1. Amal Jama’i
1.a. Pengertian Amal Jama’i
Amal Jama’i (gerakan
bersama) secara bahasa berarti “sekelompok manusia yang berhimpun bekerja
bersama untuk mencapai tujuan yang sama.”
Al-‘amalul al-jamaa’i
berarti bekerja sama berdasarkan kecepakatan dan bekerja bersama-sama sesuai
tugas yang diberikan untuk memantapkan amal. Jadi, Al-‘amalul al-jamaa’i mendistribusikan
amal (pekerjaan) kepada setiap anggota berdasarkan potensi yang dimilikinya
untuk mencapai tujuan.
1.b. Beberapa ciri Amal Jama’i
1.
Aktivitas yang dijalankannya harus berdasarkan
keputusan jamaah
Dalam konteks gerakan bersama,
tindakan yang diambil oleh setiap anggota sebagai tambahan dari apa yang telah
disebutkan harus berada dalam batas-batas Syar’i.
2.
Mempunyai sistem organisasi yang lengkap dan aktivitas dijalankan
secara rapi dan tersusun
Tujuan pengangkatan seorang Ketua dalam suatu
organisasi atau jama’ah bukan semata-mata sebagai lambang, tetapi bertujuan
untuk mencapai tujuan organisasi dan memudahkan jama’ah untuk bergerak dan
bertindak melakukan aktivitas Islami.
Dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut tidak
semua orang harus melaksanakannya, dan tidak semua orang harus terlibat dengan
semua kegiatan tersebut. Bahkan sebaiknya masing-masing mengambil
porsinya sendiri-sendiri.
3.
Tindakan dan kegiatannya sesuai dengan strategi pendekatan yang telah
digariskan oleh jamaah
4.
Seluruh kegiatannya bertujuan untuk mencapai cita-cita yang telah
ditetapkan bersama
1.c. Urgensi amal jama’i
1.
Dustur Ilahi :
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang
mungkar; mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran 3:104)
Dalam ayat ini Allah telah
mengisyaratkan tentang wajibnya melaksanakan dakwah secara amal jama’i.
2.
Perjuangan Islam terlalu berat untuk dipikul
secara individual karena perjuangan Islam bertujuan mengikis habis jahiliyah
sampai ke akar-akarnya dan menegakkan Islam sebagai penggantinya.
Tanpa adanya struktur (tandzim)
haraki yang setarap dengan struktur yang dihadapi (jahiliyah) dalam segi
kesadaran, penataan dan kekuatan, tugas perjuangan Islam tak mungkin dapat
dihasung meskipun dengan berpayah-payah dan pengorbanan seluruh kemampuan.
3.
Da’wah secara jama’ah adalah da’wah yang paling
efektif dan sangat bermanfaat bagi Gerakan Islam. Sebaliknya da’wah secara
sendirian akan kurang pengaruhnya dalam usaha menanamkan ajaran Islam pada umat
manusia.
4.
Beramal jama’i (bergerak secara bersama) akan
memperkuat orang-orang yang lemah dan menambah kekuatan bagi orang-orang yang
sudah kuat. Satu batu bata
saja akan tetap lemah betapapun matangnya batu bata tersebut. Ribuan batu bata
yang berserakan tidak akan membentuk kekuatan, kecuali jika telah menjadi
dinding, yaitu antara batu bata yang satu dengan yang lain telah direkat dan
ditata secara rapi.
“Orang Mu’min yang satu dengan orang Mu’min lainnya
seperti bangunan yang saling memperrekat.” (Muttafaq ‘alaih)
"Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan
jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran." (Al Maaidah 5:2)
5.
Beramal jama’i sebagai sarana mencapai keridhaan Allah
“Sesungguhnya
Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang
teratur, seolah-olah mereka adalah bagunan yang tersusun kokoh.” (QS.
Ash Shaff 61:4)
6.
Dengan amal jama’i balasan yang diberikan
berlipat ganda
Allah SWT memberikan ganjaran yang
besar kepada ibadah yang dilakukan secara berjamaah seperti shalat berjamaah
dan sebagainya.
7.
Iman lebih terpelihara dalam lingkungan amal jama’i
Persatuan dalam amal jama’i merupakan benteng
pertahanan dari ancaman kehancuran. Seorang diri bisa saja lenyap, jatuh atau
disergap oleh syethan-syethan manusia dan jin. Tetapi jika ia berada di dalam
Jama’ah maka akan terlindungi.
Seperti seekor kambing yang berada di tengah
kawanannya. Tidak ada serigala yang berani memangsanya karena perlindungan
kawanan itu sendiri. Serigala akan berani memangsanya manakala kambing itu
keluar dari kawanannya atau berjalan sendirian.
“Kalian
harus berjama’ah karena tangan Allah bersama Jama’ah. Barang siapa
melesat sendirian maka ia akan melesat sendirian di neraka.” (Hadits)
“Sesungguhnya syethan adalah serigala manusia dan
serigala itu hanya memakan kambing yang lepas (dari kawanan).” (Hadits)
“Kalian harus ber-Jama’ah, karena syethan itu bersama
orang yang sendirian dan dia akan lebih jauh terhadap dua orang.” (Hadits)
8.
Kebathilan yang terorganisir dapat mengalahkan
kebaikan yang tidak terorganisir
1.d. Jamaah Minal Muslimin (Jamaah dari kaum Muslimin)
Jamaah
yang ada sekarang adalah jamaah minal muslimin bukan jamaah muslimin. Artinya,
ada jamaah lain yang bergerak dan berdakwah untuk mencapai jamaah muslimin.
Jamaah muslimin adalah khilafah Islamiyah yang tunggal, tidak boleh ada jamaah
setelah berdirinya, karena Nabi Saw. bersabda untuk membunuh satu dari dua
pimpinan jamaah muslimin (khalifah Islamiyah)
1.e. Bahaya Perpecahan Umat. Persatuan : Suatu Kewajiban Islam
Tidak menjadi masalah jika di dalam tubuh
Kebangkitan Islam itu terdapat berbagai amal jama’i, kelompok atau
Jama’ah, yang masing-masing memiliki manhaj tersendiri dalam berkhidmat
dan berjuang menegakkan Islam di muka bumi, sesuatu dengan penentuan sasaran,
skala prioritas, sasaran dan tahapannya.
Tidaklah menjadi masalah, apabila hal itu
merupakan ta’addudu tanawwu’ (perbedaan yang bersifat variatif) bukan ta’addudu
ta’arudh (perbedaan yang bersifat kontradiktif). Asalkan semua pihak ada
hubungan kerja dan koordinasi. Sehingga saling menyempurnakan dan menguatkan.
Dalam menghadapi masalah-masalah asasi dan keprihatinan bersama harus mencerminkan
satu barisan, laksana bangunan yang kokoh.
Tetapi yang menjadi masalah adalah jika satu
gerakan Islam meluncur-kan makar terhadap gerakan Islam lainnya. Sehingga musuh
itu datang dari dalam tubuh Kebangkitan Islam itu sendiri.
Tidaklah berbahaya jika terjadi perbedaan
pendapat khususnya dalam soal-soal furu’ (cabang) dan sebagian ushul
(pokok) yang tidak prinsipil. Tetapi yang berbahaya adalah perpecahan dan
permusuhan yang telah diperingatkan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.
Islam membenci perpecahan !
“Dan
janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai berai dan berselisih
sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah
orang-orang yang mendapat siksa yang berat” (QS. Ali Imran: 105)
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan
mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikit pun tanggung
jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada
Allah, kemudian Allah akan Memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.”
(QS. Al An’aam 6:159)
“Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah
tentangnya”. (QS. Asy-Syura 42:13)
“Barang siapa memisahkan diri dari Jama’ah sejengkal
kemudian dia mati maka matinya adalah (mati) jahiliah”. (Muttafaq ‘alaih)
“Jauhkanlah diri kalian dari tindakan merusak hubungan
persaudaraan karena tindakan itu adalah pencukur (agama)” (HR. Tirmidzi)
Islam sangat membenci perpecahan
dan perselisihan, sampai Rasulullah saw. memerintahkan kepada orang yang sedang
membaca al-Qur’an agar menghentikan bacaannya apabila bacaannya itu akan
mengakibatkan perpecahan.
“Bacalah al-Qur’an selama bacaan itu dapat menyatukan
hati kalian, tetapi jika kalian berselisih maka hentikanlah bacaan itu”
(Muttafaq ‘alaih)
Artinya bubarlah dan pergilah
supaya perselisihan itu tidak berlarut-larut lalu menimbulkan keburukan.
Kendatipun keutamaan membaca al-Qur’an sangat besar, tetapi Nabi saw. tidak
mengizinkan membacanya apabila bacaan itu akan membawa kepada pertentangan dan
perselisihan. Baik perselisihan itu menyangkut qira’at ataupun
menyangkut adab-adab lainnya. Para
shahabat diperintahkan agar membubarkan majlis pada saat terjadinya
perselisihan. Sementara itu masing-masing mereka tetap diperbolehkan berpegang
teguh dengan qira’atnya.
