaf Fatimah r.a., seraya berkata, Kataku: Apa itu Mushhaf Fathimah? Ia berkata: Sebuah Mushhaf yang isinya seperti Qur’an kalian 3 kali, Demi Allah, tidak ada satu hurufpun isinya dari Qur’an kalian”.
“Lepas Tangan”: Mereka lepas tangan daripada ketiga orang khalifah Rasulullah SAW. Abu Bakar, Umar dan Utsman r.a., dan memberi mereka sifat-sifat tercela. Sebab, - menurut keyakinan mereka -, ketiga orang khalifah itu telah merampas khalifah dari orang yang paling berhak untuk menerimanya. Mereka juga melaknat Abu Bakar dan Umar r.a., dalam mengawali segala amal perbuatan yang baik, sebagai ganti daripada membaca “Basmalah”. Mereka juga tidak segan-segan untuk melaknat sebagian besar para sahabat Rasulullah SAW. Dan tidak ketinggalan pula untuk melaknat dan menghina Ummul mu’minin ‘Aisyah r.a.
“Berlebihan”: Sebagian mereka sangat berlebihan dalam menokohkan Ali bin Abi Thalib r.a. Bahkan ada yang mengangkatnya sampai pada derajat “Tuhan” seperti sekte Sabaisme.
Diselenggarakannya pesta-pesta hiburan, kematian, kesedihan, berfoto-foto dan menepuk dada dan perbuatan-perbuatan terlarang lainnya yang dipentaskan oleh mereka pada 10 hari pertama bulan Muharram, dengan keyakinan bahwa itu semua dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.

Akar Pemikiran dan Keyakinannya
-          Asal usul timbulnya Syi’ah adalah sebagai akibat daripada pengaruh keyakinan-keyakinan orang Persia yang menganut agama raja dan warisan nenek moyang. Orang-orang Persia telah mempunyai andil besar dalam proses pertumbuhan Syi’ah untuk membalas dendam terhadap Islam yang telah menghancur luluhkan kekuatan mereka dengan mengatasnamakan Islam sendiri
-          Ide Syi’ah bercampur aduk dengan ide-ide yang dating dari keyakinan-keyakinan di Asia, seperti Budhisma, Manaisme, Brahmaisme dan mereka-mereka yang berkeyakinan kepada reinkarnasi dan pantheisme
-          Syi’ah mengadopsi ide-idenya dari Yahudisme
-          Pendapat mereka tentang Ali r.a., para imam dan Ahlul Bait (keluarga Rasulullah SAW.) mendapatkan titik temu dengan pendapat-pendapat orang Kristen tentang Isa a.s. (Yesus Kristus). Orang-orang Syi’ah hampir mirip dengan orang-orang Kristen dalam memperingati hari-hari besar, memperbanyak gambar dan patung dan membuat-buat sesuatu yang luar biasa.

1.g.v. Da’wah Salafiyah

Ta’rif
Da’wah Salafiyah adalah pelopor gerakan-gerakan Ishlah (reformasi) yang muncul menjelang masa-masa kemuduran dan kebekuan pemikiran di Dunia Islam. Da’wah ini menyerukan agar ‘aqidah Islam dikembalikan kepada asalnya yang murni, dan menekankan pada pemurnian arti tauhid dari syirik dengan segala manifestasinya. Sebagian orang ada yang menyebut da’wah ini dengan nama Wahhabi, karena dinisbatkan kepada nama pendirinya, yaitu Muhammad bin Abdul Wahhab
Sejarah Berdiri dan Tokoh-tokohnya
Muhammad bin Abdul Wahab (1115 – 1206 H/1703 – 1791 M) dilahirkan di Desa ‘Unainah, dekat kota Riyadh. Mulai belajar pertama kali kepada orang tuanya sendiri tentang fiqih Hambali, tafsir dan hadits. Dan sudah hafal al-Qur’an ketika berusia 10 tahun. Pergi ke Madinah untuk menuntut ilmu syari’ah. Di kota ini, ia berjumpa dengan Syeikh Muhammad Hayat Al-Sindi, penulis Hasyiah Shahih Bukhari. Pengaruh Syeikh tersebut terhadap diri Muhammad bin Abdul Wahhab sangat besar.
Setelah kembali ke ‘Uyainah, ia kembali berangkat menuju Irak untuk mengunjungi Basrah, Bahgdad dan Maushil. Di setiap kota tersebut, ia berjumpa dengan para Syeikh dan ulama untuk menimba ilmu dari mereka.

