KESATUAN AKSI
MAHASISWA MUSLIM INDONESIA
(KAMMI)
ANGGARAN DASAR
MUQODDIMAH
Bismillahirrohmaanirrohim
Bahwa sesungguhnya
hakekat penciptaan manusia adalah untuk menjadi khalifah Allah di muka bumi.
Peradaban di muka bumi akan tegak dan sempurna manakala amanah itu ditunaikan
dalam kerangka penyembahan dan pengabdian kepada Allah sebagai pribadi muslim.
Kaum muslimin adalah pemegang hak atas peradaban dunia yang dibangun atas
nilai-nilai tauhid. Oleh karena itu, seorang muslim memiliki kewajiban asasi
untuk berda’wah amar ma’ruf nahi munkar menegakkan kalimat tauhid. Da’wah
tauhid adalah tugas suci seorang muslim untuk menyadarkan, membebaskan, dan
memerdekakan manusia dari penghambaan kepada manusia dan materi menuju penghambaan
yang sejati yaitu kepada Allah yang Maha Pencipta, dengan mengajak kepada
kebenaran, menegakkan keadilan, dan mencegah kebathilan dengan cara yang
ma’ruf.
Bahwa sesungguhnya
mahasiswa adalah entitas intelektual yang menempati posisi strategis dalam
perjalanan sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Mahasiswa adalah agen-agen
pengubah, pilar-pilar keadilan dan kebenaran, teladan perjuangan, dan aset masa
depan bangsa Indonesia.
Kaum muslimin adalah bagian terbesar bangsa Indonesia, sehingga
masa depan bangsa Indonesia akan ditentukan oleh peran-peran sejarah kaum
muslimin. Sementara itu, sejarah Indonesia adalah sejarah tirani, penindasan,
dan kedzaliman atas rakyatnya yang mustadh’afin, termiskinkan, dan terpinggirkan. Sejarah
kelam tersebut pada penghujung abad ke-20—pada tahun 1998—telah mencapai
puncaknya. Oleh karena itu, sebagai manifestasi dari jiwa perjuangan Islam dan
semangat perjuangan mahasiswa, maka pada tanggal 1 Dzulhijjah 1418 H bertepatan
dengan 29 Maret 1998 M, Mahasiswa Muslim Indonesia sebagai Aktivis Da’wah
Kampus di seluruh Indonesia menghimpun diri dalam sebuah wadah perjuangan yang
bernama Kesatua Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).
KAMMI meyakini bahwa
Islam adalah rahmat bagi bangsa Indonesia dan bagi seluruh alam, karena Islam
adalah agama Allah yang sempurna dan paripurna, yang telah meliputi seluruh
aspek kemanusiaan. Sehingga KAMMI dengan potensi keimanan, keislaman,
intelektual, dan kecendikiawanan sebagai anugerah Allah SWT meletakkan dirinya
sebagai kawah candradimuka untuk menciptakan pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia
masa depan yang tangguh dalam upaya mewujudkan bangsa dan negara yang Islami di
Indonesia sehingga terbentuk bangsa dan negara Indonesia yang berdaulat, adil,
dan makmur dalam lindungan ampunan Allah SWT.
(dimasukkan kalimat
deklarasi malang)
Untuk mewujudkan
cita-cita luhur tersebut, maka KAMMI melandaskan dirinya pada Anggaran Dasar
sebagai berikut:
BAB I
NAMA. WAKTU DAN TEMPAT
KEDUDUKAN
Pasal 1
Organisasi ini bernama Kesatuan Aksi Mahasiswa
Muslim Indonesia, disingkat KAMMI
Pasal 2
KAMMI didirikan di
Malang pada tanggal 1 Dzulhijjah 1418 H bertepatan dengan 29 Maret 1998 M,
sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
Pasal 3
KAMMI berkedudukan di
negara Indonesia dan berpusat di DKI Jakarta.
BAB II
ASAS, SIFAT, VISI, DAN
MISI
Pasal 4
KAMMI berasaskan
Islam.
Pasal 5
Organisasi ini
bersifat terbuka dan independen.
Pasal 6
Wadah perjuangan
permanen yang akan melahirkan kader-kader pemimpin dalam upaya mewujudkan
bangsa dan negara Indonesia yang Islami.
Pasal 7
(1)
Membina keislaman, keimanan, dan ketaqwaan mahasiswa muslim Indonesia.
(2)
Menggali, mengembangkan, dan memantapkan potensi dakwah, intelektual, sosial,
dan politik mahasiswa.
(3)
Memelopori dan memelihara komunikasi, solidaritas, dan kerjasama mahasiswa
Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan bangsa dan negara.
(4) Mencerahkan dan meningkatkan kualitas masyarakat
Indonesia menjadi masyarakat yang rabbani, madani, adil, dan sejahtera.
(5) Mengembangkan kerjasama antar elemen bangsa dan
negara dengan semangat membawa kebaikan, menyebar manfaat, dan mencegah
kemungkaran (amar ma`ruf nahi munkar).
BAB III
STATUS
Pasal 8
KAMMI adalah
organisasi kemasyarakatan.
BAB IV
KEANGGOTAAN
Pasal 9
Anggota KAMMI adalah
Mahasiswa Muslim Indonesia yang terdaftar pada Perguruan Tinggi di seluruh
Indonesia maupun luar negeri dan telah memenuhi syarat-syarat keanggotaan.
Pasal 10
Anggota KAMMI terdiri
atas:
1.
Anggota Biasa
2.
Anggota Kehormatan
BAB V
KEORGANISASIAN
Pasal 11
Struktur organisasi
terdiri atas KAMMI Pusat, KAMMI Wilayah, KAMMI Daerah dan KAMMI Komisariat.
Pasal 12
(1) Kepengurusan
KAMMI terdiri atas Pengurus Pusat (PP) KAMMI, Pengurus Wilayah KAMMI, Pengurus
Daerah KAMMI dan Pengurus Komisariat KAMMI.
(2) PP KAMMI
dipimpin oleh Ketua Umum PP KAMMI, pengurus Wilayah KAMMI dipimpin oleh Ketua
Umum KAMMI Wilayah, pengurus Daerah KAMMI dipimpin oleh Ketua Umum KAMMI Daerah
dan pengurus Komisariat KAMMI dipimpin oleh Ketua Umum KAMMI Komisariat.
Pasal 13
Untuk menjaga
keteraturan, kesinambungan, serta kesesuaian gerak langkah KAMMI dengan visi
dan misi organisasi, maka dibentuk Majelis Permusyawaratan dan Dewan Penasehat
di tingkat KAMMI Pusat dan KAMMI Daerah.
Pasal 14
Apabila dianggap perlu
demi pencapaian visi dan misi organisasi dalam bidang khusus dan tugas khusus
maka para pengurus KAMMI dapat membentuk Badan-Badan Khusus.
Pasal 15
Apabila dianggap perlu
demi pencapaian visi dan misi organisasi untuk meningkatkan dan mengembangkan
keahlian dan profesionalisme anggota dan peran pemberdayaan masyarakat dalam
bidang tertentu maka para pengurus KAMMI dapat membentuk Lembaga Semi Otonom.
BAB VI
PERMUSYAWARATAN
Pasal 16
Rapat-rapat
permusyawaratan dalam KAMMI meliputi: muktamar, musyawarah dan rapat, serta
bentuk-bentuk pertemuan lainnya yang dianggap perlu.
Pasal 17
Yang dimaksud
Permusyawaratan adalah mekanisme pengambilan keputusan yang memiliki ketetapan
mengikat ke dalam dan keluar organisasi.
Pasal 18
(1)
Permusyawaratan tertinggi KAMMI berada pada Muktamar KAMMI.
(2)
Permusyawaratan tertinggi di KAMMI Wilayah berada pada Musyawarah Wilayah
KAMMI.
(3)
Permusyawaratan tertinggi di KAMMI Daerah berada pada Musyawarah Daerah KAMMI.
(4)
Permusyawaratan tertinggi di KAMMI Komisariat berada pada Musyawarah Komisariat
KAMMI.
BAB VII
KEUANGAN
Pasal 19
Keuangan KAMMI
dikelola dengan prinsip halal, transparan, bertanggungjawab, efektif, efisien,
dan berkesinambungan.
Keuangan KAMMI
diperoleh dari: uang pangkal, iuran wajib anggota, wakaf, zakat, infaq,
shadaqah, dan usaha-usaha halal yang dikelola KAMMI serta sumbangan-sumbangan
lain yang halal, tidak mengikat dan tidak melanggar hukum Islam.
BAB VIII
PERUBAHAN DAN
PENETAPAN
Pasal 20
(1)
Perubahan Anggaran Dasar KAMMI hanya dapat dilakukan di Muktamar apabila
perubahan tersebut disetujui oleh minimal 2/3 jumlah KAMMI Daerah yang hadir di
Muktamar.
(2)
Penetapan Anggaran Dasar KAMMI dilakukan melalui Muktamar.
BAB IX PEMBUBARAN
Pasal 21
(1) Pembubaran
KAMMI dilakukan melalui Muktamar Luar Biasa yang diadakan khusus untuk agenda
tersebut.
(2) Muktamar luar
biasa tersebut dalam ayat (1) diusulkan oleh Pengurus Pusat KAMMI dan disetujui
serta dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari KAMMI Daerah.
(3) Keputusan
pembubaran ditetapkan apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 jumlah
KAMMI Daerah yang hadir.
(4) Apabila
KAMMI dibubarkan, maka seluruh harta kekayaan organisasi diserahkan kepada
badan-badan atau lembaga-lembaga Islam yang bergerak di bidang dakwah,
pendidikan, sosial budaya, dan pemberdayaan kaum dhuafa.
BAB X
ATURAN TAMBAHAN
Pasal 22
Hal yang belum diatur,
ditetapkan, ataupun dirinci dalam Anggaran Dasar ini diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga.
BAB XI
PENUTUP
Pasal 23
Anggaran Dasar ini
ditetapkan di Bekasi, pada Muktamar I tahun 1998. Dan diperbaharui pada:
Muktamar II di
Jogjakarta, Bulan November 2000.
Muktamar III di
Lampung, Bulan November 2002.
Muktamar IV di
Samarinda, tanggal 28 September 2004.
Muktamar V di
Palembang, tanggal 16 September 2006.
Muktamar VI di
Makassar, tanggal 07 November 2008.
KESATUAN AKSI
MAHASISWA MUSLIM INDONESIA (KAMMI)
ANGGARAN RUMAH TANGGA
Bismillahirrohmaanirrohim
BAB I
KEANGGOTAAN
BAGIAN I
ANGGOTA
Pasal 1
Mahasiswa Muslim
Indonesia adalah warga negara Indonesia yang beragama Islam yang menempuh
pendidikan di perguruan tinggi baik di Indonesia maupun di luar Indonesia dalam
beragam jenjang kependidikan tinggi.
Pasal 2
(1) Anggota
biasa adalah mahasiswa muslim Indonesia yang memenuhi persyaratan keanggotaan.
(2) Anggota
kehormatan adalah orang yang karena berjasa dalam mengembangkan dan
memperjuangkan kemajuan KAMMI diusulkan oleh Pengurus Pusat atau daerah dan
ditetapkan dalam forum Muktamar.
Pasal 3
**
Jenjang keanggotaan
KAMMI adalah Anggota Biasa, Anggota Biasa I, Anggota Biasa II, dan Anggota
Biasa III.
BAGIAN II
SYARAT-SYARAT KEANGGOTAAN
Pasal 4
(1) Yang dapat
diterima menjadi anggota biasa adalah:
1.
Mahasiswa Muslim Indonesia.
2.
Berusia setinggi-tingginya 35 (tiga puluh lima) tahun.
3.
Mengajukan permohonan dan menyatakan secara tertulis kesediaan
mengikuti Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga serta ketentuan/peraturan
organisasi lainnya kepada pengurus KAMMI Komisariat setempat.
(2) Yang dapat
ditetapkan menjadi anggota biasa adalah:
1.
Memenuhi persyaratan pada ayat (1).
2.
Lulus Dauroh Marhalah I.
(3) Anggota
dinyatakan sebagai Anggota Biasa I apabila telah dinyatakan lulus sertifikasi
IJDK Anggota Biasa I, Anggota Biasa II apabila telah dinyatakan lulus
sertifikasi IJDK Anggota Biasa II, dan dinyatakan sebagai Anggota Biasa III
apabila telah dinyatakan lulus Dauroh Marhalah III.