Bimbingan Islam untuk memelihara
persatuan :
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara karena
itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu
mendapat rahmat.” (Al-Hujurat 49:10)
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum
mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok)
lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok).” (al-Hujurat 49:11)
“Jauhkanlah
diri kalian dari prasangka, karena prasangka itu merupakan omongan yang paling
dusta. Janganlah saling mencurigai, saling menghasut, saling iri hati,
saling membenci dan saling membuat makar. Tetapi jadilah Hamba-hamba Allah yang
saling bersaudara”. (hadits)
Ada satu kisah di dalam al-Qur’an
yang mengajarkan agar kita senantiasa menjaga kesatuan. Kisah tersebut ialah
kisah Musa as. ketika pergi untuk memenuhi “panggilan” Allah selama tiga puluh
malam kemudian disempurnakan dengan sepuluh sehingga menjadi empat puluh malam.
Selama kepergian tersebut tugas Nabi Musa as. digantikan oleh saudaranya dan
partnernya, Harun as. Selama kepergian Nabi Musa as. inilah, kaum diuji dengan
penyembahan anak sapi yang dibuat oleh Samiri. Setelah kembali kepada kaumnya,
Nabi Musa as. dikejutkan oleh penyimpangan besar yang menyentuh esensi aqidah
yang dibawanya dan dibawa oleh semua Rasul sebelum ataupun sesudahnya.
Nabi Musa kemudian marah lalu
melemparkan lembaran-lembarannya seraya menjambak rambut saudaranya dan berkata
:
“Hai Harun! Apakah yang menyebabkanmu, waktu engkau
melihat mereka sesat, untuk tidak mengikuti (contoh)-ku? Apakah (dengan sengaja) engkau telah durhaka
kepada perintahku?” (QS. Thaha 20:92-93)
Jawaban Nabi Harun seperti disebutkan dalam
al-Qur’an ialah :
“Ia
(Harun) menjawab: Hai anak ibuku, janganlah engkau jambak jenggotku dan
janganlah engkau tarik rambut kepalaku. Sesungguhnya aku takut engkau akan
berkata: “Engkau telah memecah belah Bani Israel dan engkau tidak pelihara
perkataanku”. (QS. Thaha 20:94)
Di dalam jawaban ini kita lihat bahwa Nabi
Allah, Harun meminta maaf kepada saudaranya dengan ungkapan : “Aku takut
bahwa engkau akan berkata: engkau telah memecah belah Bani Israel dan engkau
tidak pelihara perkataanku”.
Ini berarti Nabi Harun as. mendiamkan
tindakan kemusyrikan besar dan penyembahan anak sapi yang dibuat oleh Samiri,
demi menjaga kesatuan Jama’ah dan khawatir akan perpecahannya. Tentu saja
kekhawatiran tersebut hanya bersifat sementara, selama kepergian Musa. Setelah
Nabi Musa kembali, kedua Rasul bersaudara ini bekerjasama dalam menangani
krisis yang timbul.
1.f. Analisa Tugas Amal Jama’i
Tujuan-tujuan khusus :
1.
Membina pribadi Muslim dan mengembalikan
kepribadian Islam setelah dihancurkan oleh peradaban asing, Timur dan Barat
2.
Membina keluarga Islam dan mengembalikan
karakteristiknya yang asli agar dapat melaksanakan tugasnya, yaitu ikut
berpartisipasi dalam menciptakan manusia Muslim yang sejati
3.
Membina masyarakat Islam yang akan mencerminkan
dakwah dan peri laku Islam, agar manusia dapat melihat hakikat Islam yang hanif
ini dalam suatu bentuk yang kongkret di permukaan bumi
4.
Mempersatukan umat Islam di seluruh penjuru
dunia menjadi satu front kekuatan dalam menghadapi kekafiran, kemusyrikan dan
kemunafikan, sehingga umat ini didengar perkataannya dan ditakuti gerakannya.
Sarana terpenting amal jama’i dalam mencapai tujuan-tujuan
khusus :
1.
Wajib mengembalikan mass-media, pengajaran, ekonomi dan alat-alat
negara lainnya kepada Islam, supaya pengarahannya diatur sesuai dengan
batas-batas dan syari’at Islam
2.
Menghancurkan semua unsur kemunafikan dan kefasikan di dalam umat dan
membersihkan masyarakat daripadanya
3.
Mempersiapkan umat Islam sebaik-baiknya sehingga sesuai dengan
berbagai tuntutan di masa datang.
1.g. Beberapa Gerakan Keagamaan yang membawa bendera Islam
1.g.i. Al-Ikhwan al-Muslimun
Ta’rif
Al-Ikhwan al-Muslimun
adalah sebuah gerakan Islam terbesar di zaman modern ini. Seruannya ialah kembalki kepada Islam sebagaimana yang
termaktub di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah serta mengajak kepada penerapan
Syari’at Islam dalam kehidupan nyata. Dengan tegar gerakan ini telah mampu
membendung arus sekularisasi di Dunia Arab dan Islam.
Sejarah Berdiri dan Tokoh-tokohnya
Pendirinya adalah Syaikh Hasan al-Banna (1324
– 1368 H/ 1906 – 1949 H). Lahir di sebuah kampung di kawasan Buhairah,
Mesir. Ia tumbuh dalam lingkungan keluarga yang taat beragama, yang menerapkan
Islam secara nyata dalam seluruh aspek kehidupannya.
Di samping belajar agama di rumah dan di
masjid, ia belajar pada sekolah pemertinah. Kemudian melanjutkan pelajarannya
ke Dar al-‘Ulum, Kairo dan tamat pada tahun 1927.
Setelah tamat dari Dar al-‘Ulum, ia menjadi
guru pada Sekolah Dasar di Isma’iliyyah. Dari Isma’iliyyah inilah ia memulai
aktivitas keagamaannya di tengah-tengah masyarakat, terutama di warung-warung
kopi di hadapan para karyawan Proyek Terusan Suez.
Dzul Qa’idah 1327 H/April 1928 M adalah bulah
didirikannya cikal bakal gerakan al-Ikhwan al-Muslimun.
Tahun 1932 Hasan al Banna pindah ke Kairo.
Bersama itu pula gerakannya berpindah dari Isma’iliyyah ke Kairo.
Pada awal berdirinya, tahun 1941 M, gerakan Ikhwan
hanya beranggotakan 100 orang, hasil pilihan langsung ustadz Hasan al-Banna
sendiri.
Tahun 1948 Ikhwan turut serta dalam
perang Palestina. Mereka masuk dalam angkatan perang khusus.
Pada tanggal 8 November 1948, Muhammad Fahmi
Naqrasyi, Perdana Menteri Mesir waktu itu, membekukan Gerakan Ikhwan dan
menyita harta kekayaannya serta menangkap tokoh-tokohnya.
Desember 1948 M, Naqrasyi diculik.
Orang-orang IkhwanI dituduh sebagai pelaku penculikan dan pembunuhan
tersebut. Ketika jenazah Naqrasyi diusung, pendukung-pendukungnya
berteriak-teriak, “Kepala Naqrasyi harus dibayar dengan kepala Hasan al-Banna”.
Dan pada tanggal 12 Februari 1949 Hasan al-Banna terbunuh oleh pembunuh
misterius.
Tahun 1950 berdasarkan keputusan Dewan
Tertinggi Negara, Ikhwan direhabilitasi. Ketika itu Mesir diperintah
oleh kabinat al-Nuhas. Dewan tersebut juga memutuskan bahwa pembekuan Ikhwan selain tidak sah, juga inkonstitusional.
Tahun 1950 ustadz
Hasan al-Hudhaibi (1306 – 1393 H/1891 – 1973 M), terpilih sebagai Mursyid ‘Am al-Ikhwan al-Muslimun. Ia adalah salah
seorang tokoh kehakiman Mesir. Ia juga berkali-kali ditangkap. Tahun 1954, ia
divonis hukuman mati, tetapi kemudian diringankan menjadi seumur hidup. Tahun
1971 ia dibebaskan terakhir kalinya.
Oktober 1951
konflik antara Mesir dan Inggris semakin memuncak. Ikhwan melancarkan perang
urat saraf melawan Inggris di Terusan Suez.
Tanggal 23 Julki
1952, pasukan Mesir di bawah pimpinan Muhammad Najib, bekerja sama dengan Ikhwan melancarkan Revolusi Juli. Tetapi kemudian Ikhwan menolak kerja sama dalam pemerintahan, karena
mereka mempunyai pendapat dan pandangan yang jelas tentang metode revolusi. Jamal Abdunnashr menganggap penolakan
tersebut sebagai penolakan terhadap mandat revolusi. Kemudian kedua belah pihak
terlibat serangkaian konflik dan permusuhan yang semakin hari semakin tajam.
Akibatnya, pada tahun 1954, pihak pemerintah melakukan penangkapan
besar-besaran terhadap anggota Ikhwan dan beribu-ribu orang dijebloskan ke dalam penjara. Alasan
pemerintah, karena orang Ikhwan telah berupaya memusuhi dan mengancam kehidupan
Jamal Abdunnashr di lapangan Mansyiyyah, Iskandariyyah. Bahkan pemerintah Mesir
telah menghukum mati 6 anggota Ikhwan.