Pemikiran dan Doktrin-doktrinnya
Pendiri Da’wah Salafiyah, dalam study-studynya bermadzhab Hambali. Tetapi dalam fatwa-fatwanya tidak selalu terikat dengan madzhab tersebut, apabila ditemukan dalil berbeda yang lebih rajih. Oleh karena itu, Salafiyah bisa disebut “La madzhabiyah” (tidak bermadzhab) dalam ushul dan bermadzhab “Hambali” dalam furu’.
Da’wah Salafiyah menyerukan dibukanya pintu ijtihad setelah lama tertutup sejak jatuhnya Baghdad pada tahun 656 H.
Ditekankan perlunya merujuk kepada al-Qur’an dan al-Sunnah serta tidak menerima persoalan apapun tentang ‘aqidah yang tidak bersandar kepada dalil yang langsung dan jelas dari al-Qur’an dan al-Sunnah.
Berpegang teguh kepada manhaj Ahlusunnah Wal-Jama’ah dalam memahami dalil dan berdasarkan kepadanya.
Menyeru kepada pemurnian arti tauhid dengan menuntut kepada ummat Islam agar mengembalikan tauhid kepada apa yang difahami ummat Islam pada masa awal Islam.
Dihidupkannya kewajiban jihad. Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri merupakan potret seorang mujahid yang aktif menaklukkan berbagai negeri, menyebarkan da’wah, menghancurkan berbagai kemusyrikan dengan segala manifestasinya.
Dihancurkannya berbagai bentuk bid’ah dan khurafat yang waktu itu merajarela karena kebodohan dan kemunduran ummat Islam.
Dibaginya tawassul menjadi 2 bagian. Yaitu :
1.    Tawasul yang dianjurkan: ialah tawassul yang dilakukan dengan menyebut asma Allah
2.    Tawasul bid’ah yang dilarang: ialah tawasul yang dilakukan dengan menyebut nama orang-orang shaleh.
Dilarang membangun kuburan.
Ditentangnya segala bentuk ungkapan dan petualangan thareqat sufistik yang dimasuk-masukkan ke dalam agam yang tak pernah ada sebelumnya.
Segala sesuatu yang didiamkan oleh hokum syara’ adalah dimaafkan. Tak ada seorangpun yang berhak untuk mengharamkan, mewajibkan, menyunatkan atau memakruhkannya. (QS. 5:101)
Meninggalkan dalil yang jelas dan beristidlal kepada kata yang mutasyabihat adalah jalannya orang-orang zindik, seperti kaum rafidhah dan khawarij. (QS 3:7)

Syeikh telah menjelaskan bentuk-bentuk syirik dengan segala tingkatannya, yaitu:
1.    Syirik akbar (besar): ialah syirik dalam ibadah, niat, ketaatan dan kecintaan
2.    Syirik asghar (kecil): ialah riya’
Riya sedikit saja sudah termasuk syirik. (HR. Hakim)
3.    Syirik khafi (tersembunyi): ialah syirik yang menyebabkan seorang mu’min bisa terperosok ke dalamnya, tanpa diketahuinya.
Syirik pada ummat Isalm itu lebih tersembunyi daripada getaran seekor semut hitam yang berjalan di atas batu hitam pada malam yang gelap gulita. (hadits)
Da’wah Salafiyah telah membangunkan ummat Islam di bidang pemikiran setelah lama tenggelam dalam lumpur kemunduran, kejumudan dan taqlid buta.

Akar Pemikiran dan Sifat Ideologinya
Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab telah mengikuti jejak langkah tiga orang tokoh besar. Yaitu :
1.    Imam Ahmad bin Hambal (164 – 241 H)
2.    Ibnu taimiyah (661 – 728 H)
3.    Muhammad Ibnul-Qayim Al-Jauziyah (691 – 751 H)
Oleh karena itu, da’wahnya merupakan pantulan dari gema pemikiran-pemikiran mereka dan sekaligus merupakan terjemahan dari tujuan-tujuan mereka dalam realitas amaliyah yang nyata.

Penyebaran dan Kawasan-kawasan Pengaruhnya
Da’wah Salafiyah sampai ke luar Jazirah Arabia setelah dibawa oleh para delegasi jama’ah haji. Da’wah tersebut telah meninggalkan jejak dan pengaruh yang besar terhadap gerakan ishlah (reformasi) yang telah bangkit di Dunia Islam yang lahir kemudian. Seperti gerakan mahdiyah, Sanusiyah, Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh di Mesir dan gerakan-gerakan lainnya di Benua India.