(4) Prosedur
penetapan anggota kehormatan diatur sendiri dalam ketetapan organisasi.
BAGIAN III
MASA KEANGGOTAAN
Pasal 5
(1)
Keanggotaan biasa dan keanggotaan kehormatan berakhir karena:
1.
Telah habis masa keanggotaannya.
2.
Mengundurkan diri.
3.
Meninggal dunia.
4.
Diberhentikan atau dipecat.
5.
Murtad.
(2) Masa
keanggotaan anggota biasa adalah sejak dinyatakan lulus Dauroh Marhalah 1
hingga 3 (tiga) tahun setelah berakhirnya masa studi S-0 (Diploma dan Non
Gelar), 5 (lima) tahun untuk S-1, dan 2 (dua) tahun untuk S-2 dan S-3.
(3) Masa
keanggotaan anggota biasa berakhir di usia 35 tahun.
(4)
Anggota biasa yang habis masa keanggotaannya saat menjadi pengurus,
diperpanjang masa keanggotaannya sampai selesai masa kepengurusannya
(dinyatakan demisioner), setelah itu dinyatakan habis masa keanggotaannya dan
tidak dapat menjadi pengurus lagi.
(5)
Anggota biasa yang melanjutkan studi ke strata perguruan tinggi yang lebih
tinggi atau sama lebih dari masa keanggotaannya sejak lulus dari studi
sebelumnya dan tidak sedang diperpanjang masa keanggotaan karena menjadi
pengurus (sebagaimana dimaksud ayat 4) maka masa keanggotaan tidak diperpanjang
lagi (berakhir).
Pasal 6
(1)
Anggota biasa mempunyai hak bicara, hak suara, hak partisipasi, dan hak untuk
dipilih.
(2)
Anggota kehormatan mempunyai hak mengajukan saran atau pertanyaan kepada
pengurus secara lisan dan tulisan.
Pasal 7
(1) Anggota
biasa mempunyai kewajiban:
1.
Menjunjung tinggi etika, sopan santun, dan moralitas dalam
berperilaku dan menjalankan aktivitas organisasi.
2.
Tunduk dan patuh kepada Anggaran Dasar (AD), Anggaran Rumah
Tangga (ART) dan peraturan organisasi lainnya.
3.
Berpartisipasi dalam kegiatan organisasi.
4.
Menjaga dan menjunjung nama baik organisasi.
5.
Membayar uang pangkal dan iuran anggota.
(2) Anggota
kehormatan mempunyai kewajiban:
1.
Menjunjung tinggi etika, sopan santun, dan moralitas dalam
berperilaku, dan menjalankan aktivitas organisasi.
2.
Tunduk dan patuh kepada Anggaran Dasar (AD), Anggaran Rumah
Tangga (ART) dan peraturan organisasi lainnya.
3.
Mendukung kegiatan organisasi.
1.
Menjaga dan menjunjung nama baik organisasi.
BAGIAN V
MUTASI ANGGOTA
Pasal 8
(1) Mutasi
angota adalah perpindahan status keanggotaan dari satu daerah ke daerah lain.
(2) Mutasi
anggota hanya dapat dilakukan jika yang bersangkutan pindah studi / domisili.
(3)
Anggota KAMMI dapat melakukan mutasi keanggotaan dari suatu KAMMI Daerah ke
KAMMI Daerah lain dengan membawa Surat Pengantar atau Kartu Anggota yang
menyebutkan jenjang keanggotaannya dari KAMMI Daerah asal.
(4)
Apabila seorang anggota KAMMI studi di 2 (dua) perguruan tinggi yang berbeda
wilayah kerja daerah, maka anggota tersebut harus memilih salah satu daerah.
BAGIAN VI
RANGKAP ANGGOTA DAN
RANGKAP JABATAN
Pasal 9
(1)
Dalam keadaan tertentu anggota KAMMI dapat merangkap menjadi anggota organisasi
lain atas persetujuan Pengurus Pusat KAMMI atau Pengurus Daerah.
(2)
Pengurus KAMMI tidak dibenarkan untuk merangkap jabatan pada organisasi lain
sesuai ketentuan yang berlaku.
BAGIAN VII
SANKSI ANGGOTA
Pasal 10
(1) Sanksi
adalah bentuk hukuman sebagai bagian proses pembinaan yang diberikan organisasi
kepada anggota.
(2) Anggota
mendapat sanksi karena:
1.
Melalaikan tugas organisasi.
2.
Bertindak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan oleh KAMMI.
3.
Bertindak merugikan atau mencemarkan nama baik KAMMI.
4.
Melakukan tindakan kriminal dan tindakan melawan hukum lainnya.
(3) Jenis-jenis
sanksi :
1.
Teguran
2.
Peringatan
3.
Skorsing
4.
Pemberhentian
5.
Atau bentuk lain yang ditentukan oleh pengurus dan diatur dalam
ketentuan tersendiri
(4) Anggota yang
dikenakan sangsi dapat mengajukan pembelaan di forum yang diadakan oleh Majelis
Permusyawaratan.
BAB II
KEORGANISASIAN
BAGIAN I
PENGURUS PUSAT
Pasal 11
(1)
Pengurus Pusat (PP) adalah Badan/Instansi kepemimpinan tertinggi organisasi.
(2) Masa
jabatan PP adalah dua tahun terhitung sejak pelantikan/serah terima jabatan
dari Pengurus Pusat demisioner.
Pasal 12
(1)
Pengurus Pusat terdiri dari Badan Pengurus Harian (BPH), Pengurus Harian (PH),
Badan Khusus, dan LSO.
(2)
Formasi BPH sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Jenderal,
dan Bendahara Umum.
(3) Dalam
melaksanakan tugasnya, BPH dibantu oleh PH yang merupakan staf-staf dari Badan
Pengurus Harian.
(4)
Formasi Pengurus Pusat disesuaikan dengan kebutuhan organisasi dengan mempertimbangkan
efektifitas dan efisiensi kinerja kepengurusan.
(5) Yang
dapat menjadi personalia Pengurus Pusat adalah:
1.
Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.
2.
Berstatus AB3 kecuali PH minimal berstatus AB2.
3.
Pernah menjadi Pengurus Daerah dan/atau Wilayah.
4.
Tidak menjadi personalia Pengurus Pusat untuk periode ketiga
kalinya kecuali jabatan Ketua Umum.
(6) Yang
dapat menjadi Ketua Umum/formatur Pengurus Pusat adalah:
1.
Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.
2.
Berstatus sebagai AB3.
3.
Pernah menjadi Pengurus Daerah dan/atau Wilayah.
4.
Tidak sedang diperpanjang masa keanggotaannya karena sedang
menjadi Pengurus.
5.
Sehat secara jasmani maupun rohani.
6.
Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai
insan akademis yakni karya tulis ilmiah.
7.
Mendapatkan rekomendasi tertulis dari KAMMI Daerah.
(7)
Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah Muktamar, personalia Pengurus
Pusat harus sudah dibentuk dan Pengurus Pusat demisioner sudah mengadakan serah
terima jabatan.
(8)
Apabila Ketua Umum tidak dapat menjalankan tugas/non aktif, maka dapat diplih
Pejabat Ketua Umum.
(9) Yang
dimaksud dengan tidak dapat menjalankan tugas/non aktif adalah:
1.
Meninggal dunia
2.
Sakit yang menyebabkan tidak dapat menjalankan tugas selama 3
(tiga) bulan berturut-turut.
3.
Tidak hadir dalam rapat pengurus harian dan/atau rapat BPH
selama 2 (dua) bulan berturut-turut.
(10) Ketua Umum dapat
diberhentikan dan diangkat Pejabat Ketua Umum sebelum Muktamar apabila
melanggar AD / ART.
(11) Pemberhentian
Ketua Umum dan pengangkatan/pengambilan sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum
sebelum Muktamar hanya dapat melalui:
1.
Keputusan Rapat Pimpinan Nasional yang disetujui minimal 50%+1
suara utusan Rapat Pimpinan Nasional apabila pemberhentian Ketua Umum diusulkan
melalui Keputusan Rapat Majelis Permusyawaratan yang diusulkan oleh 2/3 BPH.
2.
Keputusan Rapat Pimpinan Nasional atau Rapat Majelis
Permusyawaratan yang disetujui minimal 50%+1 jumlah suara utusan Rapat Pimpinan
Nasional atau 50%+1 jumlah anggota Majelis Permusyawaratan apabila pemberhentian
Ketua Umum diusulkan oleh minimal 1/2 jumlah KAMMI Daerah.
(12) Usulan
pemberhentian Ketua Umum harus disampaikan secara tertulis disertai alasan,
bukti dan saksi (bila dibutuhkan), dan tanda tangan pengusul. Usulan
ditembuskan kepada Majelis Permusyawaratan Pengurus Pusat dan Daerah.
(13) Ketua Umum dapat
mengajukan gugatan pembatalan atas putusan pemberhentiannya kepada Majelis
Permusyawaratan Pengurus Pusat selambat-lambatnya satu mingggu sejak putusan
pemberhentiannya ditetapkan. Putusan Majelis Permusyawaratan Pengurus Pusat
yang bersifat final dan mengikat dikeluarkan paling lambat dua minggu sejak
pengajuan gugatan pembatalan diterima.
(14) Dalam hal Ketua
Umum mangkat atau mengundurkan diri, Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat secara
otomatis menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum hingga dipilih, diangkat, dan
diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dalam Rapat Harian Pengurus Pusat
yang terdekat.
(15) Bila Sekretaris
Jenderal Pengurus Pusat tidak dapat menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum karena
mangkat, mengundurkan diri, atau berhalangan tetap hingga dua kali Rapat Badan
Pengurus Harian yang terdekat dari mangkat atau mundurnya Ketua Umum maka
Pejabat Sementara Ketua Umum diangkat secara otomatis dari salah satu Ketua
Bidang hingga dipilih, diangkat, dan diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum
dalam Rapat Badan Pengurus Harian yang terdekat.
(16) Sebelum diadakan
Rapat Badan Pengurus Harian Pengurus Pusat untuk memilih Pejabat Ketua Umum,
Pejabat Sementara Ketua Umum memberitahukan mangkat atau pengunduran diri Ketua
Umum kepada Majelis Permusyawaratan Pusat dan mengundang Majelis
Permusyawaratan Pusat menjadi saksi dalam Rapat Badan Pengurus Harian.
(17) Rapat Badan
Pengurus Harian PP KAMMI untuk memilih Pejabat Ketua Umum langsung dipimpin oleh
Pejabat Sementara Ketua Umum. Pejabat Ketua Umum dapat dipilih melalui
musyawarah atau pemungutan suara dari calon-calon yang terdiri dari Sekretaris
Jenderal, Bendahara Umum, dan Ketua Bidang.
(18) Pengambilan
sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dilakukan oleh Koordinator Majelis
Permusyawaratan Pusat atau anggota Majelis Permusyawaratan Pengurus Pusat yang
ditunjuk berdasarkan kesepakatan Majelis Permusyawaratan Pengurus Pusat.
(19) Ketua Umum dapat melakukan reshuffle atau penggantian personalia Pengurus Pusat
dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
1.
Keaktifan yang bersangkutan dalam rapat-rapat PP KAMMI
2.
Realisasi Program kerja di bidang yang bersangkutan dalam 1
(satu) semester.
3.
Partisipasi yang bersangkutan dalam program kerja PP KAMMI (di
luar bidang yang bersangkutan).
Pasal 13
(1)
Menggerakkan organisasi berdasarkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga.
(2)
Melaksanakan Ketetapan-ketetapan Muktamar.
(3)
Menyampaikan ketetapan dan perubahan penting yang berhubungan dengan KAMMI
kepada seluruh aparat dan anggota KAMMI.
(4)
Melaksanakan Rapat Pimpinan Nasional setiap semester kegiatan, selama periode
berlangsung.
(5)
Melaksanakan Rapat Badan Pengurus Harian PP KAMMI minimal dua minggu sekali,
selama periode berlangsung.
(6)
Melaksanakan Rapat Pleno Pengurus Harian PP KAMMI minimal 1 bulan sekali,
selama periode berlangsung.