Tahun 1965 – 1966 bentrokan antara Ikhwan dan pemerintah
Mesir terulang kembali untuk kedua kalinya. Pemerintah kembali melakukan penangkapan
besar-besaran, melakukan penyiksaan serta memenjarakan anggota Ikhwan. Bahkan tiga orang di antaranya telah dihukum gantung, yaitu Sayyid
Quthb, Yusuf Hawasi, Abdulfattah Isma’il.
Sejak itu Ikhwan bergerak secara rahasia sampai Jamal
Abdunnashr meninggal dunia 28 September 1970.
Ketika Anwar Sadat berkuasa, orang-orang Ikhwan mulai dilepas
secara bertahap.
Sepeninggal Hudhaibi, Umar Tilmisani (1904 – 1986 M) terpilih menjadi Mursyid ‘Am Ikhwan. Di bawah pimpinannya Ikhwan menuntut hak-hak jama’ah secara utuh dan mengembalikan hak milik
jama’ah yang dibekukan oleh Jamal Abdunnashr. Tilmisani menempuh
jalan tidak konfrontatif dengan penguasa dan berkali-kali beliau menyerukan,
“Bergeraklah dengan bijak dan hindarilah kekerasan dan extremisme.”
Muhammad Hamid Abu Nashr, terpilih menjadi Mursyid ‘Am setelah
Tilmisani. Jalan dan metode yang ditempuhnya sama dengan
pendahulunya.
Pemikiran
dan Doktrin-doktrinnya
Pemahaman Ikhwan terhadap Islam bersifat universal, tidak mengenal
adanya pemisahan antara satu aspek dengan aspek lainnya.
Ikhwan
berusaha keras memperluas kawasan geraknya menjadi sebuah gerakan
internasional.
Berkenaan dengan
da’wah Ikhwan, Hasan al-Banna
mengatakan, “Gerakan Ikhwan
adalah da’wah salafiyah; thariqah sunniyyah, haqiqah
shufiyyah, lembaga politik, klub olah raga, lembaga ilmiah
dan kebudayaan, perserikatan ekonomi dan pemikiran social.”
Hasan al-Banna menegaskan bahwa ciri gerakan Ihwan adalah :
1. Jauh dari sumber pertentangan
2.
Jauh dari pengaruh riya dan kesombongan
3.
Jauh dari partai politik dan
lembaga-lembaga politik
4. Memperhatikan kaderisasi dan bertahap dalam
melangkah
5.
Lebih mengutamakan aspek alamiyah produktif
daripada propaganda dan reklame
6. Memberi perhatian sangat serius kepada para
pemuda
7. Cepat tersebar di kampung-kampung dan di
kota-kota
Selain itu Hasan al-Banna
menyebutkan karakteristik Ikhwan sebagai berikut :
1. Gerakan
Ikhwan adalah gerakan Rabbaniyyah. Sebab, asas yang menjadi poros sasarannya
ialah mendekatkan manusia kepada Rabb-nya
2. Gerakan
Ikhwan bersifat ‘alamiyah (Internasional). Sebab arah gerakan
ditujukan kepada semua ummat manusia. Semua manusia pada dasarnya harus bersaudara. Asalnya satu, nenek
moyangnya satu dan nasabnya satu. Hanya taqwa yang menentukan seseorang
itu lebih dari yang lain. Dari ketaqwaannya akan terefleksi pada kebaikan dan
keutamaannya yang utuh dan menyeluruh yang ia berikan kepada orang lain.
3. Gerakan Ikhwan bersifat
Islami. Sebab, orientasi dan nisbatnya hanya kepada Islam.
Selain
itu Hasan Al-Banna menetapkan tingkatan amal yang merupakan konsekuensi logis
setiap anggota, yaitu :
1. Memperbaiki diri, sehingga
menjadi pribadi yang kuat fisik, teguh dalam berakhlaq, luas dalam berfikir,
mampu mencari nafqah, lurus beraqidah dan benar dalam beribadah
2. Membentuk rumah tangga Islami.
Sehingga keluarganya menjadi pendukung fitrah, menghormatinya dan memelihara
tatakrama Islam dalam segala aspek kehidupan rumah tangganya sehari-hari
3.
Memotivasi masyarakat untuk menyebarkan
kebaikan, memerangi kemungkaran dan kerusakan
4.
Memerdekakan negara dengan membersihkan
rakyatnya dari berbagai bentuk kekuasaan asing kuffar di bidang politik,
ekonomi dan mental spiritual.
5. Memperbaiki pemerintahan
sehingga benar-benar menjadi pemerintahan yang Islami.
6. Mengembalikan eksistensi
negara-negara Islam dengan memerdekakan negerinya dan menghidupkan kembali
keagungannya
7. Menjadi guru dunia dengan
menyebarkan Islam ke tengah-tengah ummat manusia, sehingga tidak ada fitnah
lagi dan Dien benar-benar hanya milik Allah.
Hasan al-Banna membagi tahapan
dakwah menjadi tiga tahap :
1.
Tahap pengenalan
2.
Tahap pembentukan
3.
Tahap pelaksanaan
Dalam
Risalah Ta’alim, Hasan al-Banna berkata, “Rukun Ba’iat kita ada
sepuluh. Karena itu hafallah baik-baik. Yaitu faham, ikhlas, ‘amal, jihad,
berkorban, tetap pada pendirian, tulus, ukhuwwah dan percaya diri.”
Kemudian ia memberi penjelasan tentang rukun-rukun tersebut. Ia berkata, “Wahai
saudaraku yang sejati! Ini merupakan garis besar da’wah Anda. Anda dapat
menyimpulkan prinsip-prinsip tersebut menjadi lima kalimat berikut,
1.
Allah tujuan kami
2.
Rasulullah SAW teladan kami
3.
Al-Qur’an dustur kami
4.
Jihad jalan kami
5.
Mati syahid cita-cita kami yang tertinggi
Ciri-cirinya dapat disimpulkan pula
menjadi lima kata, yaitu sederhana, membaca Qur’an, shalat, sikap ksatria dan
akhlaq.”
Ustadz Sayyid Quthb memberikan gambaran
tentang pemahamannya dan pemahaman Ikhwan. Karakteristik konsepsi Islam
itu berasaskan kepada :
1.
Rabbaniyah
2.
Tetap
3.
Seimbang
4.
Positif
5.
Realistik
6.
Tauhid
Lambang al-Ikhwan al-Muslimin ialah:
dua bilah pedang menyilang melingkari al-Qur’an, ayat al-Qur’an dan tiga kata: haq
(kebenaran), quwwah (kekuatan) dan hurriyyah (kemerdekaan)
1.g.ii. Jama’ah Tabligh
Ta’rif
Jama’ah Tabligh adalah sebuah jama’ah
Islamiyyah yang da’wahnya berpijak kepada penyampaian (tabligh) tentang
keutamaan-keutamaan ajaran Islam kepada setiap orang yang dapat dijangkau.
Jama’ah ini menekankan kepada setiap pengikutnya agar meluangkan waktunya untuk
menyampaikan dan menyebarkan da’wah dengan menjauhi bentuk-bentuk kepartaian
dan masalah-masalah politik. Barangkali cara demikian lebih cocok mengingatk
kondisi ummat Islam di India yang merupakan minoritas dalam sebuah masyarakat
besar.
Sejarah
Berdiri dan Tokoh-tokohnya
Jama’ah ini didirikan oleh Syaikh Muhammad
Ilyas Kandhalawi (1303 – 1364). Ia dilahirkan di Kandahlah, sebuah desa di
Saharnapur, India. Mual-mula ia menuntut ilmu di desanya kemudian pindah ke
Delhi sampai berhasil menyelesaikan pelajarannya di Sekolah Deoband. Sekolah
ini merupakan sekolah terbesar untuk pengikut Imam Hanafi di anak benua India
yang didirikan pada tahun 1283 H/1867 M.
Pemikiran
dan Doktrin-doktrinnya
Oleh pendiri
Jama’ah telah ditetapkan 6 prinsip yang menjadi asas da’wahnya, yaitu :
1.
Kalimat agung
2.
Menegakkan shalat
3.
Ilmu dan dzikir
4.
Memuliakan setiap Muslim
5.
Ikhlas
6.
Berjuang fi sabilillah
Metode
da’wah mereka menempuh jalan berikut :
1.
Sebuah kelompok dari kalangan Jama’ah, dengan
kesadaran sendiri, bertugas melakukan da’wah kepada penduduk setempat yang
dijadikan obyek da’wah. Masing-masing anggota kelompok tersebut membawa
peralatan hidup sederhana dan bekal serta uang secukupnya. Hidup sederhana
merupakan ciri khasnya
2.
Begitu mereka sampai ke sebuah negeri atau
kampung yang hendak didakwahi, mereka mengatur dirinya sendiri. Sebagian ada
yang membersihkan tempat yang akan ditinggalinya dan sebagian lagi keluar mengunjungi
kota, kampung, pasar dan warung-warung sambil berdzikir kepada Allah. Mereka
mengajak orang-orang mendengarkan ceramah atau bayan (menurut istilah
orang-orang Jama’ah)
3.