1.g.vi. Sufisme

Ta’rif
Tasauf adalah sebuah gerakan keagamaan yang tersebar di dunia Islam setelah semakin luasnya daerah penaklukan Islam, dan semakin pesatnya kemajuan ekonomi. Gerakan ini merupakan reaksi yang kontradiktif terha-dap kehidupan masyarakatnya yang sedang tenggelam dalam suatu pera-daban yang serba mewah. Hal itulah yang mendorong sebagian masyarakat cenderung kepada sikap zuhud. Sikap ini semakin lama-semakin berkem-bang, sehingga terbentuklah di kalangan mereka suatu cara (thareqat) tersendiri, yang kemudian dikenal dengan Sufisme. Sebuah thareqat di mana sengaja mereka dirikan untuk membina dan mendidik jiwa dalam upaya mencapai ma’rifat Allah dengan kasyf (membuka tabir) dan musya-hadah (menyaksikan langsung), bukan dengan cara taqlid atau istidlal (menarik kesimpulan). Akan tetapi setelah itu, mereka cenderung mencari jalan sendiri, sehingga thareqat mereka dimasuki oleh filsafat-filsafat India, Persia, Yunani dan filsafat-filsafat lainnya.
Pemikiran dan Doktrin-doktrinnya
Pertama : Pokok-pokok dan rumusan-rumusan
-          Harus berdzikir, melakukan renungan rohani dan memusatkan pikiran tentang Allah. Derajat tertinggi menurut mereka ialah derajat “W a l i”.
-          Perlunya konsistensi terhadap perintah-perintah syara’ :
-          Sahal Tasatturi berkata: “Pokok-pokok thareqat kami itu ada tujuh: berpegang teguh kepada Al-Qur’an, meneladani Sunnah, makan yang halal, tidak menyakiti orang lain, menjauhi maksiat, terus menerus bertaubat dan menjalankan hak.
-          Abu Yazid Al-Busthami berkata: “Jika kalian mendapatkan seseorang dikarunia satu karamah sehingga ia bisa terbang ke angkasa, maka kalian janganlah merasa bangga terhadap orang tersebut, sehingga kalian melihat atau mengetahui bagaimana dia memerintah terhadap sesuatu dan melarangnya, bagaimana dia memelihara hukum dan menjalankan syari’at.
-          Al-Ghazali berkata: “Andaikan Anda melihat seseorang terbang di angkasa dan berjalan di atas air, tetapi memerintahkan sesuatu yang bertentangan dengan syari’at, maka ketahuilah, bahwa dia adalah syetan.
-          Al-Ghazali berpendapat, bahwa akal saja tidaklah cukup untuk dijadikan sarana menuju ma’rifat. Tetapi harus ada satu kekuatan lain di balik kekuatan akal yang bisa membuka mata hati, di mana manusia bisa melihat sesuatu yang ghaib dan yang akan terjadi di masa mendatang. Itu semua tidak bisa dicapai, kecuali oleh orang yang memiliki iman seperti imannya orang-orang arif yang bisa menyaksikan dengan cahaya keyakinan.
-          Orang-orang tasauf berbicara tentang ilmu “ladunni”, yang menurut mereka ada pada para nabi dan wali. Seorang musyahid (penyaksi) itu menjadi fana, sampai ia lupa akan dirinya sendiri dan segala sesuatu selain Allah. Qusyaipi berkata: “Barangsiapa yang didominasi oleh kekuatan hakekat, sampai ia tidak menyaksikan apa-apa selain dari Dia maka sebenarnya ia telah fana dari makhluk dan tinggal bersama Yang Maha Haq. Tingkatan fana yang tertinggi ialah apa yang mereka sebut dengan “Maqam Jam’il Jam’i” yaitu fananya seorang hamba dari alam nyata, dengan menenggelamkan dirinya dalam wujud Yang Maha Haq.”