(7)
Memfasilitasi sidang Majelis Permusyawaratan Pengurus Pusat dalam rangka
menyiapkan draft materi Muktamar atau sidang Majelis Permusyawaratan Pengurus
Pusat lainnya ketika diminta.
(8)
Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada anggota melalui Muktamar.
(9)
Mengesahkan Pengurus Wilayah.
(10) Menerima laporan
kerja Pengurus Wilayah.
(11) Menaikkan dan
menurunkan status Wilayah dan Daerah berdasarkan evaluasi perkembangan Wilayah
dan Daerah.
(12) Mengesahkan
Pembentukan KAMMI Daerah Persiapan berdasarkan usulan Pengurus Wilayah
dan mengesahkan pemekaran KAMMI Daerah berdasarkan usulan Musyawarah
Daerah selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah pengajuan.
(13) Memberikan sanksi
dan merehabilitasi secara langsung terhadap anggota/pengurus.
BAGIAN II
PENGURUS WILAYAH KAMMI
Pasal 14
(1) KAMMI
Wilayah merupakan satu kesatuan organisasi yang dibentuk untuk mengkoordinir
beberapa daerah.
(2) Masa
jabatan Pengurus Wilayah adalah dua tahun semenjak pelantikan/serah terima
jabatan dari Pengurus demisioner.
Pasal 15
(1)
Pengurus Wilayah terdiri dari Badan Pengurus Harian (BPH), Pengurus Harian
(PH), Badan Khusus, dan LSO.
(2)
Formasi BPH sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Umum, dan
Bendahara Umum.
(3) Dalam
melaksanakan tugasnya, BPH dibantu oleh PH yang merupakan staf-staf dari Badan
Pengurus Harian.
(4) Yang
dapat menjadi personalia Pengurus Wilayah adalah:
1.
Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.
2.
Minimal berstatus AB2.
3.
Pernah menjadi Pengurus Daerah.
4.
Tidak menjadi personalia Pengurus Wilayah untuk periode ketiga
kalinya kecuali jabatan Ketua Umum.
(5) Yang
dapat menjadi Ketua Umum/Formatur Pengurus Wilayah adalah:
1.
Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.
2.
Berstatus AB3.
3.
Pernah menjadi Pengurus Daerah.
4.
Tidak sedang diperpanjang masa keanggotaannya karena sedang
menjadi pengurus.
5.
Sehat secara jasmani maupun rohani.
6.
Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai
insan akademis yakni karya tulis ilmiah.
7.
Ketika mencalonkan diri mendapatkan rekomendasi tertulis dari
daerah.
(6)
Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah Musyawarah Wilayah, personalia
Pengurus Wilayah harus sudah dibentuk dan Pengurus Wilayah demisioner sudah
mengadakan serah terima jabatan.
(7)
Apabila Ketua Umum tidak dapat menjalankan tugas/non aktif, maka dapat dipilih
Pejabat Ketua Umum.
(8) Yang
dimaksud dengan tidak dapat menjalankan tugas/non aktif adalah:
1.
Meninggal dunia.
2.
Sakit yang menyebabkan tidak dapat menjalankan tugas selama 6
(enam) bulan berturut-turut.
3.
Tidak hadir dalam rapat harian dan/atau rapat presidium selama 2
(dua) bulan berturut-turut.
(9) Ketua
Umum dapat diberhentikan dan diangkat Pejabat Ketua Umum sebelum Muswil apabila
melanggar AD / ART.
(10) Pemberhentian
Ketua Umum dan pengangkatan Pejabat Ketua Umum sebelum Muswil, hanya dapat
dilakukan melalui:
1.
Keputusan Rapat Pimpinan Wilayah yang disetujui minimal 50%+1
suara utusan Rapat Pimpinan Wilayah apabila pemberhentian Ketua Umum yang
diusulkan melalui Keputusan Rapat Pleno Pengurus Harian Wilayah yang disetujui
oleh 2/3 jumlah Pengurus Wilayah.
2.
Rapat Pimpinan Wilayah yang disetujui minimal 50%+1 jumlah suara
utusan Rapat Pimpinan Wilayah apabila pemberhentian Ketua Umum diusulkan oleh
minimal setengah jumlah KAMMI Daerah.
(11) Usulan
pemberhentian Ketua Umum harus disampaikan secara tertulis disertai alasan,
bukti dan sanksi (bila dibutuhkan), dan tanda tangan pengusul. Usulan
ditembuskan kepada Pengurus Pusat.
(12) Ketua Umum dapat
mengajukan gugatan pembatalan atas putusan pemberhentiannya kepada Pengurus
Pusat selambat-lambatnya satu mingggu sejak putusan pemberhentiannya
ditetapkan. Keputusan Pengurus Pusat yang bersifat final dan mengikat
dikeluarkan paling lambat dua minggu sejak pengajuan gugatan pembatalan
diterima.
(13) Dalam hal Ketua
Umum mangkat atau mengundurkan diri, Sekretaris Umum Pengurus Wilayah secara
otomatis menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum hingga dipilih, diangkat, dan
diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dalam Rapat Badan Pengurus Harian
Pengurus Wilayah yang terdekat.
(14) Sebelum diadakan
Rapat Badan Pengurus Harian Pengurus Wilayah, Sekretaris Umum selaku Pejabat
Sementara Ketua Umum memberitahukan mangkat atau pengunduran diri Ketua Umum
kepada Daerah dan Pengurus Pusat.
(15) Ketua Umum dapat melakukan reshuffle atau penggantian personalia Pengurus
Wilayah dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
1.
Keaktifan yang bersangkutan dalam rapat-rapat Pengurus Wilayah
2.
Realisasi Program kerja di bidang yang bersangkutan dalam 1
(satu) semester.
3.
Partisipasi yang bersangkutan dalam program kerja Pengurus KAMMI
Wilayah (di luar bidang yang bersangkutan).
Pasal 16
(1)
Melaksanakan hasil-hasil ketetapan Musyawarah Wilayah, serta ketentuan/kebijakan
organisasi lainnya yang diberikan oleh Pengurus Pusat.
(2)
Mewakili Pengurus Pusat menyelesaikan persoalan intern Wilayah koordinasinya
tanpa meninggalkan keharusan konsultasi dengan Pengurus Pusat.
(3)
Melaksanakan Rapat Pimpinan Wilayah setiap semester kegiatan.
(4)
Membantu menyiapkan draft materi Muktamar.
(5)
Mengkoordinir dan mengawasi kegiatan Daerah dalam wilayah koordinasinya.
(6)
Mempersiapkan pembentukan KAMMI Daerah Persiapan.
(7)
Mewakili Pengurus Pusat melantik Daerah-Daerah.
(8)
Meminta laporan perkembangan Daerah-Daerah dalam wilayah koordinasinya.
(9)
Menyampaikan laporan kerja Pengurus setiap semester kepada Pengurus Pusat.
(10) Menyelenggarakan
Muswil selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah Muktamar.
(11) Memberikan
laporan pertanggung jawaban dalam Muswil.
Pasal 17
(1) Untuk
pembentukan/pendirian KAMMI Wilayah (Wilayah) harus direkomendasikan di Pra
Muktamar dan ditetapkan/disahkan pada Muktamar terdekat.
(2) Satu
KAMMI Wilayah (Wilayah) mengkoordinir minimal 2 (dua) KAMMI Daerah penuh.
BAGIAN III
KAMMI DAERAH
Pasal 18
(1) Dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia, Daerah merupakan satu kesatuan organisasi
yang dibentuk di Kota Pusat atau Ibukota Propinsi/Kabupaten/Kota yang terdapat
perguruan tinggi.
(2) Di
luar Negara Kesatuan Republik Indonesia, Daerah merupakan satu kesatuan
organisasi yang dibentuk di Ibukota Negara dan Kota Pusat lainnya di Negara
tersebut yang terdapat banyak mahasiswa muslim.
(3) Kammi
Daerah persiapan adalah Kammi Daerah yang memiliki minimal 1 orang AB3, 6 orang
AB2 dan 18 orang AB1 dan minimal mengelola 2 komisariat.
(4) Kammi
Daerah penuh adalah Kammi Daerah yang memiliki minimal minimal 4 orang AB3, 24
orang AB2, dan 72 orang AB1, dan minimal mengelola 2 komisariat.
(5) Masa
jabatan Pengurus Daerah adalah dua tahun semenjak pelantikan/serah terima
jabatan dari Pengurus demisioner.
Pasal 19
(1)
Pengurus Daerah terdiri dari Badan Pengurus Harian (BPH), Pengurus Harian (PH),
Badan Khusus, dan LSO.
(2)
Formasi BPH sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Umum, dan
Bendahara Umum.
(3) Dalam
melaksanakan tugasnya, BPH dibantu oleh PH yang merupakan staf-staf dari Badan
Pengurus Harian.
(4) Yang
dapat menjadi personalia Pengurus Daerah adalah:
1.
Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.
2.
Minimal berstatus AB2.
3.
Pernah menjadi Pengurus Komisariat atau organisasi intra kampus.
4.
Tidak menjadi personalia Pengurus Daerah untuk periode ketiga
kalinya kecuali jabatan Ketua Umum.
(5) Yang
dapat menjadi Ketua Umum/Formatur Pengurus Daerah adalah:
1.
Tidak sedang dijatuhi sangsi organisasi.
2.
Berstatus sebagai AB3.
3.
Pernah menjadi Pengurus Komisariat dan/atau Daerah.
4.
Tidak sedang diperpanjang masa keanggotaannya karena sedang
menjadi pengurus.
5.
Sehat secara jasmani maupun rohani.
6.
Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai
insan akademis yakni karya tulis ilmiah.
7.
Ketika mencalonkan diri mendapatkan rekomendasi tertulis dari
Pengurus Komisariat.
(6)
Selambat-lambatnya 15 (lima belas hari) hari setelah Musda, personalia Pengurus
Daerah harus sudah dibentuk dan Pengurus Daerah demisioner sudah mengadakan
serah terima jabatan.
(7)
Apabila Ketua Umum tidak dapat menjalankan tugas/non aktif, maka dapat dipilih
Pejabat Ketua Umum.
(8) Yang
dimaksud dengan tidak dapat menjalankan tugas/non aktif adalah:
1.
Meninggal dunia.
2.
Sakit yang menyebabkan tidak dapat menjalankan tugas selama 3
(tiga) bulan berturut-turut.
3.
Tidak hadir dalam rapat pengurus harian dan/atau rapat BPH
selama 1 (satu) bulan berturut-turut.
(9) Ketua Umum
dapat diberhentikan dan diangkat Pejabat Ketua Umum sebelum Musda apabila
melanggar AD / ART.
(10) Pemberhentian
Ketua Umum dan pengangkatan/pengambilan sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum
melalui:
1.
Keputusan Rapat Pimpinan Daerah yang disetujui minimal 50%+1
suara utusan Rapat Pimpinan Daerah
2.
Usulan pemberhentian Ketua Umum hanya dapat diajukan melalui
Keputusan Rapat Majelis Permusyawaratan Daerah yang disetujui 2/3 BPH KAMMI
Daerah atau oleh minimal 2/3 jumlah KAMMI Komisariat.
(11) Usulan pemberhentian
Ketua Umum harus disampaikan secara tertulis disertai alasan, bukti dan saksi
(bila dibutuhkan), dan tanda tangan pengusul. Usulan ditembuskan kepada Majelis
Permusyawaratan Pusat, Ketua Umum PP KAMMI, dan Ketua Umum KAMMI Wilayah.
(12) Ketua Umum dapat
mengajukan gugatan pembatalan atas putusan pemberhentiannya kepada Pengurus
Pusat selambat-lambatnya satu mingggu sejak putusan pemberhentiannya
ditetapkan. Keputusan Pengurus Pusat dikeluarkan paling lambat dua minggu sejak
pengajuan pembatalan gugatan diterima. Dalam hal masÃh terdapat keberatan atas
keputusan Pengurus Pusat maka dapat diajukan gugatan ulang kepada Pengurus
Pusat selambat-lambatnya satu mingggu sejak keputusan Pengurus Pusat
ditetapkan. Keputusan Pengurus Pusat yang bersifat final dan mengikat
dikeluarkan paling lambat dua minggu sejak gugatan ulang diterima.
(13) Dalam hal Ketua
Umum mangkat atau mengundurkan diri, Sekretaris Umum Pengurus Daerah secara
otomatis menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum hingga dipilih, diangkat, dan
diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dalam Rapat Badan Pengurus Harian
Pengurus Daerah yang terdekat.