Jika saat bayan tiba, mereka semua
berkumpul untuk mendengarkannya. Setelah bayan selesai, para hadirin
dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok dipimpin oleh seorang da’i
dari Jama’ah. Kemudian para da’i tersebut mulai mengajari cara berwudhu,
membaca Fatihah, shalat atau membaca al-Qur’an. Mereka membuat halaqah-halaqah
seperti itu dan diulanginya berkali-kali dalam beberapa hari.
4.
Sebelum mereka meninggalkan tempat dakwah,
masyarakat setempat diajak keluar bersama untuk menyampaikan da’wah ketempat
lain. Beberapa orang
secara sukarela menemani mereka selama satu sampai tiga hari atau sepekan,
bahkan ada yang sampai satu bulan. Semua itu dilakukan sesuai dengan
kemampuan masing-masing.
5.
Mereka menolak undangan walimah yang
diselenggarakan penduduk setempat. Tujuannya agar tidak terganggu oleh
masalah-masalah diluar dakwah dan dzikir serta amal perbuatan mereka tulus
karena Allah semata.
6.
Dalam materi dakwah, mereka tidak memasukkan ide
penghapusan kemungkaran. Sebab, mereka meyakini bahwa sekarang ini masih dalam
tahap pembentukan kondisi kehidupan yang Islami. Perbuatan mendobrak
kemungkaran, selain sering menimbulkan kendala dalam perjalanan dakwah mereka,
juga membuat orang lari.
7.
Mereka berkeyakinan, jika pribadi-pribadi telah
diperbaiki satu persatu, maka secara otomatis kemungkaran akan hilang.
8.
Keluar, tabligh dan dakwah merupakan pendidikan
praktis untuk menempa seorang da’i. Sebab seorang da’i harus dapat menjadi qudwah
dan harus konsisten dengan dakwahnya.
Mereka memadang taqlid kepada
madzhab tertentu adalah wajib. Konsekuensinya mereka melarang ijtihad dengan
alasan sekarang ini tidak ada ulama yang memenuhi syarat sebagai seorang mujtahid.
Dalam beberapa hal mereka terpengaruh oleh cara-cara sufisme
yang tersebar di India. Karena itu mereka menerapkan praktek-praktek sufistik
sebagai berikut :
1.
Setiap pengikutnya harus melakukan ba’iat
kepada Syekh-nya. Barangsiapa meninggal dan ditengkuknya tidak ada ba’iat maka
ia mati dalam keadaan jahiliyah. Sering ba’iat kepada Syekh ini dilakukan di
tempat umum dengan cara membeberkan selendang-selendang lebar yang saling
terkait sambil mengumandangkan ba’iat secara serentak. Ba’iat semacam ini
sering pula dilakukan dihadapan massa wanita.
2.
Sangat berlebihan dalam mencintai Syekh. Apalagi
kepada Rasulullah saw., Mereka melakukan hal-hal yang diluar tatakrama yang
harus diiltizami dalam menghormati Rasulullah saw.
3.
Menjadikan mimpi-mimpi menduduki
kenyataan-kenyataan kebenaran sehingga mimpi-mimpi tersebut dijadikan landasan
beberapa masalah yang mempengaruhi jalan dakwahnya.
4.
Meyakini tasawuf sebagai jalan terdekat
mewujudkan manisnya iman di kalbu
5.
Senantiasa menyebut-nyebut nama-nama tokoh
tasawuf seperti Abdulqadir Jailani, Suhrawardi, Abu Manshur Maturidi dan
Jalaluddin al-Rumi.
Metode dakwah mereka berpijak kepada tabligh
dalam bentuk targhib (memberi kabar gembira) dan tarhib (mengancam)
serta sentuhan-sentuhan emosi. Mereka telah berhasil menarik banyak orang
kepangkuan iman. Terutama orang-orang yang tenggelam kedalam kelezatan dan
dosa. Orang-orang tersebut diubah kedalam kehidupan yang penuh ibadah, dzikir
dan baca Qur’an.
Jama’ah Tabligh selalu menjauhi
pembicaraan masalah politik bahkan anggota jama’ahnya dilarang keras terjun ke
gelanggang politik. Setiap orang yang terjun ke politik mereka kecam.
Dana kegiatannya dipercayakan kepada da’i
sendiri. Ada pula dana
yang dikumpulkan secara terpisah-pisah, tidak terorganisasi, dari beberapa
donatur langsung atau dengan cara mengirim da’i atas biaya donatur tersebut.
Beberapa Catatan dan Manfaat
yang Dapat Diambil
Mereka memperluas diri secara horizontal –
kuantitatif. Tetapi mereka lemah dalam mencapai keunggulan kualitatif. Sebab
mencapai keunggulan kualitatif memerlukan pemeliharaan dan ketekunan yang
berkesinambungan. Inilah yang tidak dimiliki Jama’ah Tabligh. Sebab orang yang
mereka dakwahi hari ini belum tentu akan mereka jumpai lagi. Malah tidak jarang
orang yang telah mereka dakwahi kembali lagi kedalam kehidupan semula yang
penuh gemerlap dan kemewahan.
Orang-orang yang mereka
dakwahi tidak mereka ikat dalam suatu struktur organisasi yang rapi. Ikatan
lebih dititik beratkan kepada semacam kontak antar pribadi dengan da’i yang
berlandaskan saling pengertian dan cinta kasih.
Dalam konteks penegakan
hokum Islam dalam kehidupan nyata dan dalam menghadapi aliran-aliran berfikir
yang telah mengerahkan potensi dan kemampuan untuk merusak dan memerangi Islam
dan umatnya, gerakan mereka sangat tidak memadai.
Pengaruh dakwahnya lebih membekas secara
jelas kepada pengurus masjid. Sedangkan kepada orang-orang yang sudah memiliki
pemikiran dan ideology tertentu, hampir-hampir pengaruhnya tidak ada.
Dapat juga dikatakan bahwa mereka mengambil
Islam sebagian dan meninggalkan sebagiannya. Memilah-milah hakikat Islam jelas
bertentangan dengan watak Islam yang utuh.
Akar Pemikiran dan Sifat Ideologinya
Jama’ah Tabligh adalah jama’ah Islam yang
sumber utamanya adalah Qur’an dan Sunnah. Sedangkan tareqatnya Ahlusunnah
wal Jama’ah.
Jama’ah ini banyak dipengaruhi ajaran tasawuf
dan tarekat seperti tarekat Justiyyah di India. Mereka mempunyai
pandangan khusus terhadap tokoh-tokoh tasawuf dalam masalah pendidikan dan
pengarahan.
1.g.iii. Hizb al-Tahrir
Ta’rif
Hizb al-Tahrir
adalah sebuah partai politik Islam yang dakwahnya berpijak di atas keharusan
mengembalikan khalifah Islamiyah. Dan dengan bertopang kepada fikrah (ide)
sebagai sarana paling pokok dalam perubahan. Partai ini telah mengeluarkan
ijtihad-ijtihad syar’i yang controversial dan mengundang kecaman ulama-ulama
Islam.
Sejarah Berdiri dan
Tokoh-tokohnya
Partai ini didirikan oleh
Syaikh Taqiyuddin Nabhani (1909 – 1979 M) kelahiran Ijzim, sebuah kampung di
daerah Haifa Palestina. Mendapat
pendidikan di kampung halamannya, kemudian melanjutkan pelajarannya ke Al-Azhar
dan Dar al-Ulum Kairo. Pernah menjadi dosen dan hakim di beberapa kota di
Palestina.
Tahun 1952 Taqiyuddin Nabhani mendirikan
partainya. Dengan konsentrasi penuh ia memimpin partai menerbitkan buku dan
brosur-brosur yang secara keseluruhan merupakan sumber pengetahuan pokok
partai. Ia hidup berpindah-pindah antara Yordania, Suriah, dan Libanon. Ia
kemudian wafat dan dimakamkan di Beirut.
Amat sulit mengenal tokoh-tokoh pimpinan
partai yang terkemuka disebabkan aktivitasnya yang sangat rahasia.
Pemikiran dan Doktrin-doktrinnya
Dakwah mereka tergolong salah satu dari
jama’ah Islamiyah yang membawa pemikiran ahlusunnah wal-jama’ah.
Tujuan mereka terfokus kepada penerapan
kehidupan Islami dengan jalan, terlebih dahulu, menegakkan negara Islam di
negeri-negeri Arab, kemudian baru di negara-negara Islam lainnya. Baru setelah
itu tugas dakwah dilancarkan ke negara-negara bukan Islam melalui umat Islam
yang sudah sangat terbentuk.
Ciri utama Hizb at-Tahrir adalah
konsentrasinya yang sangat besar kepada aspek tsaqafah dan menjadikannya
sebagai landasan pembentukan pribadi Muslim dan umat Islam. Hizb at-Tahrir
sangat serius mengembangkan aspek tsaqafah ini kepada anggota-anggotanya.