Kedua: Beberapa Thareqat Sufisme
-          Qadiriyah: Dinisbatkan kepada Abdul Qadir Jaelani (470 – 561 H). Ia dimakamkan di Baghdad dan diziarahi setiap tahun oleh sebagian besar para pengikutnya untuk dimintai barakahnya. Tokoh ini, termasuk lautan ilmu pada zamannya. Para pengikutnya sering menisbatkan bermacam-macam karamah padanya
-          Rifa’iyah: Dinisbatkan kepada Ahmad Al-Rifa’i(wafat 580). Para pengikutnya menggunakan pedang dan keris dalam membuktikan bermacam-ragam karamahnya. Tokoh ini sangat zuhud dan banyak melakukan riyadhah kejiwaan. Thareqatnya tersebar di Asia Barat.
-          Ahmadiyah: Dinisbatkan kepada Ahmad al-Badawi, seorang wali terbesar di Mesir (596-634 H). Tokoh ini terkenal ahli berkuda, beri’tikaf dalam ibadah, dan tidak mau kawin. Para pengikutnya tersebar luas di seluruh pelosok Mesir. Ciri-ciri mereka adalah sorban merah.
Ketiga : Kelancangan-kelancangan Sufisme
-          Sebagian sufi ada yang menempuh cara menghadirkan ruh, dengan keyakinan, bahwa itu dari tasauf. Sebagian lagi ada yang menempuh cara-cara mitik dan magis. Mereka memberi perhatian khusus pada kuburan para wali. Kuburannya dibangun, diberinya lampu, diziarahinya, dimintainya barakah, dengan segala bentuk bid’ah yang sama sekali tidak dibenarkan oleh al-Qur’an dan al-Sunnah.
-          Sebagian ada yang berpendapat, tentang tidak berlakunya taklif (menjalankan kewajiban-kewajiban agama) bagi seorang wali. Artinya, bahwa ibadah tidaklah menjadi keharusan bagi seorang wali sebab ia telah mencapai suatu tingkatan, dimana ia tak perlu lagi melakukan kewajiban-kewajiban itu. Sebab, jika ia sibuk dengan pekerjaan-pekerjaan syar’i dengan segala fenomenanya, maka ia akan terputus dari keterpeliharaan bathinnya. Selanjutnya ia akan dikacaukan oleh bermacam ragam pikiran.
-          Kritik Ghazali terhadap meeka yang telah diselimuti sifat-sifat sombong, antara lain terhadap kelompok-kelompok berikut ini :
§  Mereka yang berasa bangga terhadap pakaian, sikap dan logika
§  Mereka yang mengklaim ilmu ma’rifat, menyaksikan Yang Haq dan melampaui maqam dan ahwal
§  Mereka yang terjerumus ke dalam perilaku permisif, melipat hamparan syara’, menolak ahwal, dan menganggap sama antara yang halal dan yang haram.
§  Mereka yang berkata: “Beramal secara fisik tidak mempunyai nilai sama sekali. Sebab yang dilihat itu, hatinya. Sedangkan hati kami ini sangat rindu mencintai Allah, sebagai perekat bagi ma’rifat Allah. Kami hanya terjun di dunia ini dengan tangan-tangan kami, sementara hati kami berdiam dalam rububiyaj Allah.”
-          Al Hallaj yang dianggap sebagai pencetus aliran Ittihad dan Hulul mengeluarkan ucapan-ucapan, antara lain :
§  Aku adalah Dia yang paling mencintai
Dan Dia yang paling mencintai itu adalah aku
Kami adalah dua ruh yang menyatu dalam satu tubuh
Apabila Dia melihatku, akupun melihatNya
Dan apabila aku melihatNya, maka Dia pun melihat kami.

Akar Pemikiran dan Aqidahnya
-          Tidak syak lagi, bahwa zuhud, wara’, taubat dan ridah yang diserukan oleh para sufi adalah sebagian daripada ajaran Islam. Dan Islam menganjurkan untuk berpegang teguh kepada sifat-sifat tersebut dan beramal demi sifat-sifat terpuji itu.
-          Akan tetapi, sebagian mereka yang telah mencapai tingkatan hulul, ittihad, fana dan menempuh cara mujahadah yang sulit; sebenarnya mereka memperoleh hal-hal seperti itu dari sumber-sumber luar yang masuk ke dalam ajaran Islam, seperti Hinduisme, Budhisme dan agama Masehi
-          Menggugurkan taklif (kewajiban menjalankan ajaran agama) dan melampaui batas dalam syari’at adalah sesuatu yang dikenal dalam Brahmaisme. Seorang Brahma berkata: “Setiap kali aku bersatu dengan Brahma, aku tidak berkewajiban lagi untuk beramal atau melakukan suatu kewajiban agama”.

Tempat Tersiar dan Kawasan kejayaannya
-          Thareqat-thareqat tasauf secara aktif menyebarkan Islam di kawasan yang penyebaran Islamnya tidak dilakukan lewat peperangan. Hal itu terjadi, karena mereka (para sufi) mempunyai pengaruh rohani yang disebut dengan “daya tarik”, seperti terjadi di Indonesia, sebagian besar Afrika dan negeri-negeri lainnya.
-          Sufisme mulai mundur sejak akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Setelah itu tak pernah lagi memiliki otoritas seperti yang pernah mereka capai pada masa-masa sebelumnya.

Maraji’
Musthafa Masyhur, Amal Jama’i
Irwan Prayitno, Fiqhud Dakwah
Yusuf Qardhawy, Fiqhul Ikhtilaf
Lembaga Pengkajian dan Penelitian WAMY, Gerakan Keagamaan dan Pemikiran





 
Top