(14) Bila Sekretaris
Umum Pengurus Daerah tidak dapat menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum karena
mangkat, mengundurkan diri, atau berhalangan tetap hingga dua kali Rapat Badan
Pengurus Harian yang terdekat dari mangkat atau mundurnya Ketua Umum maka
Pejabat Sementara Ketua Umum diangkat secara otomatis dari salah satu Ketua
Bidang hingga dipilih, diangkat, dan diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum
dalam Rapat Badan Pengurus Harian Pengurus Daerah yang terdekat.
(15) Sebelum diadakan
Rapat Badan Pengurus Harian Pengurus Daerah untuk memilih Pejabat Ketua Umum,
Pejabat Sementara Ketua Umum memberitahukan mangkat atau pengunduran diri Ketua
Umum kepada Majelis Permusyawaratan Pengurus Daerah dan mengundangnya untuk
menjadi saksi dalam Rapat Badan Pengurus Harian Pengurus Daerah.
(16) Rapat Badan
Pengurus Harian Pengurus Daerah untuk memilih Pejabat Ketua Umum langsung
dipimpin oleh Pejabat Sementara Ketua Umum. Pejabat Ketua Umum dapat dipilih
melalui musyawarah atau pemungutan suara dari calon yang terdiri dari
Sekretaris Umum, Bendahara Umum, dan Ketua Bidang.
(17) Pengambilan
sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dilakukan oleh Koordinator Majelis Permusyawaratan
Pengurus Daerah atau anggota Majelis Permusyawaratan Pengurus Daerah yang
ditunjuk berdasarkan kesepakatan Majelis Permusyawaratan Pengurus Daerah.
(18) Ketua Umum dapat melakukan reshuffle atau penggantian personalia Pengurus
Daerah dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
1.
Keaktifan yang bersangkutan dalam rapat-rapat Pengurus Daerah
2.
Realisasi Program kerja di bidang yang bersangkutan dalam 1
(satu) semester
3.
Partisipasi yang bersangkutan dalam program kerja Daerah (di
luar bidang yang bersangkutan).
Pasal 20
(1)
Melaksanakan hasil-hasil ketetapan Musyawarah Daerah, serta ketentuan/kebijakan
organisasi lainnya yang diberikan oleh Pengurus Pusat atau Pengurus Wilayah.
(2)
Mengesahkan Pengurus Komisariat dan Badan Khusus di tingkat Daerah
(3)
Membentuk dan mengembangkan Badan-Badan Khusus.
(4)
Melaksanakan Rapat Pimpinan Daerah sekurang-kurangnya sekali dalam 4 (empat)
bulan atau 2 (dua) kali selama satu periode berlangsung.
(5)
Melaksanakan Rapat Badan Pengurus Harian Pengurus Daerah minimal 2 (dua) minggu
sekali, selama periode berlangsung.
(6)
Melaksanakan Rapat Pleno Pengurus Harian Daerah minimal 1 (satu) kali dalam
sebulan.
(7)
Menyampaikan laporan kerja kepengurusan 4 (empat) bulan sekali kepada Pengurus
Pusat melalui Pengurus Wilayah.
(8)
Menerima atau menolak laporan pertanggungjawaban Pengurus Komisariat dan
mendemisionerkannya.
(9)
Mengusulkan pembentukan dan pemekaran Daerah melalui Musyawarah Daerah.
(10) Menyelenggarakan
Musyawarah Daerah.
(11) Menyampaikan
laporan pertanggungjawaban kepada anggota biasa melalui Musyawarah Daerah.
Pasal 21
(1) Dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia, pendirian Daerah Persiapan dapat diusulkan
oleh 2 (dua) Komisariat Penuh di daerah tersebut dan sekurang-kurangnya
memiliki 1 orang AB3, 6 orang AB2 dan 18 orang AB1. Usulan langsung kepada
Pengurus Pusat atau melalui Pengurus Daerah terdekat dan/atau Pengurus Wilayah
setempat yang selanjutnya diteruskan kepada Pengurus Pusat.
(2) Di
luar Negara Kesatuan Republik Indonesia, pendirian Daerah Persiapan dapat
diusulkan oleh sekurang-kurangnya 1 orang AB3, dan 8 orang AB2. Usulan langsung
kepada Pengurus Pusat.
(3) Usulan
disampaikan secara tertulis disertai alasan dan dokumen pendukungnya.
(4)
Pengurus Pusat dalam mengesahkan Daerah Persiapan harus meneliti keaslian
dokumen pendukung, mempertimbangkan potensi anggota di daerah setempat, dan
potensi-potensi lainnya di daerah setempat yang dapat mendukung kesinambungan
Daerah tersebut bila dibentuk.
(5) Dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia, sekurang-kurangnya setelah 1 (satu) tahun
disahkan menjadi Daerah Persiapan, memiliki 2 (dua) komisariat penuh, mempunyai
minimal 4 orang AB3, 24 orang AB2, dan 72 orang AB1 dan mampu melaksanakan
minimal 2 (dua) kali Daurah Marhalah I dan 1 (satu) kali Daurah Marhalah II di
bawah bimbingan dan pengawasan Pengurus Wilayah setempat, dan memiliki Badan
Instruktur KAMMI Daerah dan Lembaga Akreditasi Kader serta direkomendasikan
Pengurus Wilayah setempat dapat disahkan menjadi KAMMI Daerah penuh.
(6) Di
luar Negara Kesatuan Republik Indonesia, sekurang-kurangnya setelah 1 (satu)
tahun disahkan menjadi Daerah Persiapan, mempunyai minimal 2 orang AB3, 16
orang AB2 dan 32 orang AB1 dan mampu melaksanakan minimal 1 (satu) kali Daurah
Marhalah I dan 1 (satu) kali Daurah Marhalah II di bawah bimbingan dan
pengawasan Pengurus Pusat, dan memiliki Badan Instruktur KAMMI Daerah dapat
disahkan menjadi Daerah Penuh.
(7) Dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia, 1 (satu) Daerah penuh dapat dimekarkan
menjadi 2 (dua) atau lebih Daerah penuh apabila masing-masing Daerah yang
dimekarkan tersebut memiliki minimal 4 orang AB3, 24 orang AB2, dan 72 orang
AB1, memiliki Badan Instruktur KAMMI Daerah dan minimal 1 (satu) Lembaga
Akreditasi Kader, direkomendasikan dalam Musyawarah Daerah asal dan disetujui
dalam Musyawarah Wilayah setempat, serta tidak dalam satu Wilayah administratif
Kabupaten/Kota.
(8) Untuk
pemekaran Daerah penuh yang berkedudukan di Kota Pusat, 2 (dua) atau lebih
Daerah penuh yang telah dimekarkan dapat berada dalam 1 (satu) wilayah
administratif Kota bila memiliki potensi keanggotaan, potensi pembiayaan, dan
potensi-potensi penunjang kesinambungan Daerah lainnya yang tinggi.
(9) Di
luar Negara Kesatuan Republik Indonesia, 1 (satu) Daerah dapat dimekarkan
menjadi 2 (dua) atau lebih Daerah penuh apabila masing-masing Daerah yang
dimekarkan tersebut memiliki minimal 2 orang AB3, 16 orang AB2 dan 32 orang
AB1, memiliki Badan Instruktur KAMMI Daerah dan direkomendasikan Musyawarah
Daerah asal.
(10) Dalam mengesahkan
pemekaran Daerah penuh, Pengurus Pusat harus mempertimbangkan tingkat dinamika
Daerah penuh hasil pemekaran, daya dukung daerah tempat kedudukan Daerah-Daerah
hasil pemekaran, potensi keanggotaan, potensi pembiayaan untuk menunjang
aktifitas Daerah hasil pemekaran, dan potensi-potensi lainnya yang menunjang
kesinambungan Daerah.
Pasal 22
(1) Daerah
penuh dapat diturunkan statusnya menjadi Daerah Persiapan apabila memenuhi
salah satu atau seluruh hal berikut:
1.
Memiliki anggota biasa kurang dari 4 orang AB3, 24 orang AB2,
dan 72 orang (dalam NKRI) dan 2 orang AB3, 16 orang AB2 dan 32 orang AB1 (di
luar NKRI).
2.
Untuk KAMMI Daerah di dalam NKRI tidak lagi memiliki salah satu
atau keduanya dari Badan Instruktur KAMMI Daerah dan 1 (satu) Lembaga Akreditasi
Kader.
3.
Dalam satu periode kepengurusan tidak melaksanakan Musyawarah
Daerah selambat-lambatnya selama 2 tahun 6 bulan.
4.
Tidak melaksanakan Daurah Marhalah II sebanyak 2 (dua) kali
dalam 2 (dua) periode kepengurusan berturut-turut atau tidak melaksanakan 4
(empat) kali Daurah Marhalah I dalam 2 (dua) periode kepengurusan
berturut-turut.
5.
Tidak melaksanakan Rapat Pimpinan Daerah minimal 3 (tiga) kali
selama 2 (dua) periode kepengurusan berturut-turut atau Rapat Badan Pengurus
Harian dan Rapat Pleno Pengurus Daerah minimal 15 (lima belas) kali selama 2
(dua) periode kepengurusan berturut-turut.
(2)
Apabila Daerah Persiapan dan Daerah Penuh yang diturunkan menjadi Daerah
Persiapan dalam waktu 2 (dua) tahun tidak dapat meningkatkan statusnya menjadi Daerah
Penuh maka Daerah tersebut dinyatakan bubar melalui Keputusan Pengurus Pusat.
BAGIAN IV
KAMMI KOMISARIAT
Pasal 23
(1)
Komisariat merupakan satu kesatuan organisasi di bawah Daerah yang dibentuk di
satu perguruan tinggi atau satu/beberapa fakultas dalam satu perguruan tinggi.
(2) Masa
jabatan Pengurus Komisariat adalah satu tahun semenjak pelantikan/serah terima
jabatan Pengurus demisioner.
(3)
Komisariat persiapan adalah komisariat yang sekurang-kurangnya memiliki 3 orang
AB 2 dan 18 orang AB1.
(4)
Komisariat penuh adalah komisariat yang sekurang-kurangnya memiliki 6 orang AB
2 dan 36 orang AB1.
(5)
Setelah satu tahun berdirinya dengan bimbingan dan pengawasan Daerah yang
bersangkutan serta syarat-syarat berdirinya Komisariat penuh telah terpenuhi,
maka dapat mengajukan permohonan kepada Pengurus Daerah untuk disahkan menjadi
Komisariat penuh.
Pasal 24
(1)
Pengurus Komisariat terdiri dari Badan Pengurus Harian (BPH), Pengurus Harian
(PH), Badan Khusus, dan LSO.
(2)
Formasi BPH sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Umum, dan
Bendahara Umum.
(3) Dalam
melaksanakan tugasnya, BPH dibantu oleh PH yang merupakan staf-staf dari Badan
Pengurus Harian.
(4) Yang
dapat menjadi personalia Pengurus Komisariat adalah:
1.
Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.
2.
Minimal berstatus AB1.
3.
Tidak menjadi personalia Pengurus Komisariat untuk periode
ketiga kalinya kecuali jabatan Ketua Umum.
(5) Yang
dapat menjadi Ketua Umum/Formatur Pengurus Komisariat adalah:
1.
Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.
2.
Berstatus AB2.
3.
Pernah menjadi Pengurus Komisariat.
4.
Tidak sedang diperpanjang masa keanggotaannya karena sedang
menjadi pengurus.
5.
Sehat secara jasmani maupun rohani.
6.
Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai
insan akademis yakni karya tulis ilmiah.
(6)
Selambat-lambatnya 15 (lima belas hari) hari setelah Musyawarah Komisariat,
personalia Pengurus Komisariat harus sudah dibentuk dan Pengurus demisioner
sudah mengadakan serah terima jabatan.
(7)
Apabila Ketua Umum tidak dapat menjalankan tugas/non aktif, maka dapat dipilih
Pejabat Ketua Umum.
(8) Yang
dimaksud dengan tidak dapat menjalankan tugas/non aktif adalah:
1.
Meninggal dunia.
2.
Sakit yang menyebabkan tidak dapat menjalankan tugas selama 2
(dua) bulan berturut-turut.