Selain itu, Hizb berupaya keras mengembalikan
kepercayaan kepada Islam melalui aktivitas keilmuan di satu sisi dan melalui
jalur politik di sisi lain. Hal ini dirumuskan seperti berikut :
1. Melalui aktivitas tsaqafah
dengan cara mendidik berjuta-juta manusia secara massal dengan tsaqafah dan
ilmu-ilmu Islam. Karena itu Hizb harus tampil ditengah-tengah massa untuk
berdialog, berdiskusi, tanya jawab dan semacamnya, sehingga mereka bersenyawa
dengan Islam.
2. Sedangkan melalui aktivitas
politik mereka rumuskan dengan cara menginventarisasi segala kejadian dan
peristiwa. Kemudian dijadikannya pembicaraan yang mengacu kepada kebenaran
pemikiran dan hukum-hukum Islam dalam rangka meraih kepercayaan massa.
Dalam melakukan perubahan,
Hizb membagi tiga tahapan langkahnya :
Tahap pertama ialah tahap konflik
(pertarungan) pemikiran. Hal ini berlangsung dengan cara melakukan
lontaran-lontaran tsaqafah dari Hizb.
Tahap kedua adalah tahap revolusi berfikir.
Ini berlangsung dengan adanya interaksi masyarakat melalui aktivitas tsaqafi
siyasi.
Tahap ketiga adalah tahap mengambil alih
kekuasaan melalui gerakan massa. Pengambilan kekuasaan ini harus secara
menyeluruh.
Hizb al-Tahrir melalaikan aspek ruhani. Ruhani
dipandang hanya sebagai ide. Hizb berpendapat, “Di dalam diri manusia tidak ada
gejolak ruhani dan kecenderungan jasadi. Di dalam diri manusia hanya ada
kebutuhan dan instink yang harus dipenuhi. Apabila kebutuhan fisik dan instik
ini terpenuhi oleh sistem dari Allah SWT, ia akan otomatis berjalan dengan ruh.
Apabila kebutuhan itu terpenuhi dengan sistem yang bukan dari Allah, berarti
pemenuhannya bersifat materialistik. Ini jelas akan membawa penderitaan kepada
manusia.
Tentang hambatan-hambatan
yang dihadapi dalam menegakkan Islam, Syekh Taqiyuddin Nabhani berpendapat,
“Sekurang-kurangnya ada 8 penghambat tegaknya Islam di negara-negara Islam,
yaitu :
1. Adanya pemikiran-pemikiran tidak
Islami yang menyerbu dunia Islam
2.
Berkembangnya program pendidikan yang berpola
kolonial
3.
Berlanjutnya penerapan sistem pendidikan
kolonialis
4.
Adanya sikap mendewakan sebagian ilmu
pengetahuan dan kebudayaan dan menganggapnya sebagai ilmu universal
5.
Berkembangnya kehidupan masyarakat yang tidak
Islami di dunia Islam
6.
Adanya kontradiksi antara kenyataan kehidupan
umat Islam dengan hukum Islam, terutama dalam masalah politik, pemerintahan dan
ekonomi. Kontradiksi itu sangat berpengaruh sehingga menimbulkan kelemahan
pandangan kaum Muslimin terhadap kehidupan.
7. Adanya pemerintahan di
negara-negara Islam yang menerapkan sistem demokrasi dan kapitalis secara utuh
ditengah-tengah masyarakat.
8.
Berkembangnya pendapat umum tentang kebangsaan,
nasionalisme dan sosialisme.
Hizb al-Tahrir melarang anggotanya percaya
kepada siksa kubur dan munculnya Dajjal. Mereka memandang dosa bagi yang
mempercayainya.
Tokoh-tokoh Hizb memandang tidak perlu adanya
usaha amar ma’ruf nahi mungkar. Menurut mereka, usaha tersebut pada saat
ini adalah salah satu kendala tahapan pergerakan. Sebab kewajiban amar
ma’ruf dan nahi mungkar merupakan tugas negara Islam, jika telah berdiri.
Dustur Hizb al-Tahrir terdiri dari 187 pasal
yang dipersiapkan untuk sebuah negara Islam yang diperjuangkannya. Undang-undang
dasar tersebut telah ditafsirkannya secara rinci.
Beberapa Catatan Tentang
Hizb Al-Tahrir
Masalah Dakwah
1.
Perhatiannya bertumpu kepada aspek ideologis dan
politis serta meremehkan aspek pendidikan dan
keruhanian
2. Anggota Hizb disibukkan oleh
berbagai diskusi dan perdebatan dengan aliran-aliran Islam lain
3. Menempatkan akal secara
berlebihan dalam membina kepribadian dan bahkan dalam aspek ‘aqidah atau
keyakinan.
4.
Mengandalkan kekuatan luar dalam mencapai kekuasaan, melalui
permintaan bantuan. Akibatnya tidak jarang munculnya keruwetan yang tak
terduga sebelumnya
5.
Meninggalkan tugas amar ma’ruf nahi munkar
untuk saat ini
6. Tergambar bahwa cita-cita utama
Hizb adalah merebut kekuasaan
7. Keterbatasan tujuan dan malah
mempersempit tujuan-tujuan Islam
8. Konsep penambahan tsaqafah,
interaksi dengan tsaqafah Hizb dan pengambilalihan kekuasaannya bertentangan
dengan Sunatullah berupa ujian da’wah dan bertentangan dengan kenyataan
bahwa dalam perjalanan da’wah selalu berhadapan dengan beribu tantangan
9. Bersikap
bermusuhan terhadap semua sistem kendatipun mereka sendiri bergerak di
lingkungan sistem tersebut. Inilah
barangkali yang mengakibatkan mereka terus menerus dikejar dan ditangkap. Tidak
mustahil sikap kerahasiaannya yang keterlaluan dan ambisinya yang besar untuk
merebut kekuasaan menjadikan sistem-sistem yang ada; ketakutan kepada Hizb dan
mengambil sikap keras terhadapnya
Masalah Fiqh
Hizb telah mengeluarkan fatwa-fatwa dan
menentukan hukum-hukum fiqh yang controversial bahkan terasa asing bagi tradisi
fiqh dan rasa keislaman. Tetapi para pengikut dan anggotanya dianjurkan
untuk mengamalkan, menyebarkan dan menjadikannya sebagai dasar perbuatan. Fatwa-fatwa
itu antara lain :
1.
Orang kafir diperbolehkan menjadi anggota Hizb
dan wanita diperbolehkan menjadi anggota Majlis Syura
2.
Boleh memandang gambar-gambar porno
3. Boleh berciuman dengan wanita
asing (bukan isteri), baik dengan disertai nafsu ataupun tidak. Demikian pula
bersalaman antara laki-laki dengan wanita bukan isterinya
4. Wanita diperbolehkan memakai
cemara (wig) dan celana panjang. Jika seorang isteri tidak mentaati suaminya
untuk berpakaian seperti itu, ia tidak termasuk wanita jalang.
5. Orang kafir diperbolehkan
menjadi panglima di sebuah negara Islam
6. Negara Islam diperbolehkan
membayar jizyah (upeti) kepada negara kafir
7.
Diperbolehkan berperang di bawah bendera seorang
agen negara kafir selama peperangan tersebut melawan orang kafir
8.
Seorang astronot Muslim digugurkan dari
kewajiban shalat
9. Penduduk kutub Utara dan Kutub
Selatan digugurkan dari kewajiban shalat dan shaum
10. Seorang laki-laki atau perempuan
yang menikah dengan salah seorang muhrimnya harus dipenjara selama 10 tahun
11. Lalu lintas air, termasuk
terusan Suez, adalah lalu lintas umum. Karena itu Hizb tidak membenarkan adanya
larangan kendaraan air manapun yang akan melewatinya
Akar Pemikiran dan Sifat Ideologinya
Tampak adanya pola pemikiran nasionalisme
pada pendiri partai ini. Hal ini terlihat ketika ia menerbitkan sebuah buku
berjudul Risalah Arab pada tahun 1950. Dalam buku ini dinyatakan keharusan
adanya skala prioritas menegakkan Daulah Islamiyyah di negara-negara Arab
terlebih dahulu dan kemudian negara-negara Islam lainnya.
Syaikh Taqiyuddin Nabhani
pernah bersentuhan dengan Ikhwanul Muslimin Yordania. Di dalam pertemuan-pertemuan ia sering
memberikan ceramah dan memuji-muji Ikhwan serta pendirinya. Tetapi tidak berapa
lama ia mendirikan Hizb al-tahrir dan dinyatakan sebagai partai independent,
baik dalam pendirian atau dalam pandangan-pandangannya.
Orang-orang moderat banyak yang mendukung
da’wah Hizb ini, antara lain Sayyid Quthb ketika berkunjung ke Quds pada tahun
1953. Dalam kunjungan tersebut dilakukan berbagai dialog dan ajakan menyatukan
perjuangan. Tetapi Nabhani tetap pada sikapnya. Akhirnya Sayyid Quthb
mengatakan, “Biarkan mereka. Mereka akan berhenti pada apa yang pernah dirintis
Ikhwan.”
Penyebaran dan Kawasan-kawasan Pengaruhnya
Al-Hadharah
adalah berita pekanan yang menyuarakan Hizb. Kegiatan Hizb di tingkat regional
disebut Wilayah. Setiap Wilayah Organisasi dipimpin oleh Lajnah Khusus
yang disebut Lajnah Wilayah. Anggotanya terdiri dari 3 sampai 10 orang. Lajnah
Wilayah ini tunduk kepada Dewan Pimpinan Rahasia.
1.g.iv. Syi’ah Imamiyah (Dua Belas)
Ta’rif
Syi’ah Imamiyah Duabelas
adalah sebuah kelompok ummat Islam yang berpegang teguh kepada keyakinan, bahwa
Ali lah yang berhak mewarisi khalifah, dan bukan Abu Bakar, Umar dan Usman ra.
Diyakininya ada 12 Imam. Imam yang terakhir – kata mereka – menghilang, masuk
dalam goa di Samara (kota di Iraq dekat sungai Tigris). Sekte Imamiyah inilah
yang bertentangan dengan Ahlussunnah Wal Jama’ah dalam pemikiran dan ide-idenya
yang spesifik. Mereka sangat berambisi untuk menyebarkan madzhabnya ke segenap
penjuru dunia Islam.
Sejarah Berdiri dan
Tokoh-tokohnya
Dua belar Imam yang
dijadikan Imam oleh dan untuk mereka, berantai secara berurutan sebagai berikut
:
1.
Ali bin Abi Tjalib r.a. digelari dengan Al
Murtdha, terbunuh oleh Abdurrahman bin Muljim di masjid Kufah pada tanggal 17
Ramadhan 40 H
2. Hasan bin Ali r.a., digelari Al
Mujtaba
3.
Husein bin Ali r.a., digelari “al Syahid” (yang
mati syahid)
4. Ali Zainal Abidin bin Husein,
digelari Assajjad’.
5. Mohammad Baqir bin Ali Zainal
Abidin digelari “Baqir”.
6.
Ja’far Shodiq bin Mohammad Baqir digelari
“As-shodiq” (sejati)
7. Musa
Kadzim bin Ja’far Shadiq. Digelari
“Kadzim”. (yang mampu menahan diri)
8. Ali Ridha bin Musa Kadzim,
digelari “Ridha”
9. Muhammad Jawwad bin Ali Ridha,
digelari “Taqi”. (yang banyak taqwa)
10. Ali Hadi bin Muhammad Jawwad,
digelari “Naqiy” (suci bersih)
11. Hasan
Askari bin Ali Hadi, digelari Zaki (yang suci)
12. Muhammad Mahdi bin Muhammad Al
Askari yang digelari “Imam Muntadhar” (Imam yang dinantikan)
Diyakininya, bahwa Imam yang ke duabelas
telah masuk ke dalam goa di rumah ayahnya di kota Surro Man Ro’a, dan tidak
kembali. Mayoritas peneliti, cenderung berpendapat, bahwa Imam itu sama sekali
tak ada. Itu adalah sesuatu yang dibuat-buat oleh orang-orang Syi’ah, kemudian
digelari dengan “Imam yang Tiada”.
Secara histories, di antara tokoh-tokohnya
yang menonjol ialah Abdullah bin Saba’. Seorang Yahudi dari Yaman, yang
berpura-pura memeluk Islam. Ditransfernya apa-apa yang ditemukannya dalam
ide-ide Yahudi kepada Syi’ah. Seperti “raj’ah” (munculnya kembali imam), tidak
mati, menjadi raja di bumi, berkemampuan untuk melakukan sesuatu yang tak ada
seorangpun mampu melakukannya, mengetahui apa yang tak diketahui orang,
ditetapkan sifat berpemulaan dan sifat lalai bagi Allah. Abdullah bin Saba’
telah berpindah-pindah dari Madinah ke Mesir, Kufah, Fusthath dan Basrah;
kemudian berkata kepada Ali r.a.: “Engkau, Engkau!”. Maksudnya: Engkaulah
Allah. Sesuatu yang mendorong Ali r.a. memutuskan diri untuk membunuhnya,
tetapi Abdullah bin Abbas r.a. menasehatinya, agar keputusan itu tidak
dilaksanakan. Kemudian tokoh itu dibuang ke Madain.
Pemikiran dan Doktrin-doktrinnya
Imamah: Harus dengan tekstual. Imam terdahulu harus
menentukan imam penggantinya secara tekstual dan langsung ditunjuk orangnya,
bukan dengan bahasa isyarat. Tidak boleh dibiarkan masing-masing orang
menyampaikan pendapatnya tentang imamah sendiri-sendiri. Justru harus
ditentukan seseorang yang menjadi tempat bertanya dan rujukan.
Mereka berdalil, bahwa dalam imamah, Rasulullah
SAW. telah menentukan Ali bin Abi Thalib r.a. menjadi imam setelah beliau
secara tekstual yang nyata pada hari “Ghadir Kham”. (Ghadir Kham adalah sebuah
hari besar bagi syi’ah yang dianggap lebih agung daripada hari Raya Fithri dan
Adhha. Hari itu jatuh pada tanggal 18 Dzulhijjah. Berpuasa pada hari itu
menurut mereka adalah sunnah mu’akkad.)
Diyakininya, bahwa Ali r.a. juga telah
menentukan kedua putranya Hasan dan Husein secara tekstual, dan begitu
seterusnya, bahwa setiap imam menentukan imam berikutnya dengan wasiat
daripadanya.
‘Ishmah : Setiap imam terpelihara (Ma’shum) dari
segala kesalahan, kelalaian dan dosa, baik dosa besar ataupun dosa kecil.
‘Ilmu : Setiap imam dititipi ilmu dari Rasulullah
SAW. untuk menyempurnakan syari’at Islam. Imam memiliki ilmu ladunni. Tak ada
perbedaan antara imam dengan Rasulullah SAW. Yang membedakan, bahwa Rasulullah
mendapat wahyu. Rasulullah SAW. telah menitipkan kepada mereka rahasia-rahasia
syari’at Islam, agar mereka mampu memberikan penjelasan kepada manusia sesuai
dengan kebutuhan zamannya.
Sesuatu Yang Luar Biasa : Peristiwa yang luar biasa
boleh terjadi pada diri imam. Itu disebut ‘mu’jizat. Jika tidak ada satu teks
tertulis dari imam sebelumnya, maka dalam kondisi seperti itu penentuan imam
harus berlangsung berdasarkan sesuatu yang luar biasa itu.
“Al Ghaibah” (Menghilang): Diyakininya, bahwa zaman tidak
pernah kosong dari sebuah argumentasi yang membuktikan Allah, baik secara
logika maupun secara hukum. Sebagai konsekwensi logisnya, bahwa Imam yang ke 12
telah menghilang di sebuah goa. Ini adalah salah satu mitos mereka.
Roj’ah (muncul kembali): Diyakininya bahwa Imam
Hasan Al Askari akan dating kembali pada akhir zaman, ketika Allah mengutusnya
untuk tampil. Mereka berkata, bahwa ketika kembali, imam itu akan memenuhi bumi
dengan keadilan, sebagaimana bumi sedang dibanjiri oleh kekejaman dan
kedzoliman. Dan ia akan melacak lawan-lawan Syi’ah sepanjang sejarah.
Taqiyah: Dianggapnya sebagai salah satu pokok ajaran
agama. Barangsiapa yang meninggalkan taqiyah, sama hukumnya dengan
meninggalkan shalat. Taqiyah adalah suatu kewajiban yang tidak boleh
dihapuskan, sampai yang berwenang tampul. Barangsiapa yang meninggalkannya
sebelum ia tampil, maka ia telah keluar dari agama Allah dan dari agama
Imamiah.
Dihubung-hubungkannya
dengan Abu Ja’far, Imam yang kelima, dengan ucapannya: “Taqiah adalah agamaku
dan agama nenek moyangku. Tak ada imannya seseorang yang tidak memiliki
taqiah”. Diperluasnya pemahama taqiah itu sampai kepada batas dusta dan haram.
Diyakininya, ada mushhaf
versi mereka, yang namanya “Mushhaf Fatimah”. Dalam bukunya, “Al Kafi”, Kulaini
meriwayatkan dari Abi Basyir, ya’ni “Ja’far Shodiq”: “Bahwasannya kami
mempunyai Mushhaf Fatimah r.a., seraya berkata, Kataku: Apa itu Mushhaf
Fathimah? Ia berkata: Sebuah Mushhaf yang isinya seperti Qur’an kalian 3 kali,
Demi Allah, tidak ada satu hurufpun isinya dari Qur’an kalian”.