3.
Tidak hadir dalam rapat Badan Pengurus Harian dan/atau rapat
Pleno Pengurus Komisariat selama 1 (satu) bulan berturut-turut.
(9) Ketua
Umum dapat diberhentikan dan diangkat Pejabat Ketua Umum sebelum Musyawarah
komisariat apabila melanggar AD / ART
(10) Pemberhentian
Ketua Umum dan pengangkatan/pengambilan sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum hanya
dapat dilakukan melalui:
1.
Keputusan Rapat Pimpinan Daerah tempat komisariat berada, dan
50%+1 suara peserta Rapat Pimpinan Daerah tersebut.
2.
Usulan pemberhentian Ketua Umum dapat diajukan melalui Keputusan
Rapat Pleno Pengurus Harian Pengurus Komisariat yang disetujui oleh minimal 2/3
jumlah Pengurus Komisariat atau 50%+1 dari jumlah anggota biasa dalam
komisariat tersebut.
(11) Usulan
pemberhentian Ketua Umum harus disampaikan secara tertulis disertai alasan,
bukti dan saksi (bila dibutuhkan), dan tanda tangan pengusul. Usulan
ditembuskan kepada Majelis Permusyawaratan Pengurus Pusat dan Daerah.
(12) Ketua Umum dapat
mengajukan gugatan pembatalan atas putusan pemberhentiannya kepada Pengurus
Daerah selambat-lambatnya satu mingggu sejak putusan pemberhentiannya
ditetapkan. Putusan Pengurus Daerah yang bersifat final dan mengikat
dikeluarkan paling lambat dua minggu sejak pengajuan gugatan pembatalan
diterima.
(13) Dalam hal Ketua
Umum mangkat atau mengundurkan diri, Sekretaris Umum Pengurus Komisariat secara
otomatis menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum hingga dipilih, diangkat, dan
diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dalam Rapat Badan Pengurus Harian
Pengurus Komisariat yang terdekat.
(14) Bila Sekretaris
Umum Pengurus Komisariat tidak dapat menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum
karena mangkat, mengundurkan diri, atau berhalangan tetap hingga dua kali Rapat
BPH yang terdekat dari mangkat atau mundurnya Ketua Umum maka Pejabat Sementara
Ketua Umum diangkat secara otomatis dari salah satu Ketua Bidang hingga
dipilih, diangkat, dan diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dalam Rapat
Badan Pengurus Harian Pengurus Komisariat yang terdekat.
(15) Sebelum diadakan
Rapat Badan Pengurus Harian Pengurus Komisariat untuk memilih Pejabat Ketua
Umum, Pejabat Sementara Ketua Umum memberitahukan mangkat atau pengunduran diri
Ketua Umum kepada Ketua Umum KAMMI Daerah dan mengundang Majelis
Permusyawaratan Pengurus Daerah menjadi saksi dalam Rapat Badan Pengurus
Harian Pengurus Komisariat.
(16) Rapat Badan
Pengurus Harian Pengurus Komisariat untuk memilih Pejabat Ketua Umum langsung
dipimpin oleh Pejabat Sementara Ketua Umum. Pejabat Ketua Umum dapat dipilih
melalui musyawarah atau pemungutan suara dari calon yang terdiri dari
Sekretaris Umum, Bendahara Umum, dan Ketua Bidang.
(17) Pengambilan
sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dilakukan oleh Ketua Umum KAMMI Daerah atau
anggota Majelis Permusyawaratan Pengurus Daerah atau salah satu BPH KAMMI
Daerah yang ditunjuk berdasarkan kesepakatan Majelis Permusyawaratan Pengurus
Daerah.
(18) Ketua Umum dapat melakukan reshuffle atau penggantian personalia Pengurus
Komisariat dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
1.
Keaktifan yang bersangkutan dalam rapat-rapat Pengurus
Komisariat
2.
Realisasi Program kerja di bidang yang bersangkutan dalam waktu
3 (tiga) bulan.
3.
Partisipasi yang bersangkutan dalam program kerja Komisariat (di
luar bidang yang bersangkutan).
Pasal 25
(1)
Melaksanakan hasil-hasil ketetapan Musyawarah komisariat, serta
ketentuan/kebijakan organisasi lainnya yang diberikan oleh Pengurus Daerah.
(2)
Membentuk dan mengembangkan Badan-Badan Khusus.
(3)
Melaksanakan Rapat Pleno Pengurus Harian Pengurus Komisariat minimal satu bulan
satu kali, selama periode berlangsung.
(4)
Melaksanakan Rapat Badan Pengurus Harian Pengurus Komisariat minimal 1 (satu)
kali dalam seminggu
(5)
Menyampaikan laporan kerja kepengurusan 4 (empat) bulan sekali kepada Pengurus
Daerah.
(6)
Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada anggota biasa melalui Musyawarah
komisariat.
Pasal 26
(1)
Pendirian Komisariat Persiapan dapat diusulkan oleh sekurang-kurangnya 3 orang
AB 2 dan 18 orang AB1 dari satu perguruan tinggi atau satu/beberapa fakultas
dari satu perguruan tinggi langsung kepada Pengurus Daerah yang selanjutnya
dibicarakan dalam Rapat Pimpinan Daerah
(2) Usulan
disampaikan secara tertulis disertai alasan dan dokumen pendukungnya.
(3)
Pengurus Daerah dalam mengesahkan Komisariat Persiapan harus meneliti keaslian
dokumen pendukung, mempertimbangkan potensi anggota di perguruan
tinggi/fakultas setempat, dan potensi-potensi lainnya yang dapat mendukung
kesinambungan komisariat tersebut bila dibentuk.
(4)
Sekurang-kurangnya setelah 1 (satu) tahun disahkan menjadi Komisariat
Persiapan, mempunyai minimal 6 (enam) orang AB 2 dan 36 orang AB 1, dan mampu
melaksanakan minimal 1 (satu) kali Daurah Marhalah I di bawah bimbingan dan
pengawasan Daerah setempat, dapat disahkan menjadi Komisariat penuh di Rapat
Pimpinan Daerah.
(5)
Pemekaran Komisariat penuh dapat dimekarkan menjadi 2 (dua) atau lebih
Komisariat penuh apabila masing-masing Komisariat yang dimekarkan tersebut
memiliki minimal 12 orang AB2 dan 72 AB1.
(6) Dalam
mengesahkan pemekaran Komisariat penuh, Pengurus Komisariat harus
mempertimbangkan potensi dinamika Komisariat penuh hasil pemekaran, daya dukung
Fakultas/Perguruan tinggi tempat kedudukan Komisariat-Komisariat hasil
pemekaran, potensi keanggotaan, potensi pembiayaan untuk menunjang aktifitas
Komisariat hasil pemekaran, dan potensi-potensi lainnya yang menunjang
kesinambungan Komisariat.
Pasal 27
(1)
Komisariat penuh dapat diturunkan statusnya menjadi Komisariat Persiapan
apabila memenuhi salah satu atau seluruh hal berikut:
1.
Memiliki AB2 kurang dari 6 orang dan dan AB 1 kurang dari 36.
2.
Dalam satu periode kepengurusan tidak melaksanakan Musyawarah
komisariat selambat-lambatnya selama 18 (delapan belas) bulan.
3.
Tidak melaksanakan Daurah Marhalah I sebanyak 2 (dua) kali dalam
2 (dua) periode kepengurusan berturut-turut.
4.
Tidak melaksanakan Rapat Pleno Pengurus Komisariat minimal 10
(sepuluh) kali selama 2 (dua) periode kepengurusan berturut-turut atau Rapat
Badan Pengurus Harian minimal 30 kali selama 2 (dua) periode kepengurusan
berturut-turut.
(2)
Apabila Komisariat Persiapan dan Komisariat Penuh yang diturunkan menjadi
Komisariat Persiapan dalam waktu 2 (dua) tahun tidak dapat meningkatkan
statusnya menjadi Komisariat Penuh maka Komisariat tersebut dinyatakan bubar
melalui Keputusan Pengurus Daerah.
BAB III
MAJELIS PERMUSYAWARATAN
DAN DEWAN PENASEHAT
Pasal 28
(1)
Majelis Permusyawaratan (MP) adalah majelis yang ada di Pengurus Pusat KAMMI
yang selanjutnya disebut Majelis Permusyawaratan Pusat (MPP), dan Pengurus
KAMMI Daerah yang selanjutnya disebut Majelis Permusyawaratan Daerah (MPD)
(2)
Majelis Permusyawaratan bertugas dan berwenang :
(1) Menjaga
tegaknya AD/ART KAMMI di tingkat Pengurus Pusat dan Pengurus KAMMI Wilayah bagi
MPP, serta di tingkat pengurus KAMMI Daerah dan pengurus KAMMI Komisariat bagi
MPD.
(2) Mengawasi
kinerja Pengurus KAMMI dan memberikan peringatan apabila terjadi pelanggaran
terhadap aturan-aturan organisasi
(3) Memberikan
pertimbangan dan saran keorganisasian kepada pengurus KAMMI dalam menentukan kebijakan
organisasi KAMMI.
(4)
Menyelenggarakan pengadilan bagi anggota terhadap pelanggaran aturan
organisasi.
(5) Memutuskan
mengadakan Muktamar Luar Biasa atau Musyawarah Daerah Luar Biasa apabila
diminta sesuai dengan aturan organisasi.
(6) Memberikan
putusan yang bersifat final dan mengikat atas perkara konstitusional yang
diajukan oleh anggota biasa dan struktur organisasi lainnya.
(3)
Anggota MPP KAMMI berjumlah 5 orang ditambah dengan Ketua Umum dan Sekretaris
Jenderal KAMMI.
(4)
Anggota MPP KAMMI adalah anggota/alumni KAMMI yang memenuhi syarat sebagai
berikut:
1.
Tidak pernah dijatuhi sangsi organisasi karena melanggar AD/ART.
2.
Berstatus AB 3.
3.
Pernah menjabat BPH Pengurus Pusat KAMMI, atau Ketua KAMMI
Wilayah.
4.
Sehat secara jasmani maupun rohani.
5.
Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai
insan akademis yaitu karya tulis ilmiah.
6.
Ketika mencalonkan mendapatkan rekomendasi tertulis dari 5 KAMMI
Daerah.
7.
Tidak menjadi anggota MPP KAMMI untuk yang ketiga kalinya.
(5)
Ketua MPP KAMMI dipilih dari anggota MPP KAMMI selain Ketua Umum dan Sekretaris
Jenderal KAMMI.
(6)
Anggota MPD KAMMI berjumlah sekurang-kurangnya 3 orang terdiri dari dari Ketua
KAMMI Daerah dan anggota-anggota berstatus Anggota Biasa III yang dipilih oleh
Musyawarah Daerah.
(7)
Anggota Majelis Permusyawaratan KAMMI Daerah adalah anggota/alumni KAMMI yang
memenuhi syarat sebagai berikut:
1.
Tidak pernah dijatuhi sangsi organisasi karena melanggar AD/ART.
2.
Berstatus AB 3.
3.
Pernah menjabat BPH Pengurus KAMMI Daerah, atau Ketua KAMMI
Komisariat.
4.
Sehat secara jasmani maupun rohani.
5.
Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai
insan akademis yaitu karya tulis ilmiah.
6.
Ketika mencalonkan mendapatkan rekomendasi tertulis dari
Komisariat.
7.
Tidak menjadi anggota MPD KAMMI untuk yang ketiga kalinya.
(8)
Ketua MPD KAMMI dipilih dari anggota MPD selain Ketua KAMMI Daerah.
(9)
Masa jabatan MPP dan MPD sama dengan masa jabatan Pengurus Pusat dan Pengurus
Daerah.
(10)
MPP berkewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan tugas kepada Muktamar KAMMI.
(11)
MPD berkewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan tugas kepada Musyawarah
Daerah KAMMI.
(12) Apabila Majelis
permusyawaratan tidak melaksanakan kewajiban pada ayat 10 diatas maka dapat
diberikan sanksi oleh peserta.
Pasal 29
(1)
Dewan Penasehat KAMMI bertugas:
1.
Memberikan pertimbangan dan saran keorganisasian kepada Pengurus
KAMMI dalam menentukan kebijakan organisasi
2.