“Lepas Tangan”:
Mereka lepas tangan daripada ketiga orang khalifah Rasulullah SAW. Abu Bakar,
Umar dan Utsman r.a., dan memberi mereka sifat-sifat tercela. Sebab, - menurut
keyakinan mereka -, ketiga orang khalifah itu telah merampas khalifah dari
orang yang paling berhak untuk menerimanya. Mereka juga melaknat Abu Bakar dan
Umar r.a., dalam mengawali segala amal perbuatan yang baik, sebagai ganti
daripada membaca “Basmalah”. Mereka juga tidak segan-segan untuk melaknat
sebagian besar para sahabat Rasulullah SAW. Dan tidak ketinggalan pula untuk
melaknat dan menghina Ummul mu’minin ‘Aisyah r.a.
“Berlebihan”:
Sebagian mereka sangat berlebihan dalam menokohkan Ali bin Abi Thalib r.a.
Bahkan ada yang mengangkatnya sampai pada derajat “Tuhan” seperti sekte
Sabaisme.
Diselenggarakannya
pesta-pesta hiburan, kematian, kesedihan, berfoto-foto dan menepuk dada dan
perbuatan-perbuatan terlarang lainnya yang dipentaskan oleh mereka pada 10 hari
pertama bulan Muharram, dengan keyakinan bahwa itu semua dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah.
Akar Pemikiran dan
Keyakinannya
-
Asal usul timbulnya Syi’ah adalah sebagai akibat
daripada pengaruh keyakinan-keyakinan orang Persia yang menganut agama raja dan
warisan nenek moyang. Orang-orang Persia telah mempunyai andil besar dalam
proses pertumbuhan Syi’ah untuk membalas dendam terhadap Islam yang telah
menghancur luluhkan kekuatan mereka dengan mengatasnamakan Islam sendiri
-
Ide Syi’ah bercampur aduk dengan ide-ide yang
dating dari keyakinan-keyakinan di Asia, seperti Budhisma, Manaisme, Brahmaisme
dan mereka-mereka yang berkeyakinan kepada reinkarnasi dan pantheisme
-
Syi’ah mengadopsi ide-idenya dari Yahudisme
-
Pendapat mereka tentang Ali r.a., para imam dan Ahlul Bait (keluarga
Rasulullah SAW.) mendapatkan titik temu dengan pendapat-pendapat orang Kristen
tentang Isa a.s. (Yesus Kristus). Orang-orang Syi’ah hampir mirip dengan
orang-orang Kristen dalam memperingati hari-hari besar, memperbanyak gambar dan
patung dan membuat-buat sesuatu yang luar biasa.
1.g.v. Da’wah Salafiyah
Ta’rif
Da’wah Salafiyah adalah
pelopor gerakan-gerakan Ishlah (reformasi) yang muncul menjelang masa-masa
kemuduran dan kebekuan pemikiran di Dunia Islam. Da’wah ini menyerukan agar
‘aqidah Islam dikembalikan kepada asalnya yang murni, dan menekankan pada
pemurnian arti tauhid dari syirik dengan segala manifestasinya. Sebagian
orang ada yang menyebut da’wah ini dengan nama Wahhabi, karena dinisbatkan
kepada nama pendirinya, yaitu Muhammad bin Abdul Wahhab
Sejarah Berdiri dan
Tokoh-tokohnya
Muhammad bin Abdul Wahab
(1115 – 1206 H/1703 – 1791 M) dilahirkan di Desa ‘Unainah, dekat kota Riyadh. Mulai belajar pertama kali
kepada orang tuanya sendiri tentang fiqih Hambali, tafsir dan hadits. Dan sudah
hafal al-Qur’an ketika berusia 10 tahun. Pergi ke Madinah untuk menuntut ilmu
syari’ah. Di kota ini, ia berjumpa dengan Syeikh Muhammad Hayat Al-Sindi,
penulis Hasyiah Shahih Bukhari. Pengaruh Syeikh tersebut terhadap diri Muhammad
bin Abdul Wahhab sangat besar.
Setelah kembali ke ‘Uyainah, ia kembali
berangkat menuju Irak untuk mengunjungi Basrah, Bahgdad dan Maushil. Di setiap
kota tersebut, ia berjumpa dengan para Syeikh dan ulama untuk menimba ilmu dari
mereka.
Pemikiran dan Doktrin-doktrinnya
Pendiri Da’wah Salafiyah, dalam
study-studynya bermadzhab Hambali. Tetapi dalam fatwa-fatwanya tidak selalu
terikat dengan madzhab tersebut, apabila ditemukan dalil berbeda yang lebih
rajih. Oleh karena itu, Salafiyah bisa disebut “La madzhabiyah” (tidak
bermadzhab) dalam ushul dan bermadzhab “Hambali” dalam furu’.
Da’wah Salafiyah menyerukan dibukanya pintu
ijtihad setelah lama tertutup sejak jatuhnya Baghdad pada tahun 656 H.
Ditekankan perlunya merujuk kepada al-Qur’an
dan al-Sunnah serta tidak menerima persoalan apapun tentang ‘aqidah yang tidak
bersandar kepada dalil yang langsung dan jelas dari al-Qur’an dan al-Sunnah.
Berpegang teguh kepada manhaj Ahlusunnah
Wal-Jama’ah dalam memahami dalil dan berdasarkan kepadanya.
Menyeru kepada pemurnian arti tauhid dengan
menuntut kepada ummat Islam agar mengembalikan tauhid kepada apa yang difahami
ummat Islam pada masa awal Islam.
Dihidupkannya kewajiban jihad. Syeikh
Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri merupakan potret seorang mujahid yang aktif
menaklukkan berbagai negeri, menyebarkan da’wah, menghancurkan berbagai
kemusyrikan dengan segala manifestasinya.
Dihancurkannya berbagai bentuk bid’ah dan
khurafat yang waktu itu merajarela karena kebodohan dan kemunduran ummat Islam.
Dibaginya tawassul menjadi
2 bagian. Yaitu :
1.
Tawasul yang dianjurkan: ialah tawassul yang
dilakukan dengan menyebut asma Allah
2.
Tawasul bid’ah yang dilarang: ialah tawasul yang
dilakukan dengan menyebut nama orang-orang shaleh.
Dilarang membangun kuburan.
Ditentangnya segala bentuk
ungkapan dan petualangan thareqat sufistik yang dimasuk-masukkan ke dalam agam
yang tak pernah ada sebelumnya.
Segala sesuatu yang
didiamkan oleh hokum syara’ adalah dimaafkan. Tak ada seorangpun yang berhak
untuk mengharamkan, mewajibkan, menyunatkan atau memakruhkannya. (QS. 5:101)
Meninggalkan dalil yang
jelas dan beristidlal kepada kata yang mutasyabihat adalah jalannya orang-orang
zindik, seperti kaum rafidhah dan khawarij. (QS 3:7)
Syeikh telah menjelaskan
bentuk-bentuk syirik dengan segala tingkatannya, yaitu:
1.
Syirik akbar (besar): ialah syirik dalam ibadah,
niat, ketaatan dan kecintaan
2.
Syirik asghar (kecil): ialah riya’
Riya sedikit saja sudah termasuk syirik. (HR. Hakim)
3.
Syirik khafi (tersembunyi): ialah syirik yang
menyebabkan seorang mu’min bisa terperosok ke dalamnya, tanpa diketahuinya.
Syirik pada ummat Isalm itu lebih tersembunyi daripada
getaran seekor semut hitam yang berjalan di atas batu hitam pada malam yang
gelap gulita. (hadits)
Da’wah Salafiyah telah
membangunkan ummat Islam di bidang pemikiran setelah lama tenggelam dalam
lumpur kemunduran, kejumudan dan taqlid buta.
Akar Pemikiran dan Sifat
Ideologinya
Syeikh Muhammad bin Abdul
Wahhab telah mengikuti jejak langkah tiga orang tokoh besar. Yaitu :
1.
Imam Ahmad bin Hambal (164 – 241 H)
2.
Ibnu taimiyah (661 – 728 H)
3.
Muhammad Ibnul-Qayim Al-Jauziyah (691 – 751 H)
Oleh karena itu, da’wahnya
merupakan pantulan dari gema pemikiran-pemikiran mereka dan sekaligus merupakan
terjemahan dari tujuan-tujuan mereka dalam realitas amaliyah yang nyata.
Penyebaran dan
Kawasan-kawasan Pengaruhnya
Da’wah Salafiyah sampai ke
luar Jazirah Arabia setelah dibawa oleh para delegasi jama’ah haji. Da’wah
tersebut telah meninggalkan jejak dan pengaruh yang besar terhadap gerakan ishlah
(reformasi) yang telah bangkit di Dunia Islam yang lahir kemudian. Seperti
gerakan mahdiyah, Sanusiyah, Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh di Mesir
dan gerakan-gerakan lainnya di Benua India.