Membantu mengembangkan aktivitas dan organisasi KAMMI
(2)
Dewan Penasehat Pusat KAMMI diusulkan pada Muktamar KAMMI kemudian ditetapkan
oleh Pengurus Pusat KAMMI.
(3)
Dewan Penasehat Wilayah KAMMI diusulkan pada Musyawarah Wilayah KAMMI kemudian
ditetapkan oleh Pengurus KAMMI Wilayah.
(4)
Dewan Penasehat Daerah KAMMI diusulkan pada Musyawarah Daerah kemudian
ditetapkan oleh Pengurus KAMMI Daerah.
(5)
Anggota Dewan Penasehat adalah anggota kehormatan atau pribadi lain sesuai
dengan aturan organisasi.
(6)
Masa jabatan Dewan Penasehat Pusat KAMMI adalah 2 (dua) tahun.
(7)
Masa jabatan Dewan Penasehat Wilayah KAMMI adalah 2 (dua) tahun.
(8)
Masa jabatan Dewan Penasehat Daerah KAMMI adalah 2 (dua) tahun.
BAB IV
PERMUSYAWARATAN DAN
RAPAT-RAPAT
Pasal 30
(1)
Hirarki permusyawaratan KAMMI Komisariat dari yang tertinggi adalah Musyawarah
Komisariat KAMMI, Musyawarah Kerja Komisariat KAMMI, dan musyawarah lain yang
tingkatannya ditentukan oleh Mekanisme Penyelenggaraan Organisasi KAMMI
Komisariat.
(2)
Hirarki permusyawaratan KAMMI Daerah dari yang tertinggi adalah Musyawarah
Daerah KAMMI, Musyawarah Kerja Daerah KAMMI, Musyawarah Majelis Permusyawaratan
Daerah KAMMI, Rapat Pimpinan Daerah dan musyawarah lain yang tingkatannya
ditentukan oleh Mekanisme Penyelenggaraan Organisasi KAMMI Daerah.
(3)
Hirarki permusyawaratan KAMMI Wilayah dari yang tertinggi adalah Musyawarah
Wilayah KAMMI, Musyawarah Kerja Wilayah KAMMI, Rapat Pimpinan Wilayah dan
musyawarah lain yang tingkatannya ditentukan oleh Mekanisme Penyelenggaraan
Organisasi KAMMI.
(4)
Hirarki permusyawaratan KAMMI Pusat dari yang tertinggi adalah Muktamar,
Musyawarah Kerja Nasional KAMMI, Musyawarah Majelis Permusyawaratan Pusat
KAMMI, Rapat Pimpinan Nasional KAMMI, dan musyawarah lain yang
tingkatannya ditentukan oleh Mekanisme Penyelenggaraan Organisasi.
BAGIAN I
PERMUSYAWARATAN DAN RAPAT-RAPAT
TINGKAT KOMISARIAT
A. MUSYAWARAH
KOMISARIAT
Pasal 31
(1)
Musyawarah Komisariat (Muskom) merupakan musyawarah anggota biasa KAMMI
Komisariat.
(2)
Musyawarah Komisariat diselenggarakan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Pasal 32
(1)
Meminta dan Menilai Laporan pertanggungjawaban Pengurus KAMMI Komisariat.
(2)
Memilih Pengurus Komisariat dengan jalan memilih Ketua Umum yang merangkap
sebagai formatur dan kemudian empat mid formatur.
(3)
Menetapkan Panduan Kerja Komisariat.
(4)
Menetapkan aturan dan putusan lain yang dianggap perlu.
Pasal 33
(1)
Peserta Muskom terdiri dari Pengurus Komisariat, Anggota Biasa Komisariat,
Badan-badan Khusus serta LSO di tingkat Komisariat, dan Undangan Pengurus
Komisariat.
(2)
Pengurus Komisariat, Badan-badan Khusus serta LSO di tingkat Komisariat,
merupakan peserta penuh; dan Undangan Pengurus komisariat merupakan peserta
peninjau.
(3)
Peserta penuh mempunyai hak suara, hak bicara dan hak dipilih, sedangkan
peninjau mempunyai hak bicara.
(4) Jumlah
peserta peninjau ditetapkan oleh Pengurus Komisariat
(5)
Pimpinan sidang Muskom dipilih dari peserta penuh oleh peserta penuh dan
berbentuk presidium.
(6) Muskom
baru dapat dinyatakan sah apabila dihadiri oleh ½ ditambah 1 dari jumlah angota
biasa komisariat.
(7)
Apabila ayat (f) tidak terpenuhi maka Muskom diundur selama 1 x 24 jam dan
setelah itu dinyatakan sah.
(8)
Setelah menyampaikan LPJ dan dibahas oleh Muskom maka Pengurus Komisariat
dinyatakan demisioner.
B. MUSYAWARAH KOMISARIAT LUAR BIASA
Pasal 34
(1)
Musyawarah Komisariat Luar Biasa (MKLB) adalah Musyawarah di tingkat KAMMI
Komisariat yang diselenggarakan di luar waktu yang telah ditetapkan untuk
Musyawarah KAMMI Komisariat karena pertimbangan keadaan dan keperluan yang
mendesak.
(2) MKLB
memiliki tugas yang sama dengan Musyawarah Komisariat.
(3) MKLB
diselenggarakan apabila Ketua Komisariat tidak dapat melaksanakan kewajiban
dalam masa jabatannya atau karena kondisi tertentu atas permintaan
sekurang-kurangnya ½ ditambah 1 dari anggota Komisariat.
(4)
Pengurus Komisariat adalah penanggung jawab penyelenggaraan MKLB. Namun apabila
pengurus Komisariat, karena suatu hal tidak dapat menyelenggarakan MKLB maka
KAMMI Daerah yang melingkupi KAMMI Komisariat bersangkutan mengambil alih
tanggung jawab penyelenggaraan MKLB.
(5)
Peserta dan tata tertib MKLB sama dengan peserta dan tata tertib pada
Musyawarah Komisariat.
C. MUSYAWARAH KERJA KOMISARIAT
Pasal 35
(1) Musyawarah
Kerja Komisariat (Muskerkom) diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1
periode.
Pasal 36
(1)
Membuat dan atau mengevaluasi program kerja KAMMI Komisariat.
(2)
Menampung dan merumuskan usulan-usulan bagi penyempurnaan organisasi.
Pasal 37
(1) Peserta
Musyawarah Kerja Komisariat terdiri dari pengurus KAMMI Komisariat dan anggota
biasa komisariat.
(2) Pengurus
KAMMI Komisariat adalah penanggungjawab penyelenggaraan Musyawarah Kerja
Komisariat KAMMI.
(3) Musyawarah
Kerja Komisariat dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya BPH
Komisariat dan ½ + 1 (setengah plus 1) jumlah anggota KAMMI Komisariat. Bila
kondisi diatas tidak terpenuhi, maka dilakukan penundaan selama-lamanya 1
(satu) jam dengan kembali mengundang peserta disertai penjelasan urgensi acara
dan kehadiran peserta. Setelahnya Musyawarah Kerja KAMMI Komisariat dapat
dilaksanakan dan dianggap sah.
(4) Peserta
memiliki hak bicara, hak memilih, dan hak dipilih.
BAGIAN II
PERMUSYAWARATAN DAN
RAPAT-RAPAT TINGKAT DAERAH
A. MUSYAWARAH DAERAH
Pasal 38
(1)
Musyawarah Daerah KAMMI adalah musyawarah utusan KAMMI Komisariat, atau jika
tidak memungkinkan, merupakan musyawarah anggota.
(2)
Musyawarah Daerah KAMMI diadakan 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun.
(3)
Pengurus KAMMI Daerah adalah penanggung jawab penyelenggaraan musyawarah KAMMI
Daerah.
Pasal 39
(1)
Meminta dan menilai laporan pertanggungjawaban Pengurus KAMMI Daerah dan
Laporan Pelaksanaan Tugas Majelis Permusyawaratan Daerah.
(2)
Memilih Pengurus Daerah dengan jalan memilih Ketua Umum yang sekaligus
merangkap sebagai formatur dan empat mide formatur.
(3)
Menetapkan anggota MPD KAMMI.
(4)
Mengusulkan nama-nama Dewan Penasehat.
(5)
Menetapkan Panduan Kerja Daerah.
(6)
Menetapkan dan mengesahkan pembentukan KAMMI Komisariat.
Pasal 40
(1)
Peserta Musda terdiri dari Pengurus Daerah, Pengurus Komisariat, Badan-badan
Khusus serta LSO di tingkat Daerah, Anggota MPD, dan Undangan Pengurus daerah.
(2) Utusan
Komisariat, Pengurus KAMMI Daerah, Badan-badan Khusus serta LSO di tingkat
Daerah, Anggota MPD, merupakan peserta penuh; dan Undangan Pengurus daerah
merupakan peserta peninjau.
(3)
Peserta penuh mempunyai hak suara, hak bicara dan hak dipilih, sedangkan
peninjau mempunyai hak bicara.
(4) Dalam
pengambilan keputusan melalui voting, suara Pengurus Daerah bernilai 2 suara,
dan suara pengurus Komisariat bernilai 1 suara.
(5)
Banyaknya utusan komisariat dalam ditetapkan oleh SC Musda.
(6) Jumlah
peserta peninjau ditetapkan oleh Pengurus Daerah.
(7)
Pimpinan sidang Musda dipilih dari peserta (utusan/peninjau) oleh peserta
utusan dan berbentuk presidium.
(8) Musda
baru dapat dinyatakan sah apabila dihadiri oleh ½ ditambah 1 dari jumlah
peserta utusan (Komisariat penuh).
(9)
Apabila ayat (8) tidak terpenuhi maka Musda diundur selama 1 x 24 jam dan
setelah itu dinyatakan sah.
(10) Setelah
menyampaikan LPJ dan dibahas oleh Musda maka Pengurus Daerah dinyatakan
demisioner
(11) Daerah dan
Komisariat sedapat mungkin mengikutsertakan kader muslimah sebagai peserta.
B. MUSYAWARAH DAERAH
LUAR BIASA
Pasal 41
(1) Musyawarah
Daerah Luar Biasa (MDLB) adalah Musyawarah KAMMI Daerah yang diselenggarakan di
luar waktu yang telah ditetapkan karena pertimbangan keadaan dan keperluan yang
mendesak.
(2) Musyawarah
Daerah Luar Biasa memiliki tugas yang sama dengan Musyawarah Daerah.
(3) Musyawarah Daerah
Luar Biasa diselenggarakan apabila Ketua KAMMI Daerah tidak dapat melaksanakan
kewajiban dalam masa jabatannya atau karena kondisi tertentu atas permintaan
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah KAMMI Komisariat.
(4) Majelis
Permusyawaratan adalah penanggung jawab penyelenggaraan Musyawarah Daerah Luar
Biasa. Namun apabila Majelis Permusyawaratan Daerah, karena suatu hal tidak
dapat menyelenggarakan Musyawarah Daerah Luar Biasa maka KAMMI Pusat mengambil
alih tanggung jawab penyelenggaraan Musyawarah Daerah Luar Biasa dibantu oleh
Pengurus Wilayah.
(5) Peserta dan
tata tertib Musyawarah Daerah Luar Biasa sama dengan peserta dan tata tertib
pada Musyawarah Daerah.
C. MUSYAWARAH KERJA DAERAH
Pasal 42
(1)
Musyawarah Kerja Daerah (Muskerda) diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali
dalam satu periode.
(2)
Wewenang Musyawarah Kerja Daerah.
1.
Membuat dan atau mengevaluasi program kerja KAMMI Daerah.
2.
Menampung dan merumuskan usulan-usulan bagi penyempurnaan
organisasi.
(3)
Tata tertib Musyawarah Kerja KAMMI Daerah
1.
Peserta Musyawarah Kerja Daerah KAMMI terdiri dari Pengurus
KAMMI Daerah dan utusan KAMMI Komisariat.
2.
Pengurus KAMMI Daerah adalah penanggungjawab penyelenggaraan
Musyawarah Kerja KAMMI Daerah.
3.
Musyawarah Kerja Daerah KAMMI dinyatakan sah apabila dihadiri
oleh sekurang-kurangnya ½ plus 1 Pengurus KAMMI Daerah yang mewakili
Seluruh departement yang ada dan sekurang-kurangnya ½ dari utusan KAMMI
Komisariat. Bila kondisi diatas tidak terpenuhi, maka dilakukan penundaan
selama-lamanya 1 (satu) jam dengan kembali mengundang peserta disertai
penjelasan urgensi acara dan kehadiran peserta. Setelahnya Musyawarah Kerja
Daerah dapat dilaksanakan dan dianggap sah.
D. MUSYAWARAH MAJELIS
PERMUSYAWARATAN DAERAH
Pasal 43
(1)
Musyawarah Majelis Permusyawaratan Daerah adalah musyawarah anggota majelis,
yang dipimpin oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Daerah.
(2)
Musyawarah Majelis Permusyawaratan Daerah dijalankan untuk menjalankan
kewenangan pada pasal 28 Anggaran Rumah Tangga.
(3)
Musyawarah Majelis Permusyawaratan sah apabila dihadiri lebih dari ½ anggota
Majelis Permusyawaratan.
E. RAPAT PIMPINAN
DAERAH
Pasal 44
(1) Rapat
Pimpinan Daerah (Rapimda) adalah Rapat Badan Pengurus Harian KAMMI Daerah,
Ketua Badan-badan Khusus, Direktur-direktur LSO, dan Ketua-ketua Komisariat
yang dipimpin oleh Ketua Umum.
(2) Rapimda
berwenang untuk:
1.
Membahas dan mengevaluasi kondisi keorganisasian KAMMI Daerah
dan KAMMI Komisariat.
2.
Menerima laporan rutin KAMMI Komisariat dalam daerah tersebut.
3.
Membuat kebijakan dan kegiatan yang bersifat mengikat kepada
seluruh KAMMI Komisariat.
(3) Rapimda sah
apabila dihadiri Badan Pengurus Harian KAMMI dan 2/3 Ketua-Ketua Komisariat.
(4) Dilaksanakan
minimal dua kali dalam satu periode.
BAGIAN III
PERMUSYAWARATAN DAN
RAPAT-RAPAT TINGKAT WILAYAH
A. MUSYAWARAH WILAYAH
Pasal 45
(1)
Musyawarah Wilayah KAMMI adalah musyawarah utusan KAMMI Daerah.
(2)
Musyawarah KAMMI Wilayah diadakan 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun.
(3)
Pengurus KAMMI Wilayah adalah penanggung jawab penyelenggaraan musyawarah KAMMI
Wilayah.
Pasal 46
(1)
Meminta dan menilai laporan pertanggungjawaban Pengurus KAMMI Wilayah.
(2)
Memilih Pengurus Wilayah dengan jalan memilih Ketua Umum yang sekaligus
merangkap sebagai formatur dan empat mide formatur.
(3) Mengusulkan
nama-nama Dewan Penasehat Wilayah.
(4)
Mengusulkan pembentukan KAMMI Daerah.
(5)
Menetapkan Panduan Kerja Wilayah.
(6)
Menetapkan aturan dan putusan lain yang diangap perlu.
Pasal 47
(1)
Peserta Muswil terdiri dari Pengurus Wilayah, Utusan/Peninjau Pengurus Daerah,
Badan-badan Khusus serta LSO di tingkat Wilayah, dan Undangan Pengurus Wilayah.
(2) Utusan
Pengurus Daerah, Pengurus Wilayah, Badan-badan Khusus serta LSO di tingkat
Wilayah, merupakan peserta penuh; dan Undangan Pengurus wilayah merupakan
peserta peninjau.
(3)
Peserta penuh mempunyai hak suara, hak bicara dan hak dipilih, sedangkan
peninjau mempunyai hak bicara.
(4) Dalam
pengambilan keputusan melalui voting, suara Pengurus Wilayah bernilai 2 suara,
dan suara Pengurus Daerah bernilai 1 suara.
(5)
Banyaknya utusan Daerah ditetapkan oleh SC Muswil.
(6) Jumlah
peserta peninjau ditetapkan oleh Pengurus Wilayah.
(7)
Pimpinan sidang Muswil dipilih dari peserta (utusan/peninjau) oleh peserta
utusan dan berbentuk presidium.
(8) Muswil
baru dapat dinyatakan sah apabila dihadiri oleh ½ ditambah 1 dari jumlah
peserta utusan (Daerah penuh).
(9)
Apabila ayat (8) tidak terpenuhi maka Muswil diundur selama 1 x 24 jam dan
setelah itu dinyatakan sah.
(10) Setelah
menyampaikan LPJ dan dibahas oleh Musda maka Pengurus Daerah dinyatakan
demisioner
(11) Wilayah dan
Daerah sedapat mungkin mengikutsertakan kader muslimah sebagai peserta.
B. MUSYAWARAH WILAYAH LUAR BIASA
Pasal 48
(1) Musyawarah
Wilayah Luar Biasa (MWLB) adalah Musyawarah KAMMI Wilayah yang diselenggarakan
di luar waktu yang telah ditetapkan karena pertimbangan keadaan dan keperluan
yang mendesak.
(2) Musyawarah
Wilayah Luar Biasa memiliki tugas yang sama dengan Musyawarah Wilayah.
(3) Musyawarah
Wilayah Luar Biasa diselenggarakan apabila Ketua KAMMI Wilayah tidak dapat
melaksanakan kewajiban dalam masa jabatannya atau karena kondisi tertentu atas
permintaan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah KAMMI Daerah dalam wilayah
tersebut.
(4) Pengurus
KAMMI Wilayah adalah penanggung jawab penyelenggaraan Musyawarah Wilayah Luar
Biasa. Namun apabila Pengurus KAMMI Wilayah, karena suatu hal tidak dapat
menyelenggarakan Musyawarah Wilayah Luar Biasa maka KAMMI Pusat mengambil alih
tanggung jawab penyelenggaraan Musyawarah Wilayah Luar Biasa dibantu oleh
Pimpinan KAMMI Daerah dalam wilayah tersebut.
(5) Peserta dan
tata tertib Musyawarah Wilayah Luar Biasa sama dengan peserta dan tata tertib
pada Musyawarah Wilayah.
C. MUSYAWARAH KERJA WILAYAH
Pasal 49
Musyawarah Kerja
Wilayah (Muskerwil) diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam satu
periode.
Pasal 50
(1) Membuat dan
atau mengevaluasi program kerja KAMMI Wilayah.
(2) Menampung
dan merumuskan usulan-usulan bagi penyempurnaan organisasi.
Pasal 51
(1) Peserta
Musyawarah Kerja Wilayah KAMMI terdiri dari Pengurus KAMMI Wilayah dan utusan
KAMMI Daerah.
(2) Pengurus
KAMMI Wilayah adalah penanggungjawab penyelenggaraan Musyawarah Kerja KAMMI
Wilayah.
(3) Musyawarah
Kerja Wilayah KAMMI dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya ½
plus 1 Pengurus KAMMI Daerah yang mewakili Seluruh departement yang ada
dan sekurang-kurangnya ½ dari utusan KAMMI Daerah. Bila kondisi diatas tidak
terpenuhi, maka dilakukan penundaan selama-lamanya 1 (satu) jam dengan kembali
mengundang peserta disertai penjelasan urgensi acara dan kehadiran peserta.
Setelahnya Musyawarah Kerja Daerah dapat dilaksanakan dan dianggap sah.
D. RAPAT PIMPINAN
WILAYAH
Pasal 52
(1) Rapat
Pimpinan Wilayah (Rapimwil) adalah Rapat Badan Pengurus Harian KAMMI Wilayah,
Ketua Badan-badan Khusus, Direktur-direktur LSO, dan Ketua-ketua Daerah yang
dipimpin oleh Ketua Umum KAMMI.
(2) Rapimwil
berwenang untuk:
1.
Membahas dan mengevaluasi kondisi keorganisasian KAMMI Wilayah
dan KAMMI Daerah.
2.
Menerima laporan rutin Kammi Daerah dalam wilayah tersebut
3.
Membuat kebijakan dan kegiatan yang bersifat mengikat kepada
seluruh KAMMI Daerah.
(3) Rapimwil sah
apabila dihadiri Badan Pengurus Harian KAMMI dan 2/3 Ketua-Ketua Daerah.
(4) Dilaksanakan
minimal dua kali dalam satu periode.
BAGIAN IV
PERMUSYAWARATAN DAN
RAPAT-RAPAT TINGKAT PUSAT
A. MUKTAMAR
Pasal 53
(1)
Muktamar merupakan musyawarah tertinggi organisasi.
(2)
Muktamar memegang kekuasaaan tertinggi organisasi.
(3)
Muktamar diadakan 2 (dua) tahun sekali.
(4)
Pengurus KAMMI Pusat adalah penanggungjawab penyelenggaraan Muktamar KAMMI.
(5) Dalam
keadaan luar biasa, Muktamar dapat diadakan menyimpang dari ketentuan pasal 19
ayat (3).
(6) Dalam
keadaan luar biasa Muktamar dapat diselenggarakan atas inisiatif satu Daerah dengan
persetujuan sekurang-kurangnya melebihi separuh dari jumlah Daerah penuh.
Pasal 54
(1)
Meminta dan menilai laporan pertanggungjawaban Pengurus Pusat dan Majelis
Permusyawaratan Pusat.
(2)
Menetapkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, dan Penjabaran AD/ART.
(3)
Memilih Pengurus pusat dengan jalan memilih Ketua Umum yang sekaligus merangkap
sebagai formatur dan empat mide formatur.
(4)
Menetapkan anggota MPP KAMMI.
(5)
Menetapkan anggota kehormatan KAMMI.
(6)
Mengusulkan nama-nama Dewan Penasehat.
(7)
Menetapkan calon-calon tempat penyelenggaraan Muktamar berikutnya.
(8)
Menetapkan dan mengesahkan pembentukan dan pembubaran KAMMI Wilayah.
(9)
Menetapkan aturan dan putusan lain yang dianggap perlu.
Pasal 55
(1)
Peserta Muktamar terdiri dari Pengurus Pusat, Utusan/Peninjau Pengurus Daerah,
Pengurus KAMMI Wilayah, Badan-badan Khusus serta LSO di tingkat pusat, Anggota
MPP KAMMI, dan Undangan Pengurus Pusat.
(2)
Pengurus Pusat, Utusan Pengurus Wilayah dan Utusan Pengurus Daerah merupakan
peserta penuh.
(3)
Badan-badan Khusus serta LSO di tingkat pusat, Anggota MPP KAMMI, dan Undangan
Pengurus Pusat merupakan peserta peninjau.
(4)
Dalam pengambilan keputusan melalui voting, suara Pengurus Pusat bernilai 2
suara, dan suara Wilayah dan Daerah masing-masing bernilai 1 suara.
(5)
Peserta Penuh mempunyai hak suara, hak bicara, dan hak dipilih, sedangkan
peninjau mempunyai hak bicara.
(6)
Banyaknya utusan Wilayah dan Daerah dalam Muktamar ditetapkan oleh SC Muktamar.
(7)
Jumlah peserta peninjau ditetapkan oleh Pengurus Pusat.
(8)
Pimpinan sidang Muktamar dipilih dari peserta penuh oleh peserta penuh dan
berbentuk presidium.
(9)
Muktamar baru dapat dinyatakan sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh
jumlah peserta penuh.
(10)
Apabila ayat (9) tidak terpenuhi maka muktamar diundur selama 1 x 24 jam dan
setelah itu dinyatakan sah.
(11)
Setelah menyampaikan LPJ dan dibahas oleh muktamar maka Pengurus Pusat
dinyatakan demisioner
(12)
Wilayah dan Daerah sedapat mungkin mengikutsertakan kader muslimah sebagai
peserta.
B. PRA MUKTAMAR
Pasal 56
(1) Pra
Muktamar merupakan Forum yang diadakan sebelum pelaksanaan Muktamar.
(2) Pra
Muktamar adalah Forum yang dihadiri oleh PP KAMMI, Pimpinan Daerah dan Wilayah,
Badan-badan Khusus serta LSO di tingkat pusat dan Anggota MPP KAMMI.
(3) Pra
Muktamar berfungsi untuk membahas dan memutuskan draf AD/ART, draft GBHO, draft
Mekanisme Pemilihan Ketua Umum/Formatur, dan draft Mekanisme Pemilihan Anggota
MPP, yang selanjutnya akan ditetapkan pada Muktamar.