1.g.vi. Sufisme
Ta’rif
Tasauf adalah sebuah
gerakan keagamaan yang tersebar di dunia Islam setelah semakin luasnya daerah
penaklukan Islam, dan semakin pesatnya kemajuan ekonomi. Gerakan ini merupakan
reaksi yang kontradiktif terha-dap kehidupan masyarakatnya yang sedang
tenggelam dalam suatu pera-daban yang serba mewah. Hal itulah yang mendorong
sebagian masyarakat cenderung kepada sikap zuhud. Sikap ini semakin
lama-semakin berkem-bang, sehingga terbentuklah di kalangan mereka suatu cara (thareqat)
tersendiri, yang kemudian dikenal dengan Sufisme. Sebuah thareqat di
mana sengaja mereka dirikan untuk membina dan mendidik jiwa dalam upaya
mencapai ma’rifat Allah dengan kasyf (membuka tabir) dan musya-hadah
(menyaksikan langsung), bukan dengan cara taqlid atau istidlal (menarik
kesimpulan). Akan tetapi setelah itu, mereka cenderung mencari jalan sendiri,
sehingga thareqat mereka dimasuki oleh filsafat-filsafat India, Persia, Yunani
dan filsafat-filsafat lainnya.
Pemikiran dan Doktrin-doktrinnya
Pertama : Pokok-pokok dan rumusan-rumusan
-
Harus berdzikir, melakukan renungan rohani dan
memusatkan pikiran tentang Allah. Derajat tertinggi menurut mereka ialah
derajat “W a l i”.
-
Perlunya konsistensi terhadap perintah-perintah
syara’ :
-
Sahal Tasatturi berkata: “Pokok-pokok thareqat
kami itu ada tujuh: berpegang teguh kepada Al-Qur’an, meneladani Sunnah, makan
yang halal, tidak menyakiti orang lain, menjauhi maksiat, terus menerus
bertaubat dan menjalankan hak.
-
Abu Yazid Al-Busthami berkata: “Jika kalian
mendapatkan seseorang dikarunia satu karamah sehingga ia bisa terbang ke angkasa,
maka kalian janganlah merasa bangga terhadap orang tersebut, sehingga kalian
melihat atau mengetahui bagaimana dia memerintah terhadap sesuatu dan
melarangnya, bagaimana dia memelihara hukum dan menjalankan syari’at.
-
Al-Ghazali berkata: “Andaikan Anda melihat
seseorang terbang di angkasa dan berjalan di atas air, tetapi memerintahkan
sesuatu yang bertentangan dengan syari’at, maka ketahuilah, bahwa dia adalah
syetan.
-
Al-Ghazali berpendapat, bahwa akal saja tidaklah
cukup untuk dijadikan sarana menuju ma’rifat. Tetapi harus ada satu kekuatan
lain di balik kekuatan akal yang bisa membuka mata hati, di mana manusia bisa
melihat sesuatu yang ghaib dan yang akan terjadi di masa mendatang. Itu semua
tidak bisa dicapai, kecuali oleh orang yang memiliki iman seperti imannya
orang-orang arif yang bisa menyaksikan dengan cahaya keyakinan.
-
Orang-orang tasauf berbicara tentang ilmu “ladunni”, yang menurut
mereka ada pada para nabi dan wali. Seorang musyahid (penyaksi) itu menjadi
fana, sampai ia lupa akan dirinya sendiri dan segala sesuatu selain Allah.
Qusyaipi berkata: “Barangsiapa yang didominasi oleh kekuatan hakekat, sampai ia
tidak menyaksikan apa-apa selain dari Dia maka sebenarnya ia telah fana dari
makhluk dan tinggal bersama Yang Maha Haq. Tingkatan fana yang tertinggi ialah
apa yang mereka sebut dengan “Maqam Jam’il Jam’i” yaitu fananya seorang hamba
dari alam nyata, dengan menenggelamkan dirinya dalam wujud Yang Maha Haq.”
Kedua: Beberapa Thareqat
Sufisme
-
Qadiriyah: Dinisbatkan kepada Abdul Qadir Jaelani
(470 – 561 H). Ia dimakamkan di Baghdad dan diziarahi setiap tahun oleh
sebagian besar para pengikutnya untuk dimintai barakahnya. Tokoh ini, termasuk
lautan ilmu pada zamannya. Para pengikutnya sering menisbatkan bermacam-macam
karamah padanya
-
Rifa’iyah: Dinisbatkan kepada Ahmad
Al-Rifa’i(wafat 580). Para pengikutnya menggunakan pedang dan keris dalam
membuktikan bermacam-ragam karamahnya. Tokoh ini sangat zuhud dan banyak
melakukan riyadhah kejiwaan. Thareqatnya tersebar di Asia Barat.
-
Ahmadiyah: Dinisbatkan kepada Ahmad al-Badawi, seorang wali terbesar
di Mesir (596-634 H). Tokoh ini terkenal ahli berkuda, beri’tikaf dalam ibadah,
dan tidak mau kawin. Para pengikutnya tersebar luas di seluruh pelosok Mesir.
Ciri-ciri mereka adalah sorban merah.
Ketiga :
Kelancangan-kelancangan Sufisme
-
Sebagian sufi ada yang menempuh cara menghadirkan ruh, dengan
keyakinan, bahwa itu dari tasauf. Sebagian lagi ada yang menempuh cara-cara
mitik dan magis. Mereka memberi perhatian khusus pada kuburan para wali.
Kuburannya dibangun, diberinya lampu, diziarahinya, dimintainya barakah, dengan
segala bentuk bid’ah yang sama sekali tidak dibenarkan oleh al-Qur’an dan
al-Sunnah.
-
Sebagian ada yang berpendapat, tentang tidak berlakunya taklif
(menjalankan kewajiban-kewajiban agama) bagi seorang wali. Artinya, bahwa
ibadah tidaklah menjadi keharusan bagi seorang wali sebab ia telah mencapai
suatu tingkatan, dimana ia tak perlu lagi melakukan kewajiban-kewajiban itu.
Sebab, jika ia sibuk dengan pekerjaan-pekerjaan syar’i dengan segala fenomenanya,
maka ia akan terputus dari keterpeliharaan bathinnya. Selanjutnya ia
akan dikacaukan oleh bermacam ragam pikiran.
-
Kritik Ghazali terhadap meeka yang telah
diselimuti sifat-sifat sombong, antara lain terhadap kelompok-kelompok berikut
ini :
§ Mereka yang berasa bangga
terhadap pakaian, sikap dan logika
§ Mereka yang mengklaim ilmu
ma’rifat, menyaksikan Yang Haq dan melampaui maqam dan ahwal
§ Mereka yang terjerumus ke dalam
perilaku permisif, melipat hamparan syara’, menolak ahwal, dan menganggap sama
antara yang halal dan yang haram.
§ Mereka yang berkata: “Beramal
secara fisik tidak mempunyai nilai sama sekali. Sebab yang dilihat itu,
hatinya. Sedangkan hati kami ini sangat rindu mencintai Allah, sebagai perekat
bagi ma’rifat Allah. Kami hanya terjun di dunia ini dengan tangan-tangan kami,
sementara hati kami berdiam dalam rububiyaj Allah.”
-
Al Hallaj yang dianggap sebagai pencetus aliran
Ittihad dan Hulul mengeluarkan ucapan-ucapan, antara lain :
§ Aku
adalah Dia yang paling mencintai
Dan Dia
yang paling mencintai itu adalah aku
Kami adalah
dua ruh yang menyatu dalam satu tubuh
Apabila Dia
melihatku, akupun melihatNya
Dan apabila
aku melihatNya, maka Dia pun melihat kami.
Akar Pemikiran dan
Aqidahnya
-
Tidak syak lagi, bahwa zuhud, wara’, taubat dan
ridah yang diserukan oleh para sufi adalah sebagian daripada ajaran Islam. Dan
Islam menganjurkan untuk berpegang teguh kepada sifat-sifat tersebut dan
beramal demi sifat-sifat terpuji itu.
-
Akan tetapi, sebagian mereka yang telah mencapai
tingkatan hulul, ittihad, fana dan menempuh cara mujahadah yang sulit;
sebenarnya mereka memperoleh hal-hal seperti itu dari sumber-sumber luar yang
masuk ke dalam ajaran Islam, seperti Hinduisme, Budhisme dan agama Masehi
-
Menggugurkan taklif (kewajiban menjalankan
ajaran agama) dan melampaui batas dalam syari’at adalah sesuatu yang dikenal
dalam Brahmaisme. Seorang Brahma berkata: “Setiap kali aku bersatu dengan
Brahma, aku tidak berkewajiban lagi untuk beramal atau melakukan suatu
kewajiban agama”.
Tempat Tersiar dan
Kawasan kejayaannya
-
Thareqat-thareqat tasauf secara aktif
menyebarkan Islam di kawasan yang penyebaran Islamnya tidak dilakukan lewat
peperangan. Hal itu terjadi, karena mereka (para sufi) mempunyai pengaruh
rohani yang disebut dengan “daya tarik”, seperti terjadi di Indonesia, sebagian
besar Afrika dan negeri-negeri lainnya.
-
Sufisme mulai mundur sejak akhir abad ke-19 dan
awal abad ke-20. Setelah itu tak pernah lagi memiliki otoritas seperti yang
pernah mereka capai pada masa-masa sebelumnya.
Maraji’
Musthafa Masyhur, Amal Jama’i
Irwan Prayitno, Fiqhud Dakwah
Yusuf Qardhawy, Fiqhul
Ikhtilaf
Lembaga Pengkajian dan
Penelitian WAMY, Gerakan Keagamaan dan Pemikiran