B. MUKTAMAR LUAR BIASA
Pasal 57
(1) Muktamar
Luar Biasa (MLB) adalah Musyawarah tingkat nasional yang diselenggarakan di
luar waktu yang telah ditetapkan karena pertimbangan keadaan dan keperluan yang
mendesak.
(2) Muktamar
Luar Biasa memiliki kewenangan yang sama dengan Muktamar.
(3) Muktamar
Luar Biasa diselenggarakan sekurang-kurangnya atas permintaan 2/3 dari KAMMI
Daerah setelah mendapat persetujuan MPP KAMMI Pusat.
(4) Majelis
Permusyawaratan Pusat adalah penanggung jawab penyelenggaraan Muktamar Luar
Biasa namun apabila Majelis Permusyawaratan Pusat karena suatu hal tidak dapat
menyelenggarakan Muktamar Luar Biasa maka Pimpinan-pimpinan KAMMI Wilayah dan
Daerah akan membentuk suatu Presidium untuk mengambil alih penyelenggaraan MLB.
(5) Tata tertib
Muktamar Luar Biasa sama dengan tata tertib pada Muktamar KAMMI.
C. MUSYAWARAH KERJA NASIONAL
Pasal 58
Musyawarah Kerja
Nasional (Mukernas) diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
periode.
Pasal 59
(1) Membuat dan
mengevaluasi program kerja KAMMI Pusat.
(2) Menampung
dan merumuskan usulan-usulan bagi penyempurnaan organisasi.
Pasal 60
(1) Peserta
Musyawarah Kerja Nasional KAMMI terdiri dari Pengurus Pusat KAMMI dan Utusan
KAMMI Wilayah dan Daerah.
(2) Pengurus
Pusat KAMMI adalah penanggungjawab penyelenggaraan Musyawarah Kerja Nasional
KAMMI.
(3) Jumlah
utusan KAMMI Wilayah dan Daerah akan ditentukan oleh Pimpinan KAMMI Pusat.
(4) Musyawarah
Kerja Nasional KAMMI dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya ½
plus 1 Pengurus KAMMI Pusat yang mewakili seluruh bidang yang ada dan
sekurang-kurangnya ½ utusan KAMMI Wilayah dan Daerah. Bila kondisi diatas tidak
terpenuhi, maka dilakukan penundaan selama-lamanya 2 (dua) jam dengan kembali
mengundang peserta disertai penjelasan urgensi acara dan kehadiran peserta.
Setelahnya Musyawarah Kerja Nasional KAMMI dapat dilaksanakan dan dianggap sah.
D. MUSYAWARAH MAJELIS
PERMUSYAWARATAN PUSAT
Pasal 61
(1)
Musyawarah Majelis Permusyawaratan Pengurus adalah musyawarah anggota majelis,
yang dipimpin oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Pusat.
(2)
Musyawarah Majelis Permusyawaratan Pusat dijalankan untuk menjalankan
kewenangan pada pasal 28 Anggaran Rumah Tangga.
(3)
Musyawarah Majelis Permusyawaratan sah apabila dihadiri lebih dari ½ anggota
Majelis Permusyawaratan.
E. RAPAT PIMPINAN
NASIONAL
Pasal 62
(1) Rapat
Pimpinan Nasional (Rapimnas) adalah Rapat Badan Pengurus Harian KAMMI Pusat,
Ketua Badan-badan Khusus, Direktur-direktur LSO, Ketua-ketua Wilayah yang
dipimpin oleh Ketua Umum KAMMI.
(2) Rapat
Pimpinan Nasional berwenang untuk:
1.
Membahas dan mengevaluasi kondisi keorganisasian KAMMI Pusat,
KAMMI Wilayah, dan KAMMI Daerah.
2.
Membuat kebijakan dan kegiatan yang bersifat mengikat kepada
seluruh KAMMI Wilayah dan Daerah.
3.
Menetapkan Ketua Wilayah baru.
(3) Rapimnas sah
apabila dihadiri minimal ½ Badan Pengurus Harian KAMMI Pusat dan 2/3 jumlah
Ketua-ketua Wilayah.
(4) Dilaksanakan
minimal dua kali dalam satu periode.
BAB V
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pasal 63
(1) Semua
keputusan dalam semua permusyawaratan dan rapat-rapat KAMMI dilaksanakan secara
musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2) Suara
terbanyak (voting) dipilih sebagai alternatif terakhir apabila musyawarah untuk
mufakat tidak dapat dicapai.
BAB VI
BADAN KHUSUS
DAN LEMBAGA SEMI
OTONOM
Pasal 64
(1) Badan Khusus
adalah pembantu pengurus KAMMI yang dapat dibentuk apabila perlu demi
pencapaian visi dan misi organisasi dalam bidang dan tugas khusus.
(2) Badan Khusus
dapat dibentuk oleh pengurus KAMMI pada seluruh struktur KAMMI, dengan Badan
Khusus pada struktur lebih tinggi dapat mengkoordinasikan Badan Khusus sejenis
pada struktur dibawahnya.
(3) Badan Khusus
bertugas menjalankan fungsi dan tugasnya sesuai dengan bidangnya.
(4) Badan Khusus
bertanggung jawab kepada Ketua KAMMI Komisariat/Daerah atau Ketua Umum KAMMI.
(5) Badan Khusus
dipimpin oleh Ketua.
(6) Pengurus
KAMMI dapat menentukan Ketua Badan Khusus.
(7) Mekanisme
keanggotaan ditentukan oleh pengurus KAMMI.
(8) Badan Khusus
dapat mengadakan musyawarah anggota atau musyawarah koordinasi untuk merumuskan
dan mengevaluasi program-program kerja serta memilih Ketua Badan Khusus .
Pasal 65
(1)
Lembaga Semi Otonom adalah Pembantu Pengurus KAMMI yang dapat dibentuk
berdasarkan aspirasi dan kepentingan yang merupakan kebutuhan anggota, yang
memiliki minat dan bakat dalam spesifikasi bidang yang sama yang mengarah pada
peningkatan keahlian dan profesionalitas tertentu.
(2)
Lembaga Semi Otonom dapat dibentuk oleh Pengurus KAMMI pada seluruh struktur
KAMMI dengan Lembaga Semi Otonom pada struktur lebih tinggi dapat
mengkoordinasikan Lembaga Semi Otonom sejenis pada struktur dibawahnya.
(3)
Lembaga Semi Otonom bertugas :
1.
Meningkatkan dan mengembangkan keahlian dan profesionalisme
anggota KAMMI pada bidang tertentu.
2.
Mengadakan pendidikan, penelitian, dan pelatihan-pelatihan dalam
aktivitas pemberdayaan masyarakat.
3.
Membantu Pengurus KAMMI menentukan sikap terhadap
masalah-masalah eksternal sesuai dengan bidang terkait.
(4)
Lembaga Semi Otonom bertanggung jawab kepada Ketua KAMMI Komisariat/Daerah atau
Ketua Umum KAMMI.
(5)
Lembaga Semi Otonom dipimpin oleh Direktur.
(6)
Lembaga Semi Otonom dapat mengadakan musyawarah anggota atau musyawarah
koordinasi untuk merumuskan dan mengevaluasi program-program kerja serta
memilih Direktur Lembaga Semi Otonom.
BAB VII
ALUMNI KAMMI
Pasal 66
(1) Alumni
KAMMI adalah anggota KAMMI yang telah habis masa keanggotaannya.
(2) KAMMI
dan alumni KAMMI memiliki hubungan historis, aspiratif, dan emosional.
(3) Alumni
KAMMI berkewajiban tetap menjaga nama baik KAMMI, meneruskan misi KAMMI di
medan perjuangan yang lebih luas, dan membantu KAMMI dalam merealisasikan
misinya.
BAB VIII KEUANGAN
Pasal
67
(1)
Prinsip halal maksudnya adalah setiap satuan dana yang diperoleh tidak berasal
dan tidak diperoleh dengan cara-cara yang bertentangan dengan nilai-nilai
Islam.
(2)
Prinsip transparansi maksudnya adalah adanya keterbukaan tentang sumber dan
besar dana yang diperoleh serta kemana dan berapa besar dana yang sudah
dialokasikan.
(3)
Prinsip bertanggungjawab maksudnya adalah setiap satuan dana yang diperoleh
dapat dipertanggungjawabkan sumber dan keluarannya secara tertulis dan bila
perlu melalui bukti nyata.
(4)
Prinsip efektif maksudnya adalah setiap satuan dana yang digunakan berguna
dalam rangka usaha organisasi mewujudkan tujuan organisasi.
(5)
Prinsip efisien maksudnya adalah setiap satuan dana yang digunakan tidak
melebihi kebutuhannya.
(6)
Prinsip berkesinambungan maksudnya adalah setiap upaya untuk memperoleh dan
menggunakan dana tidak merusak sumber pendanaan untuk jangka panjang dan tidak
membebani generasi yang akan datang.
(7) Uang
pangkal dan iuran anggota bersifat wajib yang besaran serta metode
pemungutannya ditetapkan oleh Pengurus Daerah.
(8) Uang
pangkal dialokasikan sepenuhnya untuk Komisariat.
(9) Iuran
anggota dialokasikan dengan proporsi 60 persen untuk Komisariat, 40 persen
untuk Daerah.
BAB IX
GARIS-GARIS BESAR
HALUAN ORGANISASI
Pasal
68
GBHO (Garis-garis
Besar Haluan Organisasi) adalah rumusan yang disusun secara sistematis,
terarah, dan terpadu yang meliputi filosofi gerakan, pemosisian gerakan, dan
haluan gerakan untuk memberikan arah bagi perjuangan KAMMI dalam mewujudkan
visi dan misinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar KAMMI.
.
BAB X
MEKANISME PENYELENGGARAAN
ORGANISASI
Pasal
69
Struktur, fungsi
struktur, dan administrasi organisasi diatur dalam Mekanisme Penyelenggaraan
Organisasi.
BAB XI
MANHAJ KADERISASI
KAMMI
Pasal 70
Prinsip, muatan,
aspek, sarana, penahapan, indeks jati diri, dan kurikulum kaderisasi KAMMI
diatur dalam Manhaj Kaderisasi KAMMI.
BAB XII
PANDUAN KERJA NASIONAL
Pasal 71
Panduan Kerja Nasional
adalah arahan bagi pengurus KAMMI dalam merumuskan program kerja organisasi.
BAB XIII
ATRIBUT ORGANISASI
Pasal 72
Atribut Organisasi
seperti bendera, lambang, panji kartu keanggotaan, dan lain-lain diatur dalam
ketentuan tersendiri yang ditetapkan dalam muktamar.
BAB XIV
ATURAN TAMBAHAN
Pasal 73
Struktur kepemimpinan
KAMMI berkewajiban melakukan sosialisasi Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga
kepada seluruh anggota KAMMI
Pasal 74
(1) Kepengurusan
KAMMI pada berbagai tingkat struktur dapat melaksanakan berbagai jenis
musyawarah dan rapat-rapat seperti Rapat Badan Pengurus Harian, Rapat Pengurus
Harian, Rapat pengurus bidang, Rapat kepanitiaan, dan musyawarah lainnya sesuai
kebutuhan.
(2) Jika
diperlukan, aturan khusus mengenai musyawarah pengurus dapat ditentukan oleh
pengurus KAMMI sesuai cakupannya.
Pasal 75
Hal-hal yang belum
diatur dan diperinci dalam AD/ART KAMMI akan diatur dan diperinci dalam
ketetapan-ketetapan organisasi
BAB XIV
ATURAN PERALIHAN
Pasal 76
(1) KAMMI
Daerah yang keberadaannya belum memenuhi Pasal 21 Anggaran Rumah Tangga, diberi
waktu 2 tahun untuk memenuhinya untuk kemudian ditentukan statusnya oleh KAMMI
Pusat atau KAMMI Wilayah yang ditunjuk
(2) KAMMI
Komisariat yang keberadaannya belum memenuhi Pasal 26 Anggaran Rumah Tangga,
diberi waktu 2 tahun untuk memenuhinya untuk kemudian ditentukan statusnya oleh
KAMMI Daerah yang ditunjuk.
BAB XV
PERUBAHAN DAN PENETAPAN
Pasal 77
Perubahan dan
penetapan Anggaran Rumah Tangga KAMMI dilakukan melalui Muktamar dan harus
disetujui sekurang-kurangnya 2/3 anggota yang hadir.
BAB XVI
PENU